Loading...
Logo TinLit
Read Story - Tic Tac Toe
MENU
About Us  

Kikan menghela napas lega ketika kaki kanannya berada di luar pintu rumah. Perasaan bebas dan tenang ia rasakan karena takada lagi suara sumbang yang memenuhi pendengarannya. Ia mencengkeram kuat kedua tali tasnya dan berjalan dengan percaya diri menuju mobil yang sudah menunggu untuk mengantarnya ke sekolah.

Di dalam mobil, sopir pribadi bernama Aji tersenyum menjijikkan ke arahnya. Seperti biasa, Kikan mengabaikan dan hendak masuk ke mobil. Akan tetapi, tetapannya terhenti pada sosok yang berada di seberang jalan. Lelaki yang bernama Kaelan melambaikan tangannya dan tersenyum manis. Kikan takacuh dan segera masuk ke mobilnya.

"Neng Kikan hari ini cantik banget. Udah sarapan, Neng? Atau mau sarapan bareng saya? Kebetu—"

"Ada jaminannya?"

"Eh? Maksudnya, Neng?"

Aji terlihat kebingungan. Sebulan yang lalu ia resmi menjadi sopir pribadi keluarga Kikan, tetapi baru sekarang ia mendengar suara gadis itu. Nadanya sangat dingin dan mengerikan. Berbeda dengan wajahnya yang ayu, manis, dan lemah.

"Jalan aja, Mang. Saya enggak lapar."

Nyatanya Kikan tidak mampu mengeluarkan kata-kata menyakitkan untuk orang lain. Tadinya ia berniat untuk menolak tawaran sopirnya dengan kasar, mengingatkan perbedaan kasta mereka. Namun, ia tidak bisa bersikap jahat. Tak kuasa.

Sejak Aji menjadi sopir terbarunya, ia merasa risi setiap saat. Kadangkala sengaja menghindari sopirnya itu dengan berangkat lebih awal dan pulang mengendap-endap agar tidak ditemukan Aji. Lelaki berumur 30 tahunan itu tidak seperti sopir-sopir sebelumnya. Ia tergolong muda dan terlihat sangat menakutkan. Sorot matanya yang seringkali 'nakal', memberi peringatan untuk Kikan agar bisa menjauhinya.

Sementara itu, Aji melupakan rasa penasarannya, berganti dengan senyuman senang. Sesekali ia melirik Kikan dari kaca spion. Gadis itu lemah dan mudah ditindas. Ia tersenyum tipis, penuh misteri.

***

Kikan tiba di depan gerbang sekolah. Baru saja hendak turun, Aji menahannya dan berkata bahwa ia akan membukakan pintu untuk Kikan. Tak bisa menolak, Kikan hanya diam.

Bukannya merasa diistimewakan, Kikan makin tak nyaman. Aji sengaja menyentuh tangannya, mencium punggung tangannya sedikit lama dan memberi senyuman yang lagi-lagi menggelikan. Kikan segera menarik tangannya dan berjalan cepat memasuki area sekolah. Ia bahkan tidak berani menoleh ke belakang.

Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya, membuat Kikan refleks berlari ketakutan. Namun, orang itu berhasil menahan tangannya.

"Hei, Kikan. Ini aku, Kaelan."

Kikan menghela napas lega saat melihat sosok Kaelan di depannya. Ternyata bukan Aji.

Melihat wajah Kikan yang tampak pucat, Kaelan mengulurkan tangannya hendak memeriksa apakah Kikan demam atau tidak, tetapi gadis itu memundurkan langkahnya.

"Kamu sakit?" tanya Kaelan tampak khawatir. Kikan menggeleng seraya menunduk.

"Udah makan?" tanya Kaelan lagi.

Kali ini Kaelan menaikkan dagu Kikan agar menatapnya. Ia sampai mengerutkan kening melihat ekspresi Kikan. Apa ia semenakutkan itu?

Kikan menatap dalam mata Kaelan dan menemukan kehangata. Orang ini baik. Ia menggeleng, padahal sebelumnya berniat berbohong dan segera meninggalkan Kaelan. Namun, ia ingin 'diperhatikan'.

"Ini aku bawa sandwich. Buat kamu."

Kaelan mengeluarkan sebuah kotak makanan dari dalam tasnya. Sementara itu, Kikan mengerutkan kening ketika Kaelan meletakkan kotak makanan itu di tangannya. Lelaki itu hadir di saat yang tepat, seolah tahu keresahannya. Dewasa ini, bukankah jarang sekali siswa kelas 2 SMA, terutama kaum Adam membawa bekal ke sekolah?

Dari kalimat Kaelan, apakah lelaki itu sengaja membawa bekal untuknya?

"Kamu ...." Kikan mengeluarkan suara, tetapi kalimat selanjutnya tertelan kembali.

"Kenapa?"

"Terima kasih."

Kaelan tersenyum, sangat manis. Dipastikan gadis mana pun yang melihatnya akan jatuh hati. Seketika Kikan panik. Bagaimana jika teman sekelasnya melihat ini? Apa mereka akan mem-bully-nya hari ini? Selalu ada alasan di balik perundungan. Hal-hal sepele saja membuatnya tersiksa, apalagi jika mereka melihatnya berteman dengan orang lain. Mereka tidak akan membiarkannya.

Melihat kepanikan di mata Kikan, Kaelan hendak menyentuh gadis itu. Akan tetapi, Kikan dengan cepat menghindar. Sebelum salah satu teman kelasnya melihat mereka, ia harus segera pergi. Dengan langkah terburu-buru, Kikan segera meninggalkan Kaelan. Di perjalanan menuju kelas, Kikan membelokkan langkah ke gudang sekolah. Di sana sepi dan ia bisa menikmati makanannya.

Jika ia masuk ke kelas, takada kesempatan untuknya mengisi perut. Setiap jam istirahat, ia akan disuruh ini-itu hingga waktunya berakhir. Pernah membawa bekal, tetapi mereka merebut bekalnya dan menghabiskan dalam sekejap.

Kikan menyandarkan tubuhnya di depan pintu gudang. Tiba-tiba ia mendengar suara keras, seperti ada yang jatuh dari dalam gudang. Perasaannya tidak keruan. Ia telah mendengar tentang hantu gudang sekolah, tetapi ia mengabaikannya. Ia sudah biasa dikurung di sana, tetapi tak pernah ada kejadian mistis. Namun, hari ini ....

Beruntungnya Kikan telah menghabiskan sepotong sandwich-nya. Buru-buru ia melangkah cepat pergi dari sana. Tanpa disadari, ada cairan kental berwarna merah yang mengalir dari celah pintu gudang.

***

Seperti biasa, Kikan berdiri sebentar di depan pintu kelas sebelum masuk. Ia menyiapkan mental, mungkin di atas pintu ada seember air yang akan mengguyurnya atau mungkin tepung. Namun, ada yang ganjal hari ini. Ia merasa, sepertinya sesuatu yang besar akan muncul.

Dengan pelan, ia membuka pintu kelas. Benar saja, lirikan sinis mengarah padanya. Perundungan yang menurutnya lebih baik adalah seperti ini, ketika ia diabaikan. Namun, ternyata tidak. Mereka masih belum bisa melepaskan kebiasaan itu.

Seseorang mengulurkan kakinya dengan sengaja, membuat Kikan tersandung dan jatuh ke lantai. Suara tawa menggema. Kikan bangun dan melirik orang yang membuatnya jatuh. Chelsea.

Kikan duduk di kursinya, tetapi ketenangan juga belum berpihak padanya. Chelsea dan kedua temannya datang. Gadis itu tiba-tiba menarik tasnya, hampir putus. Seperti biasa.

"Jadi sekarang udah punya temen? Enak ya lo?"

Seperti dugaan, Chelsea mungkin melihat saat Kaelan memberinya bekal. Ia terlihat marah, bukankah karena kecemburuan?

Seluruh isi tas Kikan dikeluarkan. Kotak bekal ditemukan. Chelsea mengambilnya dan melempar tas yang telah kosong ke wajah Kikan.

"Sandwich? Gimana rasanya punya temen baru? Kenapa gak jawab? Ah, lo ternyata posesif ya? Enggak mau kenalin temen baru ke gue. Bukannya teman lo juga temen gue?" sinis Chelsea.

Dulu, mungkin ia akan menjawab "ya". Namun, sekarang, mereka adalah musuh satu sama lain. Mengingat hal itu, Kikan merasa marah. Ia seperti ini karena wajah sok polos Chelsea. Ia dibenci semua orang karena Chelsea. Kenapa gadis itu tidak mati?

"Berani lo pelototin gue?!" Chelsea marah. Jika sudah begini, ekor-ekornya yang lain akan turun tangan. Kikan menjerit ketika rambutnya dijambak Siska.

"Kenapa gue gak berani?" Ada nada gemetar di kalimatnya. Kikan memberanikan diri, tetapi ia malah mendapat tamparan.

"Karena lo emang gak berani."

Benar seperti kata Chelsea. Kikan menyesali ucapannya dan nyalinya semakin menciut. Di bawah meja, tangannya mengepal erat. Akhirnya, ia hanya bisa menyakiti diri sendiri.

"Kalau lo ber—"

"Chelsea!"

Ketua kelas tiba-tiba muncul. Ia terlihat ngos-ngosan dengan wajah panik. Kikan sadar, hari ini ada yang berbeda. Kelas belum dimulai sejak 30 menit yang lalu. Padahal biasanya Bu Rona datang tepat waktu. Ke mana gurunya itu?

"Apa?" tanya Chelsea berubah menjadi gadis lugu.

"Bu Rona belum datang ke sekolah. Guru-guru juga pada bingung. Lo yakin gak tau ke mana nyokap lo hari ini?"

Kening Chelsea mengerut. "Semalam nyokap gue ditelepon seseorang dan langsung ke sekolah. Gue kira, nyokap mungkin nginap di rumah—"

Chelsea tahu, di dalam ucapannya terdapat keambiguan. Takada yang tahu tentang sisi gelap Bu Rona selain Chelsea dan Kikan. Bu Rona tak hanya merayu ayah Kikan, tetapi juga lelaki lain. Chelsea tak mungkin membeberkan aib ibunya sendiri. Ia kehilangan kata-kata.

"Lo gak merasa aneh? Nyokap lo ilang semalaman. Apa gak ada kabar apa pun?"

Chelsea menggeleng. Raut Ares terlihat aneh. Tiba-tiba seorang lelaki muncul di depan kelas dan berteriak membuat keributan di koridor.

"Ada orang bunuh diri! Bu Rona bunuh diri di gudang!"

Dddrt!

Kikan merasa smartphone di sakunya bergetar. Sebuah notifikasi masuk. Diam-diam ia melirik layar smartphone-nya.

Mission complete.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cerita Cinta anak magang
552      345     1     
Fan Fiction
Cinta dan persahabatan, terkadang membuat mereka lupa mana kawan dan mana lawan. Kebersamaan yang mereka lalui, harus berakhir saling membenci cuma karena persaingan. antara cinta, persahabatan dan Karir harus pupus cuma karena keegoisan sendiri. akankah, kebersamaan mereka akan kembali? atau hanya menyisakan dendam semata yang membuat mereka saling benci? "Gue enggak bisa terus-terusan mend...
40 Hari Terakhir
797      540     1     
Fantasy
Randy tidak pernah menyangka kalau hidupnya akan berakhir secepat ini. Setelah pertunangannya dengan Joana Dane gagal, dia dihadapkan pada kecelakaan yang mengancam nyawa. Pria itu sekarat, di tengah koma seorang malaikat maut datang dan memberinya kesempatan kedua. Randy akan dihidupkan kembali dengan catatan harus mengumpulkan permintaan maaf dari orang-orang yang telah dia sakiti selama hidup...
My First love Is Dad Dead
55      52     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
Monologue
615      426     1     
Romance
Anka dibuat kesal, hingga nyaris menyesal. Editor genre misteri-thriller dengan pengalaman lebih dari tiga tahun itu, tiba-tiba dipaksa menyunting genre yang paling ia hindari: romance remaja. Bukan hanya genre yang menjijikkan baginya, tapi juga kabar hilangnya editor sebelumnya. Tanpa alasan. Tanpa jejak. Lalu datanglah naskah dari genre menjijikkan itu, dengan nama penulis yang bahkan...
Surat Terakhir untuk Kapten
615      445     2     
Short Story
Kapten...sebelum tanganku berhenti menulis, sebelum mataku berhenti membayangkan ekspresi wajahmu yang datar dan sebelum napasku berhenti, ada hal yang ingin kusampaikan padamu. Kuharap semua pesanku bisa tersampaikan padamu.
Asa
4761      1421     6     
Romance
"Tentang harapan, rasa nyaman, dan perpisahan." Saffa Keenan Aleyski, gadis yang tengah mencari kebahagiaannya sendiri, cinta pertama telah di hancurkan ayahnya sendiri. Di cerita inilah Saffa mencari cinta barunya, bertemu dengan seorang Adrian Yazid Alindra, lelaki paling sempurna dimatanya. Saffa dengan mudahnya menjatuhkan hatinya ke lubang tanpa dasar yang diciptakan oleh Adrian...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
779      528     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
The Red Eyes
24022      3759     5     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
Simfoni Rindu Zindy
781      554     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
Dimension of desire
232      192     0     
Inspirational
Bianna tidak menyangka dirinya dapat menemukan Diamonds In White Zone, sebuah tempat mistis bin ajaib yang dapat mewujudkan imajinasi siapapun yang masuk ke dalamnya. Dengan keajaiban yang dia temukan di sana, Bianna memutuskan untuk mencari jati dirinya dan mengalami kisah paling menyenangkan dalam hidupnya