Loading...
Logo TinLit
Read Story - Manusia Air Mata
MENU
About Us  

“Oke. Bab empat udah bagus."

Senyum Mawar merekah mendengar ucapan Bu Endang. Dua minggu usahanya telah terbayar tuntas. Penantiannya selama seharian untuk menunggu Bu Endang juga tak sia-sia.

Pertemuan bimbingan yang tadinya jam delapan pagi, diundur ke jam sebelas siang, lalu diundur lagi ke jam dua siang. Ia setia menanti di kampus sampai akhirnya jam lima sore saat Bu Endah akan masuk ke dalam mobil, ia berusaha mencegahnya dengan penuh permohonan agar bimbingan benar-benar dilaksanakan.

“Kamu bisa lanjut mengerjakan bab selanjutnya.”

Ia menerima kembali lembaran bab empat yang bersih dari coretan bolpoin merah dengan hati berbunga. Bu Endang sudah bersiap untuk beranjak dari duduknya, tapi ia kembali menahan dengan mengeluarkan lembaran tebal lainnya ke hadapan Bu Endang. 

“Sebenarnya … saya sudah menulis bab lima juga, Bu.”

Bab lima yang membahas mengenai analisis teks naskah kuno memang sudah ia selesaikan juga dalam dua minggu ini. Ia merelakan waktu tidurnya untuk berlari secepat-cepatnya demi mengejar ketertinggalan. 

“Cepet juga ya,” ucap Bu Endang seraya menerima empat puluh lembar bab lima. Ia membolak-balik halaman sambil mengangguk-angguk. “Bab lima kamu saya bawa. Akan saya koreksi di rumah. Senin depan bisa temui saya lagi,” putusnya sebelum benar-benar pergi dari ruang dosen.

“Baik, Bu! Terima kasih!”

Mawar memandangi punggung Bu Endang dengan penuh kebahagiaan. Ia bahkan tak menyangka bisa merasakan bahagia lagi setelah sekian lama. Hari ini merupakan hari bersejarah karena Bu Endang tak memarahi atau mencoret-coret skripsinya lagi. 

“Mau pulang, Kak?”

Senyum Mawar masih awet di bibirnya harus terpaksa dihapus saat Arjun tiba-tiba sudah di sebelahnya dengan mengendarai motor.

“Hm,” balas Mawar setelah berdehem untuk menyamarkan bahagia di wajah.

“Mau bareng?” tawar Arjun.

Biasanya, Mawar akan menolak dan diimbuhi lirikan ketus kepada Arjun. Namun, karena suasana hatinya sedang baik dan ia ingin merayakannya maka kepalanya mengangguk dengan kuat. Toh, ia harus membalas budi untuk kejadian di perpustakaan.

“Oke.”

“O—oke?”

Kali ini Arjun yang terlihat terkejut dengan penerimaan Mawar. Tak mengira jika basa-basinya sungguh diterima. Mawar menjulurkan tangan untuk meminta helm. Arjun memberikan helm hijau lumut itu dengan lebih gugup.

“Mampir makan dulu, ya,” pintanya, yang dua kali lipat menambah kepanikan Arjun. 

“Baik, Kak.”

Balasan Arjun membuat Mawar urung mengaitkan helm. Di matanya, Arjun sudah seperti robot yang takut akan tuannya. 

“Nggak usah terlalu formal juga,” celetuk Mawar.

“Eh?”

Keterkejutan di wajah Arjun tak bisa disembunyikan. Ia menggaruk tengkuknya kebingungan. 

“Oh … baik—maksud saya, ya … oke, Kak.”

Tanggapan Arjun yang kikuk membuat Mawar terkekeh geli. Untuk beberapa saat, Arjun terdiam karena senyuman itu. Ia baru sadar saat Mawar sudah duduk tenang di belakangnya. Ia menepuk bahu kanan Arjun dua kali seraya menunjuk ke jalan di depannya.

“Kamu lurus aja, terus nanti belok kanan. Di situ ada bakso yang enak.”

“Baik—eh. Ya, oke … Kak.”

Arjun masih dipenuhi dengan sungkan saat berhadapan dengan Mawar. Jadi, ia masih kesulitan untuk bersikap santai. Tubuhnya terus menegak bagai tentara yang sedang bersama komandan sejak motoran sampai sudah ada semangkuk bakso di depannya. 

“Kamu nggak ikut makan?” tanya Mawar saat memperhatikan Arjun masih tak menyentuh makanannya. 

“Apa?”

Mata mawar merotasi ke bawah–tepat ke mangkuk bakso di depan Arjun. 

“Makan aja. Saya traktir,” jelasnya kemudian. 

Arjun masih menimbang-nimbang. “Nggak apa-apa, Kak?”

“Nggak. Nanti dijeblosin ke penjara.” 

Arjun melotot. Wajahnya yang tegang makin menyiratkan ketakutan.

“Ya nggak apa-apa lah! Kan saya yang nawarin!” seru Mawar, tak habis pikir.

“Oke, Kak.” 

Arjun mencoba tersenyum, meski masih terasa kaku. Berbeda dengan Mawar yang sejak tadi lebih murah merekahkan senyumnya. Suasana hatinya memang luar biasa baik sampai-sampai segala rasa kesalnya kepada Arjun sudah menghilang.

“Mawar,” celetuk Mawar setelah menggigit bakso urat.

“Apa?” Arjun menganga. 

“Nama saya,” jelas Mawar kemudian.

Arjun mengangguk-angguk. “Iya … Kak Mawar.”

Lidahnya sedikit aneh saat memanggil nama Mawar. Memang baru kali ini mereka berkenalan secara resmi.

“Kamu kelihatan nggak kaget,” ucap Mawar sambil melanjutkan makannya. 

“Sebenarnya saya sudah tahu dari Inka.”

“Inka?”

Nama itu terdengar familiar bagi Mawar. Akan tetapi, otaknya tak bisa memilah memori mana yang berkaitan dengan Inka. Penyimpanan ingatannya memang tak terlalu bagus. Bukan sekali dua kali ia melupakan nama-nama dari teman atau kenalan yang sudah lama tak berjumpa.

“Katanya dulu Kak Mawar ngajar les dia pas SMA.”

“Oh! Inka!” Mawar berseru saat wajah anak SMA berkacamata muncul di ingatan. 

Mawar memang sudah mengajar les privat sejak kuliah semester dua untuk menambah pemasukan. Ia mengajar anak SD, SMP, bahkan SMA. Setiap tahun selalu berganti siswa. Ia tak tahu kalau Inka si mantan muridnya dulu masih mengingat tentangnya.

“Iya. Inka yang ngasih tahu tentang Kak Mawar karena temen saya ngefoto kita waktu Kakak marahin saya di depan ruang dosen.”

Dua minggu lalu, kejadian itu terasa sangat menyebalkan tapi kini Mawar malah terkikik geli saat mengingatnya. Mungkin suasana hatinya yang sedang baik mampu menyusutkan segala dendam.

“Terakhir kali chat sama Inka waktu dia bilang keterima di universitas. Sekarang kalian udah semester berapa?”

“Lima, Kak.”

Arjun menjawab dengan menunjukkan kelima jarinya. Mawar tersentak. Siomay yang baru masuk di tenggorokan ingin melompat keluar saking kagetnya. Buru-buru ia mengisap es teh di sebelah mangkuknya.

“Wow. Cepet banget waktu berlalu,” gumam Mawar dengan mulut yang kembali sibuk mengunyah.

“Kak, ini beneran nggak apa?” Arjun kembali bertanya sambil menatap baksonya yang masih utuh. Sangat berbeda dengan Mawar yang sudah menghabiskan setengah mangkuk.

“Kenapa? Takut saya racun?” tanya Mawar. 

Arjun menggeleng panik. “Enggak! Bukan gitu, Kak!”

Hati manusia memang sangat aneh. Beberapa waktu lalu Mawar terus-terusan kesal jika melihat Arjun, tetapi kini ia terus tertawa karena sikap Arjun yang sangat kaku. Keringat Arjun yang sejagung-jagung membuatnya menahan diri agar tak tertawa lebih lebar.

“Anggap aja ini balas budi,” ucapnya.

“Balas budi?” Arjun kebingungan. 

“Kamu tadi udah dimarahi gara-gara pura-pura tidur buat nyelametin saya,” jelas Mawar dengan santai. Ia masih terus memakan baksonya dengan penuh nikmat.

“Kakak … tahu?”

“Tahu lah! Pukulanmu itu keras banget. Punggung saya masih sakit nih.”

“Maaf, Kak!”

Arjun kembali menundukkan wajahnya dengan gugup. Pekikan permohonan maafnya tidak hanya mengejutkan Mawar, tetapi juga pengunjung lain yang sedang menyantap baksonya. 

It’s okay. Makan aja. Makan.”

Mawar mendorong mangkuk bakso Arjun yang masih belum tersentuh. Arjun akhirnya mengangkat sendoknya dengan kaku. Kegugupannya makin meningkat karena Mawar terus mengawasinya.

“Makan.”

Komando Mawar tak bisa dihindari lagi. Arjun bahkan tak sadar telah memasukkan satu bakso utuh ke dalam mulutnya hingga seluruh langit-langit dan dinding mulutnya penuh dengan bakso yang berukuran cukup besar. Mawar kembali terkekeh melihat Arjun kesusahan menelan baksonya.

“Kenapa kamu nggak bangunin saya aja? Kenapa malah mukul dan pura-pura tidur?” Mawar kembali membahas permasalahan di perpustakaan. 

“Saya takut Kak Mawar nanti marah lagi sama saya. Soalnya kita ketemu di keadaan yang canggung lagi,” jawab Arjun, mulai fokus menikmati bakso. Benar kata Mawar, bakso ini memang sangat enak. Ia yakin akan jadi pelanggan tetap di sini.

“Kalau dipikir-pikir, emang kita ketemunya selalu nggak tepat,” sahut Mawar. Baksonya sudah habis, kini ia fokus memutar-mutar sedotan di gelasnya. “Selama dua minggu ini, saya juga sengaja menghindar dari kamu dengan nggak keluar rumah,” akunya. 

Kunyahan Arjun kembali kaku mendengar pernyataan itu. Pantas saja ia tak pernah melihat Mawar keluar dari rumah selain tengah malam saat dia mengerjakan skripsi di balkon.

“Tapi kayaknya percuma juga sih ngehindar. Kamu pasti udah denger semua cerita tentang hidup saya dari para tetangga.”

Bakso yang sedang dalam perjalanan ke tenggorokan bisa-bisanya terhenti karena mendengar ucapan Mawar. Ia tersedak dan batuk-batuk sampai wajahnya merah. Mawar membantu mendekatkan es tehnya dengan cekatan.

“Hahaha! Mukamu itu nggak bisa bohong banget,” serunya. 

Arjun mengambil napas dalam-dalam setelah gumpalan bakso telah berhasil didorong masuk ke lambung bersama es teh. Ia kembali duduk tegak, lalu menatap Mawar dengan gelisah. 

“Maaf, Kak.”

“Kenapa minta maaf?”

Kenapa?

Sejujurnya, Arjun juga tak tahu kenapa. Ia hanya merasa harus meminta maaf karena telah mendengar kisah hidup Mawar dari orang lain. 

“Eung ….” Arjun masih berusaha mencari jawaban sambil menggaruk tengkuknya. 

Mawar mendengus. “Makan aja baksonya.”

“Baik—” Arjun segera menutup mulutnya saat mendapat pelototan dari Mawar karena keceplosan berkata formal. “Maksud saya, ya … Kak.”

Mereka berdua pulang tepat setelah azan Magrib berkumandang. Cukup telat karena Mawar perlu membeli roti bakar terlebih dahulu. Ia ingin membagikan kebahagiaannya kepada keluarganya juga. Lea pasti kegirangan kalau melihat kakaknya pulang dengan roti bakar selai cokelat stroberi kesukaannya. 

“Makasih ya udah repot-repot nganterin,” ucap Mawar sambil mengembalikan helm.

Arjun menerima helm itu dengan senyuman. “Saya juga harus berterima kasih karena udah ditraktir bakso.”

Mawar melambaikan tangannya dan Arjun siap menyebrang ke rumahnya. Suasana hati mereka sama-sama tenang dan damai layaknya pujian kepada Tuhan setelah kumandang azan. Hingga ketentraman itu berakhir dengan teriakan Tri.

“Pulang sama siapa kamu itu? Keluyuran seharian bukannya cari kerja malah berani pacaran?!” 

Arjun yang baru membuka gerbang rumahnya langsung termenung karena teriakan ibu Mawar. Padahal jarak mereka cukup jauh, tapi ia tetap terkejut dengan bentakannya. Ia tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Mawar yang menghadapinya secara langsung. 

“Aku nggak pacaran. Tadi habis dari kampus, bimbingan skripsi, Bu.”

“Skripsi terus skripsi terus! Lama-lama kubakar juga skripsimu itu! Udah Ibu bilang mending kamu cari kerja aja daripada kuliah! Dasar anak durhaka! Selalu nggak dengerin omongan ibunya!”

Tri mendorong-dorong tubuh Mawar sampai terhuyung mundur beberapa langkah. Mawar hanya bisa menunduk sambil menatap sekotak roti bakar yang sudah terjatuh ke lantai teras dan ditendang-tendang oleh ibunya.

“Muak Ibu lihat tingkahmu! Kalau mau pacaran mending jadi lacur aja sekalian biar ngehasilin duit!”

Di antara semua ucapan menyakitkan ibunya, hati Mawar hancur atas apa yang baru ia dengar. Begitu mudah ibunya mengatai anaknya sendiri sebagai pelacur seolah-olah dulu tak pernah menimang-nimangnya.

Mawar tak membalas dengan kata. Karena ia yakin kalau hanya ada tangisan yang terdengar saat mulutnya terbuka. Ia lebih memilih kembali membuka pagar dan berlari secepat mungkin untuk menjauh dari ibunya. Langkahnya bertabrakan dengan para tetangganya yang berduyun-duyun berjalan ke arah musala.

Masa bodoh dengan tatapan orang-orang yang tertuju kepadanya. Mereka pasti mendengar makian ibunya tadi, lalu menyimpan informasi itu untuk disebarkan di tukang sayur esok pagi. Ia sungguh tak peduli dan hanya ingin sendiri. Tetapi harapannya tak terkabul saat merasakan kehadiran Arjun di sisinya. 

“Kak Mawar.” Arjun memanggil sambil terus mengendarai motornya secara pelan-pelan di sebelah Mawar. “Kak, yang sabar ya ….”

Langkah Mawar terhenti mendengar ungkapan prihatin itu. Rahangnya mengeras. Tatapannya yang semula sudah melunak kepada Arjun kembali menajam.

“Mending kamu pergi aja kalau cuma bisa ngomong sabar.”

***

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Invisible
745      465     0     
Romance
Dia abu-abu. Hidup dengan penuh bayangan tanpa kenyataan membuat dia merasa terasingkan.Kematian saudara kembarnya membuat sang orang tua menekan keras kehendak mereka.Demi menutupi hal yang tidak diinginkan mereka memintanya untuk menjadi sosok saudara kembar yang telah tiada. Ia tertekan? They already know the answer. She said."I'm visible or invisible in my life!"
Love and Pain
618      381     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.
Golden Cage
504      291     6     
Romance
Kim Yoora, seorang gadis cantik yang merupakan anak bungsu dari pemilik restaurant terkenal di negeri ginseng Korea, baru saja lolos dari kematian yang mengancamnya. Entah keberuntungan atau justru kesialan yang menimpa Yoora setelah di selamatkan oleh seseorang yang menurutnya adalah Psycopath bermulut manis dengan nama Kafa Almi Xavier. Pria itu memang cocok untuk di panggil sebagai Psychopath...
Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
7088      1798     5     
Fantasy
Kazuki Hikaru tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat ini, tepatnya 1 bulan setelah sekembalinya dari liburan menyendiri, karena beberapa alasan tertentu. Sepucuk surat berwarna pink ditinggalkan di depan apartemennya, tidak terlihat adanya perangko atau nama pengirim surat tersebut. Benar sekali. Ini bukanlah surat biasa, melainkan sebuah surat yang tidak biasa. Awalnya memang H...
Hideaway Space
118      95     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
If Only
369      244     9     
Short Story
Radit dan Kyra sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Hingga suatu hari mereka bertengkar hebat dan berpisah, hanya karena sebuah salah paham yang disebabkan oleh pihak ketiga, yang ingin menghancurkan hubungan mereka. Masih adakah waktu bagi mereka untuk memperbaiki semuanya? Atau semua sudah terlambat dan hanya bisa bermimpi, "seandainya waktu dapat diputar kembali".
Adelia's Memory
508      327     1     
Short Story
mengingat sesuatu tentunya ada yang buruk dan ada yang indah, sama, keduanya sulit untuk dilupakan tentunya mudah untuk diingat, jangankan diingat, terkadang ingatan-ingatan itu datang sendiri, bermain di kepala, di sela-sela pikirian. itulah yang Adel rasakan... apa yang ada di ingatan Adel?
Moira
25933      2647     5     
Romance
Diana adalah seorang ratu yang tidak dicintai rajanya sendiri, Lucas Jours Houston, raja ketiga belas Kerajaan Xavier. Ia dijodohkan karena pengaruh keluarganya dalam bidang pertanian dan batu bara terhadap perekonomian Kerajaan Xavier. Sayangnya, Lucas sudah memiliki dambaan hati, Cecilia Barton, teman masa kecilnya sekaligus salah satu keluarga Barton yang terkenal loyal terhadap Kerajaan Xavie...
SANTA GIRL
519      269     5     
Short Story
Ternyata! Santa itu nyata. Ada yang pernah melihatnya di Litlagea, uptown Loughrea. Bukan seorang kakek dengan kereta rusa, tapi seorang gadis kota yang kamu sukai.
Story Of Chayra
13425      3285     9     
Romance
Tentang Chayra si cewek cuek dan jutek. Sekaligus si wajah datar tanpa ekspresi. Yang hatinya berubah seperti permen nano-nano. Ketika ia bertemu dengan sosok cowok yang tidak pernah diduga. Tentang Tafila, si manusia hamble yang selalu berharap dipertemukan kembali oleh cinta masa kecilnya. Dan tentang Alditya, yang masih mengharapkan cinta Cerelia. Gadis pengidap Anstraphobia atau phobia...