Ini memang bagian dari fiksi tapi sedikit realita disisipkan yang sesungguhnya
***
"Argh!"
Setelah berpelukan tangan Rafi mulai kembali sakit.
"Mana tangan yang sakit," ujar Zayn.
"Ini kak," tunjuk Rafi
"Ariel bisa beli minyak angin," titah Zayn
"Uangnya?"
"Ya di kamu lah!" tegas Zayn.
"Ini ambil aja punya gue kak. Di saku baju," jelas Rafi.
Ariel langsung mengambil uang yang ada di saku celana Rafi dan segera bergegas ke toko atau warung terdekat membeli minyak angin. Sementara baik Adnan dan Danny hanya bisa melihat mereka berdua.
Ariel adalah orang yang tadi menabrak Rafi jadi ia harus tanggung jawab. Untung saja tidak lama jadi Ariel bisa kembali membawa apa yang di perintah kan oleh Zayn.
"Ini Kak," ucap Ariel.
Zayn menerima itu dan mulai menuangkan ke tangannya Rafi.
"Tahan ya, walaupun agak sakit."
Zayn mulai mengurutkan tangan Rafi yang terkilir tadi, mereka bisa menyaksikan apa keahlian Zayn yang dimana Zayn katakan bahwa ia sangat sayang kepada Rafi walaupun jarak memisahkan mereka tapi setelah bertemu mereka layaknya sahabat rasa adik kakak.
Danny melihat itu semua, walaupun ia tidak mengalaminya tadi setidaknya ia merasakan ngilu dan rasa sakit yang di rasakan oleh Rafi.
Setelah itu acara ngurut sudah selesai dan Rafi merasakan tangan nya sudah agak enakkan. Sebagai bentuk rasa terima kasih Rafi memeluk Zayn.
"Makasih ya Kak."
"Sama-sama. Yang penting lo gapapa."
"Hemm. Kak Ariel jangan merasa bersalah lagi oke, lagian lukanya gak parah karena sudah di sembuhkan sama Kak Zayn," ucap Rafi agar Ariel tidak merasa bersalah.
"Makasih ya."
Ariel tidak luput dari pelukan Rafi dan itu membuat Danny iri dan ingin merasakan itu, mata nya sudah berkaca-kaca ingin rasanya berada di posisi Rafi disayang sama kakak walaupun bukan kakak kandung.
Danny menatap nanar Adnan dan.
"Kak, gue mau kayak gitu."
Danny memeluk dan menggengelamkan wajahnya di dada bidang milik Adnan walaupun dari segi umur beda jauh akan tetapi untuk masalah seperti yaitu tentang cinta dan kasih sayang antara kakak adik membuat Danny tidak kuasa menahan air matanya.
Adnan hanya membiarkan adik tingkatnya itu memeluk bahkan ia rela baju nya basah dengan air mata Danny.
Dan tidak ada yang terjadi setelah itu hanya pepohonan dan angin menjadi saksi bisu apa yang terjadi pada hati mereka.
***
"Guys, gue pulang duluan ya." Tiba-tiba Danny memutuskan untuk pamit begitu saja.
"Kemana?" tanya Adnan.
"Ada deh Kak, lo pasti tahu kan?" tebak Danny.
"Ya udah." Sepertinya Adnan sudah paham yang di maksud Danny.
Danny memilih meninggalkan mereka berempat, setelah adegan mengharukan tadi Danny sampai lupa waktu karena ia harusnya sudah pulang. Jadi ia memilih untuk bergegas pulang dari pada ia tidak pulang sama sekali walaupun hasilnya akan sama setelah ia sampai ke rumah.
Tak lama kemudian Danny sampai di rumah, rumah yang begitu mewah dengan harta yang katanya menciptakan kebahagiaan tapi apa itu rumah sesungguhnya Danny.
"DARIMANA AJA LO!" baru saja Danny membuka pintu, sudah di bentak seseorang.
"Maaf Kak," sesal Danny
"Maaf, maaf, gak sudi gue nerima maaf lo."
Danny tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia memutuskan untuk membukakan pintu karena rumah ini di kunci kebetulan kuncinya di pegang sama Danny, dan sekarang Danny terlambat pulang otomatis orang yang tadi di panggil kak jadi marah-marah.
"Pasti lo berhubungan sama yang namanya Adnan itu kan, berapa kali kakak larang ia itu anak pemabuk dan tinggal di daerah kumuh! Jangan sesekali deketin atau berteman dengan dia, kalo masih gini Kakak gak akan segan-segan hubungi Ayah," ancam nya.
Danny hanya diam.
"Sekarang masuk kamar dan jangan keluar rumah lagi," titah kakaknya.
Danny pasrah dan mulai masuk kamar namun anehnya sang kakak juga masuk dan dengan gerak cepat kakaknya itu mengambil gitar dan ponsel Danny lalu berlari keluar kamar dan mengunci Danny.
"Kak! Kakak! Kak Aldan, balikin ponsel sama gitar Danny."
"Kak! Please kak, jangan di ambil kak bukain kak, buka."
Akan tetapi pintu ini tetap dikunci dan teriakan Danny tidak digubis oleh Aldan setelah mengunci adiknya itu ia langsung pergi entah ke mana.
Danny menghentikan teriakannya karena percuma kakaknya sudah pergi meninggalkannya karena ia sudah tidak bisa mendengar langkah kaki kakaknya itu. Dengan pasrah Danny hanya bisa duduk di pintu itu sambil merasakan sakit akibat perlakuan kakaknya itu.
Sebenarnya Danny sudah terbiasa terkurung di sini tapi karena ada dua benda itu yang membuat dirinya bersemangat ada di kamar karena bisa menghabiskan waktunya sampai benar-benar kakaknya itu membukakan kunci kamarnya, tapi sekarang kedua benda itu diambil dan Danny tidak bisa melakukan apa-apa kecuali hanya bisa menunggu.
Danny mulai memeluk lututnya, menenggelamkan wajahnya jujur ia bingung harus berbuat apa.
Akan tetapi pikiran Danny malah tertuju kepada bayangan tadi dimana kedekatan Rafi, Ariel dan Zayn tercipta disana.
"Kapan kakak gue bisa baik sama gue, gue pengen kayak Zayn yang menyayangi Rafi walaupun mereka baru ketemu setelah beberapa tahu. Tapi mereka saling menyayangi, tapi kenapa Kak Aldan malah seperti ini," ungkap Danny berlinang air mata.
Tidak ada yang di lakukan oleh Danny hingga magrib menjelang sampai akhirnya Danny mendengar suara motor kakaknya keluar dari rumah. Danny berlari menuju jendela kamarnya dan melihat sang kakak yang baru saja keluar.
Seharusnya Danny bisa saja keluar dari rumah ini lewat jendela kamar yang kebetulan posisi berada di lantai dua.
"Dan...."
"Danny!"
Dani mendengar suara samar-samar ketika ia melihat ke arah jendela, awalnya Danny berpikir bahwa itu hanyalah perasaannya saja tetapi lama-kelamaan suara itu makin lama makin besar dan itu membuat Danny semakin penasaran.
"Danny! Danny!!"
Danny memutuskan membuka jendela, sudah suaranya memanggilnya terdengar jelas hingga ia menengok ke arah sumber suara dan terlihat seseorang di bawah sana.
"Kak Adnan?" tanya Danny
"Danny, lo gapapa kan?" Adnan memastikan keadaan Danny.
Danny hanya menggelengkan kepala. Dan di sana Adnan malah membawa sebuah tangga yang memang tidak akan pernah sampai ke tempat di mana Dani sekarang berada.
"Mau ngapain kak?" heran Danny.
Adnan melakukan aksinya dia terus menaiki tangga itu walaupun ia tahu tangganya itu tidak akan pernah sampai.
"Ini makanan buat lo. Gue tahu lo belum makan kan?" tanya balik Adnan.
"Iya sih kak. Tapi gimana caranya? Kan gak sampai," bingung Danny
Adnan juga bingung karena memang jarak mereka masih terlalu jauh. Hingga akhirnya Danny terpikirkan ide lain, jadi ia membuat katrol dari selimut.
"Ikat aja makanannya!" teriak Adnan
Tahu dengan ide Danny, Adnan mengangguk lalu ia segera melakukan semua itu hingga makanan selamat ke tangan Danny.
***