Tidak ada yang menarik, seperti biasa ia selalu merenung di ketinggian rumah. Tempat Gelisa memandangi perhiasan langit, tempat berharap semesta akan mengerti diamnya yang tak pernah diungkapkan pada siapapun.
"malam ini dingin" malam itu dirinya duduk di kursi, sementara satu kursi di sebelahnya dibiarkan kosong.
Hujan sangat lebat, suara tetesan air amat ribut. Tapi, malam dengan hujan seperti pelukan, hatiku mendadak tak gelisah. Dari atas sini tanaman nampak gembira karena terkena air hujan. Tuhan, engkau menciptakan semuanya karena alasan. Seperti aku, ributnya suara hujan adalah teman, tak ada siapapun disini tapi karena malam bersama hujan, terasa ramai yang menemani.
"Karena David Biru Benua"
"Biru, karenanya aku merasa sepi"
"setelah bertemu Biru malam itu, dia selalu mengajakku bicara setiap hari. Padahal sebelum kami bertemu, senang-senang saja aku sendirian"
"suaraku jadi banyak terdengar, David Biru Benua, sedang apa?"
Gelisa akhirnya gelisah, Biru sampai saat ini belum terlihat juga, rumah pak dombret masih nampak tak berpenghuni.
"lagi-lagi aku memikirkan sesuatu terlalu dalam" gelis memejamkan mata, "waktu itu Pak Nata, sampai hari ini juga masih ingat, tapi sekarang ditambah Biru"
Fikiran Gelisa berat, batinnya bertanya karena kepalanya seperti tidak bisa menggalaukan hal lain saja, hanya dipenuhi pria yang bukan siapa-siapa untuknya.
Gel, gell apa kabar?
besok pertamakali gue ngajar deting, asdos nih gue sekarang
KANGEN
pesan dari Nada, teman dekat Gelis di kampus lamanya. Pesan nada memenuhi layar ponsel gelis malam itu.
Hei, sibuk tidak, KANGEN, KANGEN DIBELIIN SOMAY
Gelis mulai membuka pesan nada karena notifikasi hpnya amat ribut kali ini.
Gelis tersenyum membaca pesan teman dekatnya itu lalu memutuskan tidak membalas tapi, langsung melakukan panggilan video.
"parah, baru ada kabar" ucap Gelis saat panggilanya diterima Nada
"anda yang ngak ngabarin ya" "parah ini juga gue yang kabarin duluan" jawab ketus Nada
"diriku gengsi" Gelis tertawa-tawa "IDIH" balas nada
"percanda, aku takut ganggu lagian nanti malah gabisa move on dari kampus lama" Gelisa menjelaskan dengan jujur
"kenapa harus pindah kampus sih, disini juga ada jurusan psikologi" Nada mengungkit pertanyaan itu lagi
"pasti kefikiran terus kalau di kampus yang sama mending sekalian pindah"
"gaterima ya loe, harusnya kating jadi deting pas ketemu gue" nada mulai menggoda
"nah itu, salah satunya" Gelisa meng-iyakan saja
"masih suka Pak Nata?" tanya serius Nada tiba-tiba
"kepo deh" Gelis mengelak "gue tanya, suka atau ngak, mau tau sesuatu ngakk"
"masih kefikiran aja, bukan berarti cinta " jawab Gelis
"HAHA HAHA" NADA TERBAHAK-BAHAK TAK HENTI
"organisasi BEM Fakultas sekarang, dia pembinanya" nada menginformasi pada Gelis
"aku ga nanya dia" Gelis acuh
"bukan itu, sekarang gue jadi wagub ketemulah Bapak Nata itu, dia bilang,
Nada itu temannya Gelisa Sundana Cloura Naurza Purmadzaki, betul?"
Gelis syok dan bertanya "dia tahu namaku?"
"gue kaget, nama lengkap engkau wahai temanku, dia sebutkan dengan jelas"
"kesimpulannya dia tanya, loe pindah apa cuti, gue bilang pindah karena tertekan sama jurusan" Nada sangat usil
"dia udah nikah belum sih" tanya Gelis
"dia jomblo katanya para dosen" "dulu memang mau nikah tapi calonnya meninggal karena sakit makanya, cincin masih dijari karena belum move on aja"
"OMG, Bapak Nata, aku datang" jawab Gelis
"pede banget" elak Nada. "biarin, terserah dong" balas Gelis
Mereka bercerita panjang, tentang bagaimana hari-harinya berkuliah. Nada baik-baik saja di kampus karena ada teman lain yang menjadi teman dekatnya semenjak Gelis pindah, sementara Gelis pun sudah menemukan kenyamanan di jurusan terbarunya yaitu Psikologi dan dikelilingi teman yang baik hati. Mereka bercerita panjang untuk mengobati rasa rindu dan berencana bertemu saat liburan semester nanti. Setidaknya, malam itu ada Nada untuk Gelis.
Setelah bicara dengan Nada berakhir, Gelis hendak tidur namun sambil tersenyum-senyum sendiri. Gara-gara Pak Nata bertanya tentangnya pada Nada.
"Pak Nata notice, feelingku benar, bapa memang menatapku" dengan sumringah sambil bercermin
"menarik aku tuh, cocok lah sama Pak Nata"
"Natapurna Pradiksa Dan Gelisa Sundana Cloura Naura Purmadzaki Pradiksa" makin keren namaku kalau begini
Gelis melantur di kamarnya sendirian.
Malam itu adalah malam dirinya mulai percaya diri. Tak berlama-lama, ia mulai mencari akun instagram Pak Nata.
"follow aja deh, biar saling kenal"batinnya berucap sambil menekan di layar ponsel
"beres, tinggal nunggu konfirmasi"
"tidur tenang malam ini, selamat tidur kamarku sampai jumpa besok kamarku, besok akan kubersihkan kamarku ini"