Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sebelah Hati
MENU
About Us  

 

 “Gimana, Naya?” Sebuah suara mengagetkanku. Alfian tampak cukup berantakan. Kemejanya bahkan sudah keluar dari celana hitam.

“Kok udah sampai?” Padahal baru beberapa menit yang lalu, Alfian bilang masih di jalan.

“Kebetulan dekat sama lokasi meeting. Gimana keadaan istrinya Redho? Redho udah sampai kan?” tanyanya, tampak bingung.

“Kak Redho datang tepat waktu sebelum dibawa ke ruang operasi. Operasinya lancar. Bayinya perempuan sehat. Tapi emosi Mbak Rika belum stabil. Masih histeris. Masih di temani Kak Redho dan Mama di dalam.”

Alfian menghela nafasnya. “Syukur alhamdulilah. Aku sudah was was. Karena ingat masa lalu.”

Deg. Aduh. Kenapa aku mengingatkan Alfian ya? Bukankah Ibunya Rifa meninggal saat melahirkan Rifa?

“Ma, maaf, Al… aku tak bermak-“

Tiba-tiba saja Alfian terduduk di sampingku. “Bukan salahmu, Naya. Bisa dibilang aku trauma. Tapi aku harus melawan trauma itu sekarang.” Alfian memejamkan mata, memegangi kepalanya, seperti frustasi. Terdiam lama. Aku bingung harus bagaimana.

“Al,” bisikku. “Jangan dilawan. Biarkan saja. Jangan terbawa arusnya. Jangan larut dalam kesedihan itu.” Tanganku entah bagaimana, sudah digenggamnya.  

“Naya… “ Ia menatapku dalam, ada kesedihan disana. Kesedihan usang yang tersembunyi di relung terdalamnya. Dibalik senyumnya. Ia berusaha menahan diri terbawa arus kesedihan.

“Alfian.” Suara Praja.

“Eh, kamu juga disini?” Alfian berdiri begitu saja. Terlihat canggung. Dan kaget.

“Iya, aku diminta menemani Aya tadi.” Praja melirikku.

“Aku ke dalam dulu.” Aku kabur dari mereka. Disaat perasaanku larut dalam tatapan Alfian.

 

>.<

 

“Heh, kamu itu gimana, Kanaya?” tanya Kak Redho. Saat Mbak Rika sudah tidur. Aku menemani di kamar rawat inap. Mama dan Papa sudah pulang sejam lalu.

“Gimana apanya?”

Kak redho geleng kepala. “Dua laki-laki kamu anggurin di luar sana.” Sembari menunjuk kearah luar kamar.

“Kok aku?” protesku.

“Lha memang kan. Mereka kemari bukan karena Kakak. Tapi karena kamu. Akuilah itu. Selesaikan saja. Pilih satu.”

“Kak, apaan sih. Ini rumit.”

“Kakak tahu, kamu itu suka Praja dari lama. Tapi lihat sendiri bagaimana pelik kehidupannya. Alfian pun sama. Sudah punya anak juga. Tak kalah pelik. Tapi ini hidupmu. Kakak tak akan ikut campur. Apapun yang terbaik.” Panjang lebar Kak Redho ceramah. Apa aura kebapakannya muncul ya? Makanya jadi sok bijaksana begini?

“Aku engga tahu, Kak.”

Kak Redho bangkit dari sofa, menuju pintu kamar. “Biar Kakak usir mereka.”

 

>.<

 

Hanna Farani Lukman. Nama cantik untuk keponakan cantikku. Kulitnya putih, hidungnya bangir, bibirnya merah mungil. Matanya tertutup rapat. Aku malah larut dalam gendongannya.

“Menghayati sekali nggendongnya, Nay,” ujar Mbak Rika. Sembari tersenyum kecil. Mbak Rika sedang makan pagi, makanya saat perawat membawa baby Hanna, aku yang kebagian menggendongnya. Kak Redho sedang pulang ke rumah. “Udah kepingin, Nay?” tanya Mbak Rika. Matanya jenaka.

Alhamdulilah sindrom Mbak Rika kemarin sudah hilang.

“Apaan, Mbak.” Sungutku.

“Kok engga ngantor?”

“Ijin masuk siang, Mbak. Mama ke klinik sebentar tadi. Habis itu langsung kesini.”

“Mama kenapa?”

“Cek rutin aja, Mbak. Don’t worry. Gimana rasanya jadi ibu, Mbak?”

Mbak Rika tersenyum. Mengelus Hanna penuh sayang. “Amazing, Nay. Sekaligus aneh tau engga, Nay?” Mbak Rika malah terkekeh. “Bayangin aja, tadinya ada di perut, trus tiba-tiba udah bisa digendong.” Matanya berkaca-kaca. Tentu sangat mengharukan ya.

“Selamat ya Mbak, udah jadi ibu,” ucapku tulus.

“Makasih, Nay. Makanya, cepatlah nyusul. Biar Hanna punya teman.” Mbak Rika malah terbahak.

“Nyusul sama siapa, Mbak?” sungutku.

“Halah, yang mana aja, terserah kamu. Pilih satu tapi, jangan dua-duanya.” Mbak Rika terkikih.

Aku mendelik. “Ah, Mbak Rika nih, sama aja kayak Kak Redho deh.”

“Bener deh, Nay. Sudah saatnya kamu butuh suami. Mungkin kamu engga tahu, tapi Mas Redho sering curhat macam-macam soal kamu. Tentu saja, jadi kakak laki-laki yang punya adik perempuan itu cukup berat.”

“Curhat apa, Mbak?” tanyaku penasaran.

“Ya macem-macem, Nay. Sejak dulu deh. Waktu masih kuliah. Diam-diam Mas Redho itu memproteksi kamu. Dia juga tahu kamu ada rasa sama Praja sejak lama. Dan belum lama ini, aku denger sendiri, di telepon, Mas Redho mengancam Praja. Katanya, kalau cuma main-main, lebih baik menjauh saja.”

Aku terhenyak. Bersamaan dengan baby Hanna yang menangis. Langsung diambil alih Mbak Rika dan disusui. Tekniknya sudah diberitahu perawat tadi. Dan ternyata langsung bisa dipraktekkan dengan sukses. Terbukti dengan Hanna yang langsung tenang kembali.

Aku masih terkaget. Benarkah Kak Redho sampai bicara begitu?

 

>.<

 

Perkataan Mbak Rika jelas membuatku tak karuan. Sampai telepon Praja tak kuangkat.

“Kenapa, Nay?” tanya Sasi. Menggeser tempat duduknya kearahku. Dan ikut diam melihat panggilan Praja yang masih berlangsung. “Kenapa engga diangkat?”

“Kamu tahu, tadi Mbak Rika bilang, Kak Redho pernah mengancam Praja.” Aku menoleh padanya.

“Maksudnya?”

“Kak Redho tahu bagaimana perasaanku pada Praja. Dan mungkin tahu kacaunya aku kemarin. Padahal aku tak cerita. Tapi mungkin Kak Redho tahu itu. Sampai mengancam Praja. Katanya kalau engga serius, mending menjauh aja.”

“Hah? Dan Praja masih ndeketin kamu, Nay? Bahkan kerja di lantai atas. Apa itu artinya dia… ” Sasi tak menyelesaikan kalimatnya. Malah membekap mulutnya.

“Apa Sas?” tanyaku.

“Masa kamu engga tahu, Nay? Artinya kan dia memang engga main-main sama kamu.”

“Aku engga tahu, Sas. Bahkan aku masih engga yakin.” Aku menghela nafas. “Aku perlu menata hati.”

Take your time,” ujar Sasi, sembari menjauh.      

 

>.<

 

“Al?” Aku hampir kesandung. Saking engga percaya, siapa yang kujumpai di lobby. Wajahnya berantakan dan tampak lelah. Kemeja panjangnya sudah dilipat asal sampai siku. Ia bangkit dari sofa. Berjalan ke arahku. “Ada apa, Al? kok engga kasih kabar?”

“Bisakah kamu ikut denganku, Naya?” tanyanya putus asa.

“Kenapa, Al?” Ada yang aneh.

Alfian menyugar rambutnya. “Rifa sakit. Dia terus menangis.” Rautnya sungguh sedih.

“Rifa sakit apa?”

“Demam, sudah ke dokter juga. Tapi dia masih rewel. Dia mencarimu. Sampai aku juga Mama bingung dua hari ini.”

“Kenapa engga bilang, Al?” tanyaku.

“Bawa mobil?” tanya Alfian. Tanpa menjawab pertanyaanku.

Aku menggeleng. “Aku niat mau nyari taksi.”

“Ayo.” Kami berjalan kearah parkiran depan. “Aku sungguh engga enak kalau merepotkan kamu, Nay. Rifa memang manja begitu. “

 

>.<

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
The Call(er)
1377      822     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
HABLUR
651      344     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa!
529      218     11     
Humor
Didaftarkan paksa ke Kursus Kilat Jadi Orang Dewasa oleh ayahnya, Kaur Majalengka--si OCD berjiwa sedikit feminim, harus rela digembleng dengan segala keanehan bin ajaib di asrama Kursus Kilat selama 30 hari! Catat, tiga.puluh.hari! Bertemu puding hidup peliharaan Inspektur Kejam, dan Wilona Kaliyara--si gadis berponi sepanjang dagu dengan boneka bermuka jelek sebagai temannya, Kaur menjalani ...
Tic Tac Toe
386      312     2     
Mystery
"Wo do you want to die today?" Kikan hanya seorang gadis biasa yang tidak punya selera humor, tetapi bagi teman-temannya, dia menyenangkan. Menyenangkan untuk dimainkan. Berulang kali Kikan mencoba bunuh diri karena tidak tahan dengan perundungannya. Akan tetapi, pikirannya berubah ketika menemukan sebuah aplikasi game Tic Tac Toe (SOS) di smartphone-nya. Tak disangka, ternyata aplikasi itu b...
Segitiga Sama Kaki
587      414     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...
Kini Hidup Kembali
70      62     1     
Inspirational
Sebenarnya apa makna rumah bagi seorang anak? Tempat mengadu luka? Bangunan yang selalu ada ketika kamu lelah dengan dunia? Atau jelmaan neraka? Barangkali, Lesta pikir pilihan terakhir adalah yang paling mendekati dunianya. Rumah adalah tempat yang inginnya selalu dihindari. Namun, ia tidak bisa pergi ke mana-mana lagi.
Glitch Mind
45      42     0     
Inspirational
Apa reaksi kamu ketika tahu bahwa orang-orang disekitar mu memiliki penyakit mental? Memakinya? Mengatakan bahwa dia gila? Atau berempati kepadanya? Itulah yang dialami oleh Askala Chandhi, seorang chef muda pemilik restoran rumahan Aroma Chandhi yang menderita Anxiety Disorder......
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
120      107     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Premonition
546      343     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Hello, Me (30)
19254      939     6     
Inspirational
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...