Bising khas anak sekolahan membuat hati merindu. Apalagi dengan kenangan yang menggema dibayangannya. Gelak tawa, bingung, pusing, pertengkaran, malas yang gak hilang-hilang, semuanya dirasakan oleh masa remaja. Apalagi disaat-saat itulah, rasa polos yang besar, rasa harap tentang masa depan yang cerah, dan juga cita-cita kita pikirkan dengan bangganya.
Masa-masa yang sangat sebentar. Anehnya, dengan tidak sabar kita menunggu masa itu agar cepat berlalu. Setelah berlalu, kita sendiri yang merindukannya. Manusia memang selalu membuat masalah yang harusnya tidak jadi masalah.
Begitu juga masalah perasaan. Mencintai diam-diam. Cinta bertepuk sebelah tangan. Sudah tau akhirnya bagaimana, tapi tetap nekad mencintainya. Begitu pula Divya Cassia Finley.
Divya menatap lingkungan sekolah lamanya itu seraya mengenang setiap sudutnya. Diam-diam memperhatikan. Diam-diam jatuh hati. Lalu diam-diam patah hati.
Kalau bukan karena adiknya, rasanya ia takkan kepikiran untuk balik kesini. Bagi Divya, masa lalu ya sudah berlalu, tak perlu dikenang apalagi untuk didatangi.
Dengan tenang, gadis itu berjalan ruang guru untuk menemui guru adiknya yang lagi-lagi punya masalah. Kalau bukan demi tutup mulut sang adik soal Divya yang jadi penulis, ia juga enggan mengikuti maunya. Bagaimanapun, mereka hanya ingin membuat keadaan rumah aman dan tentram.
Kepalanya menoleh kesana-kemari karena bingung, banyak sekali perubahan di sekolah ini padahal baru 3 tahun sejak lulus. Akhirnya ia bisa menghembuskan napas lega karena sudah menemukan ruangannya.
Setelah masuk, ia menebarkan senyuman kepada para guru yang berada di ruangan.
"Eh, Divya, kan, ya?" sapa seorang guru yang dibalas anggukan oleh Divya. "Apa kabar, nak? Waduh, udah lama gak liat, kenapa jarang mampir?" lanjut Ibu Eka, guru matematika yang mengajarnya saat kelas XII.
"Ya gitu, Bu. Sibuk kuliah," balas Divya seadanya.
"Tapi, udah 3 tahun gak sih, abis kamu lulus?" tanya Bu Eka.
Waduh, ketebak nih, kemana arah pembicaraannya pikir Divya yang sudah bosan dengan basa-basi seperti ini.
"Udah lulus?" lanjut Bu Eka.
Nah kan batin Divya. Ia hanya bisa tersenyum lalu belum sempat dirinya membalas Bu Eka bersuara. "Eh, Nak Khandra, ayo sini, ada teman seangkatan kamu, nih!"
Saat itu juga, jantung Divya mulai bergetar hebat setelah bertahun-tahun perasaan itu ia tinggal. Nama yang sangat ia kenal. Bahkan sempat terukir di dalam hatinya.
Khandra yang baru masuk, melangkah mendekati dua orang itu. "Siapa, Bu?" tanya Khandra yang penasaran. Lelaki itu masih dibelakang, melihat punggung gadis yang berbicara pada Bu Eka.
Bu Eka menarik tangan Divya hingga gadis itu berbalik badan. Susah payah Divya menahan rasa ingin perginya saat ini.
Tepat saat itu juga, Khandra pun terdiam. "Divya Cassia?"
To be continued.