Menangis dalam sunyi, lalu dalam waktu Yaang berdekatan memasang bahagia di balik getir yang sejak lama telah terukir yang masih terasa berbolak-balik.
Kita memang sedang tidak adu kecepatan bagi siapa yang paling cepat sampai di puncak.
Saat mendaki Gunung, nikmatilah perjalanannya, jika lelah berhentilah sejenak. Di tengah-tengah berjeda, lihatlah ke bawah untuk merasakan betapa hebatnya dirimu bisa berdiri di separuh jalan perjuangan dan doa mu.
Lalu cobalah untuk menatap ke atas sana, untuk mengikat sisa tekad yang kuat.
Sampainya di puncak, takut, risi yang menyusup ke dalam jiwamu pun mengaku kalah dan bersujud haru biru pada semangatmu.
Pekerjaan yang Adinda miliki itu tidaklah mudah, akan tetapi banyak pemuda-pemudi yang menginginkannya. Banyak juga lowongan pekerjaan di tempat dirinya bekerja itu. Mengais rezeki tak tentu waktu untuk berhenti sesaat, dia harus menggapai targetnya agar dia bisa merebahkan tubuhnya yang lelah yang melayang di atas sepeda motornya, lalu mendapatkan bonus yang tak seberapa akan tetapi mampu membuat hatinya terasa tenang.
"Percaya deh, kamu enggak akan kuat. Yah bukannya aku enggak mau bantu sesama pejuang beban di keluarga. Pekerjaan ini bisa bikin nyawa kamu melayang!" ucap Adinda pada Gemi dengan sedikit penekanan. Nenek Mirah yang baru saja keluar dari pintu rumah, dan berdiri di dekat Gemi itu terkejut mendengarnya.
"Jadi, aku harus percaya yah!" sahut Gemi membuat Adinda menganggukkan kepalanya cepat, "Tapi aku penasaran deh, kenapa kamu bilang kalau pekerjaan kamu ini bisa bikin nyawa melayang?"
"Ya bayangkan saja, aku harus cari sampai dapat tuh nasabah. Kalau enggak, aku enggak bakal bisa balik ke kantor, meski jam menunjukkan pukul 12 malam! Dan hari ini, jangankan dapat nasabah, melihatku saja orang-orang sekarang pada berlarian pergi!" jelas Adinda murung.
Nenek Mirah memetik jari jempol dan tengah yang disatukan, hingga berbunyi nyaring, Gemi dan Adinda kompak menatap aneh wanita tua itu sambil mengernyitkan dahi.
"Dinda, saya mau jadi salah satu dari nasabah kamu. Bagaimana?" ucap Nenek Mirah dengan sumringah membuat Gemi mengaga lebar. Lalu beranjak dari bangku kayu teras itu dan menarik tangan sang nenek untuk sedikit menjauh dari Adinda.
"Buat apa, Nek? Apa selama Nenek tinggal di sini merasa kurang dengan pemberian dari Ibu dan Bapak yah?" tanya Gemi menyipitkan mata dengan kedua alis yang menyatu,"Tolong Nenek jawab jujur yah!"
Nenek Mirah menghela napas pelan, seraya memapang senyum manis pada cucunya di hadapannya itu.
"Nenek ingin membuka warung kecil-kecilan di teras rumah ini. Lalu kamu yang akan menjadi kasir dalam bisnis kamu sendiri!" jawabnya tersenyum lebar, Gemi terperangah mendengar pernyataan dari sang nenek, "Kamu tentu setuju, kan?" Alis Nenek Mirah mengangkat bersama-sama.
"Setuju sih, Nek. Tapi gimana Ibu dan Bapak? Usaha Nenek buat buka warung yang waktu itu belum bisa diterima sama Ibu dan Bapak. Apalagi mereka sampai tahu, kalau Nenek mau buka warung cuma buat aku!" jelas Gemi muram.
"Kalau kamu yakin, percaya sama diri sendiri bahwa kamu mampu. Ibu dan Bapak kamu pasting akan dukung! Rintangan itu akan selalu ada Gem, tetapi rezeki juga musibah tidak akan datang secara bersamaan!"
Gemi menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis. Nenek Mirah pun berjalan menghampiri Adinda, dan meminta selembar kertas itu untuk dipahaminya. Setelah itu, Nenek Mirah pun harus memberi lambang nama sebagai barang bukti telah menyetujui sebagai nasabah baru di PT. KAS
Akhirnya, Adinda bisa bernapas lega, dan bisa tidur dengan nyenyak. Sebab hari ini dia akan pulang ke rumah lebih cepat dari hari-hari sebelumnya. Dia sangat berterima kasih pada Gemi yang enggan berlari, tetapi bersedia menyambut kehadirannya. Tak lupa pula untuk mengucapkan rasa terima kasihnya pada Nenek Mirah, karenanya malam ini tak akan menjadi kelelawar yang buta untuk kembali ke tempatnya singgah. Adinda pun pamit untuk pergi, untuk membuat laporan akhir ke kantornya. Dan segera akan memberitahu soal uang cair dana dari KAS.
"Ini yang namanya simbiosis mutualisme paling tokcer. Sama-sama untung!" ucap Nenek Mirah meringis, "Semoga usaha warung kita bisa lancar dan selalu laris manis!"
"Aamiin ya Allah!" sahut Gemi dengan lantang.