12 Januari 2025
Langkah kaki menggema di sebuah lorong koridor yang tampak sepi. Tatapannya sayu, badannya membungkuk, menggenggam erat tali tasnya. Walau belum ada orang yang datang ke sekolah sepagi ini, rasa takut tetap menyelimuti hatinya. Langkahnya terhenti di depan kelas dengan tulisan ‘XI MIPA 1’. Membuka pintu, lalu berjalan ke arah bangku paling ujung. Diambilnya buku novel dari dalam tasnya, lalu tenggelam bersama tiap cerita pada alurnya.
Waktu terus berjalan, murid-murid mulai berdatangan. Genggaman pada bukunya semakin erat.
BRAKK!
“Woi! PR gue udah lo kerjain kan?”
Gebrakan meja dari seseorang di hadapannya membuatnya semakin kalut. Dengan gemetar ia meraih buku dari dalam tasnya lalu menyerahkan pada seseorang di hadapannya. Setelahnya orang tersebut berlalu tanpa mengucap sepatah kata apapun.
Beginilah yang ia rasakan tiap harinya. Ketakutan, gelisah, dan waspada. Ketika semua orang datang ke sekolah dengan riang bahagia, dia sebaliknya. Berusaha mati-matian menghindari orang-orang. Lebih tepatnya tatapan merendahkan dari mereka.
Aksana Praditya. Nama yang indah, tapi tidak dengan kisah hidupnya. Dari kecil, ia tak pernah merasakan kasih sayang, kehangatan, atau perhatian dari keluarganya. Ayahnya adalah seorang direktur perusahaan ternama. Ibunya adalah seorang pemilik butik terkenal di salah satu kota. Orang-orang memandang keluarganya sangat sempurna dan bahagia. Tapi, mereka tidak tahu apa yang terjadi dalam keluarga yang berlabel ‘cemara’ itu.
“Selamat pagi, anak-anak.” Seorang guru wanita memasuki kelas tanda pelajaran akan dimulai. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Di belakang guru tersebut terlihat seseorang yang nampak asing.
“Seperti yang kalian lihat, hari ini kalian kedatangan teman baru. Ayo Nak, perkenalkan dirimu.”
Seseorang yang berdiri di sebelah guru tersebut tersenyum manis, lalu memperkenalkan dirinya.
“Hallo semuanya, perkenalkan nama saya Zaki Putra Anggara, biasa dipanggil Zaki. Saya pindahan dari Kota Surabaya. Salam kenal semuanya.” Mendengar suara yang lembut itu membuat para siswi memekik tertahan.
“OMG!! Ganteng banget please …”
“Bisa nggak kita langsung jadian aja huwaaa …”
“Huwaa gue rela putus kalo gini mah, jadi yang kedua pun gue rela bangetss ”
“ Sudah-sudah jangan ribut, nanti kalian bisa kenalan lagi pada jam istirahat, sekarang kita mulai pelajarannya. Nak Zaki, silakan duduk di bangku yang kosong.”
“Baik Ibu terimakasih.” Zaki mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Tatapannya terpaku pada seseorang yang dari tadi menundukkan kepalanya. Ia sedikit ‘tertarik’ dengan seseorang itu. Pasalnya, saat semua orang memperhatikannya, hanya dia yang terus menunduk. Ia pun berjalan menuju bangku pojok belakang. Para siswa di kelas itu mengerut bingung,
“Kenapa Zaki milih duduk sama si aneh itu sih.”batin mereka.
“Hai, boleh duduk sini?” Sekilas Zaki melihat cowok itu tersentak kaget, lalu setelahnya ia mengangguk ragu. Zaki pun dengan senang hati duduk di sebelah cowok yang belum ia ketahui namanya.
“Emm gue Zaki.” Tangannya terulur berniat untuk mengajak kenalan, namun setelah beberapa detik tangannya dibiarkan menggantung. Sekilas ia menoleh pada name tag cowok tersebut.
”Aksana Praditya, nama yang bagus. Mungkin dia pemalu, jadi nggak nanggepin omongan aku,” batinnya.
Setelahnya, ia kembali memperhatikan ke depan untuk mengikuti pembelajaran.
Kringg !!
Bel istirahat telah berbunyi, para siswa berbondong-bondong untuk pergi ke kantin. Begitupun anak-anak cewek di kelas XI MIPA 1 yang langsung menghampiri meja Zaki.
“Zaki, ke kantin bareng yuk.” Cewek dengan bando pink menghampiri Zaki dengan berbinar.
“ Ih apaan sih, Zaki itu mau ke kantin bareng gue, iyakan Zaki.” Selanjutnya cewek berkucir kuda tak ingin kalah, dengan berani ia menarik tangan Zaki untuk ikut bersamanya.
Dan keributan pun tidak bisa dicegah. Zaki yang merasa muak pun mencoba menenangkan semuanya.
“Maaf ya teman-teman gue ke kantinnya nanti aja deh kayaknya, kalian duluan aja nggak papa.”
Seketika mereka pun mendesah kecewa lalu meninggalkan kelas. Kemudian Zaki menoleh ke arah teman sebangkunya yang masih tetap dalam keadaan diam dan menunduk walau tadi ada kericuhan sekalipun.
“Aksa, mau kantin bareng nggak?”
Dapat ia lihat tubuh Aksa menengang, lalu setelahnya menggelengkan kepalanya. Zaki sedikit heran, namun setelahnya ia menggangguk.
“ Yaudah gue ke kantin duluan ya,” ucapnya, lalu pergi meninggalkan kelas menuju kantin.
Setelah tubuh Zaki tidak terlihat, Aksa mengangkat kepalanya. Semua perlakukan Zaki kepadanya terasa asing dan membuatnya takut. Ia tidak bisa mencerna apa yang terjadi. Namun, yang bisa ia lakukan sekarang adalah selalu waspada. Ia tidak tahu apakah Zaki sama seperti teman-temannya yang lain atau mungkin dia berbeda.
Sementara itu di kantin.
Zaki berjalan menuju salah satu stand makanan. Ia teringat Aksa, mungkin ia akan membelikan makanan juga untuk Aksa. Saat berjalan, tiba-tiba seseorang yang ia ingat temen sekelasnya menghampirinya.
“Hai bro! Kenalin gue Alex. Kita temen sekelas, you know?” Cowok yang bernama Alex itu mengulurkan tangannya berniat ingin berkenalan. Tanpa pikir panjang Zaki menyambut uluran tangan tersebut. “Gue Zaki,” ucapnya sambil tersenyum.
“Oiya sebelumnya gue mau tanya, kenapa lo mau duduk di sebelah cowok cacat mental itu?”
Sontak perkataan Alex tersebut membuat Zaki terdiam.
“Cacat mental?”batinnya.
“Maksud lo?” tanyanya memastikan lagi pada Alex.
Alex tersenyum remeh. “Iya, dia itu cowok aneh, cacat mental. Satu sekolah udah tau dia pernah teriak-teriak sendiri, nangis sendiri kaya orang gila. Makannya lo jangan deket-deket sama dia nanti lo ketularan anehnya hahahaha.” Alex berserta teman-temannya tertawa keras. Namun Zaki hanya diam. Pikirnya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.
“Sorry gue duluan ya.” Setelahnya Zaki berjalan cepat menuju kelasnya. Pikirnya dipenuhi dengan beberapa pertanyaan mengenai apa yang terjadi pada teman sebangkunya itu.
Sesampainya di kelas, ia langsung berjalan menuju bangkunya. Dapat ia lihat, Aksa yang tadinya membaca buku dengan tenang kini semakin menundukkan kepalanya.
“Roti buat lo.”
Seketika Aksa mendongak, menatap seseorang di depannya dengan bingung. Matanya menatap sebuah roti yang disodorkan kepadanya.
“Ck, ayolah setelah lo nggak balas salam perkenalan gue, lo juga nggak mau nerima pemberian gue? Btw ini roti halal, nggak kadaluarsa, dan pastinya nggak beracun. Jadi tolong diterima.” Meski awalnya sempat ragu tapi akhirnya Aksa memberanikan diri untuk menerima roti tersebut.
“Terima kasih,” jawabnya lirih.
Zaki hanya menganggukkan kepalanya maklum, “Yoi sama-sama.”
Setelahnya, mereka bergelut dengan pikiran masing-masing. Tentang pertanyaan di masing-masing benak mereka.