Nilam memasuki aula dibantu Kak Kayla. Suara dendangan akapela yang merdu menggema di udara, seolah menyambut kedatangannya. Peserta yang memenuhi ruangan tampak menikmati lantunan mendayu yang dinyanyikan lima pria berbaju koko di depan aula. Wajah mereka terasa familiar di ingatan Nilam. Jelas saja, dia baru saja menggambar pengisi acara yang merupakan grup akapela alumni sekolah mereka, The Heart Voice. Bukan hanya satu, melainkan lima!
Kak Kayla mengajak Nilam duduk di bangku paling belakang yang sejajar dengan para panitia. Gadis itu meringis sesaat sambil mengulas senyum pada panitia yang menyapanya sambil menganggukkan kepala. Baru saja ia tubuhnya mendarat di kursi, tepuk tangan meriah menandai berakhirnya lagu. Ah, padahal ia ingin mendengarkan lebih lama lagi.
Pemandu acara bercakap-cakap dengan The Heart Voice seputar kenangan selama masa bersekolah. Pembawaan mereka yang ramah dan menyenangkan, bahkan sesekali menggumamkan candaan, membuat semua peserta tertawa. Suasana yang kemarin diisi dengan ketegangan, kini terasa lebih menyenangkan.
“Sekarang saatnya pemberian kenang-kenangan dari panitia LDKS yang akan diwakili oleh Ketua OSIS angkatan 47, Daniel Antares Hermawan!”
Kak Daniel dengan senyum mengembang maju ke hadapan para peserta. Di belakangnya, Kak Nida mengikuti dengan membawa nampan berisi pigura yang sudah diisi gambar karikatur buatan Nilam. Kakak kelas lain membawa parsel buah yang juga menjadi cenderamata untuk para pembicara. Para personil The Heart Voice tampak terkesima dengan pigura yang diserahkan Kak Daniel, kemudian saling berbisik dan tertawa saat membandingkan milik mereka. Di kursi, Nilam merasa mulas menantikan respon mereka.
“Ini bagus banget!” komentar personil akapela yang bertubuh paling tinggi. Matanya tampak berbinar saat mengamati wajahnya yang diabadikan dalam guratan pensil.
“Terima kasih, Kak. Ini buatan salah satu peserta LDKS ini,” sahut Kak Daniel dengan dada membusung. Padahal, bukan dia yang membuatnya.
“Oh, ya? Yang mana? Coba lihat, kali aja nanti mau bikinin lagi!” sambung temannya yang berambut kecokelatan.
Semua tertawa. Kak Daniel kini mengedarkan pandang ke arah peserta, kemudian berkata dengan lantang. “Talitha Nilam Pranaya, silakan berdiri!”
Jantung Nilam seolah berhenti berdetak. Semua mata terarah padanya. Keringat dingin memenuhi tubuhnya yang terasa lemas. Beruntung, Kak Kayla membantunya hingga dengan senyum kaku, ia berdiri dan berada lebih tinggi di antara peserta yang lain.
“Ya ampun! Kenapa mukanya luka, Talitha?” pekik kakak bertubuh tinggi tadi.
“Ah, semalam dia jatuh, Kak.” Kak Daniel yang menjawab, wajahnya berubah murung.
“Haduh, semoga cepat sembuh, ya,” ucapnya prihatin. “Anyway, makasih banget gambarnya. Bagus banget. You are so talented, Girl!”
“Nanti kasih nomor HP, ya. Biar bisa pesan gambar lagi!” tambah si rambut cokelat.
“Huuu ...! Modus! Modus!” canda teman-temannya sambil memukul bercanda. Suasana pecah dengan tawa yang membahana.
Wajah Nilam seperti baru saja berada di atas panci dengan air mendidih. Panas. Bibirnya tak henti tersenyum. Ia menyilangkan tangan di depan dada, kemudian menunduk hormat sambil menggumamkan kata, “Terima kasih.”
“Oh, iya! Panitia, kami mau nyumbang satu lagi. Boleh, ya? Buat Adik Talitha, biar cepat sembuh,” pinta personil berambut cokelat tadi.
“Wah, biasanya kita yang request lagu, ya. Ini penyanyinya yang mau nyumbang lagu gratis, loh!” kelakar pemandu acara. “Oke, Kak. Tentu aja boleh. Oke semuanya, kita sambut penampilan terakhir dari … The Heart Voice!”
Tepuk tangan menggema di seantero ruangan. Suara lembut para personil mulai merayapi relung hati Nilam. Ia tak pernah sebahagia ini sebelumnya. Mendapat sambutan positif atas gambarnya saja sudah membuat hatinya berbunga-bunga, sekarang ia bahkan mendapat suguhan lagu yang dinyanyikan khusus untuknya. Apalagi lagu yang dinyanyikan secara akapela adalah lagu Just the Way You Are, yang dipopulerkan oleh Bruno Mars. Uh, tubuh Nilam rasanya seperti es yang meleleh dan terbawa angin hingga terbang ke angkasa!
Selesai sudah hiburan yang diisi alumni sekolah mereka, menandai berakhirnya seluruh rangkaian acara. Pemandu acara mengatakan bahwa pengumuman final penerimaan pengurus OSIS akan dilaksanakan keesokan harinya setelah upacara. Namun, ia akan membacakan empat nama dengan skor terbaik yang akan menjadi calon ketua OSIS. Para peserta terpilih tersebut akan melakukan debat calon ketua OSIS yang dilaksanakan setelah upacara hari Senin. Nantinya, akan dilakukan voting untuk pemilihan ketua yang akan dipilih langsung oleh seluruh siswa, guru, dan warga sekolah yang lain.
“Oke, langsung saja saya bacakan nama-namanya, ya! Nanti yang saya sebut, silakan berdiri. Siap?”
“Siap!” jawab seluruh peserta kompak.
“Yang pertama … jeng jeng jeng jeng …,” pemandu acara membuat backsound sendiri, “Tarendra Yudistira!”
Gemuruh tepuk tangan kembali membuat suasana menjadi gegap gempita. Kak Rendra yang duduk di baris kedua berdiri, menampilkan senyum cerah sambil membungkuk ke arah semua hadirin. Semua peserta menyambutnya, bahkan ada yang bersuit-suit. Nilam tak percaya kalau orang hebat itu adalah yang kemarin menggendongnya. Ah, kenapa jantungnya berdebar-debar begini?
Nama-nama yang lain tak terlalu familiar bagi Nilam. Dua siswa kelas XI dan satu siswa kelas X menjadi rival Kak Rendra dalam perebutan posisi sebagai calon ketua OSIS. Dalam hati, Nilam berdoa, semoga Kak Rendra yang terpilih karena dia memang layak mendapatkannya.
“Nah, berakhir juga acara LDKS angkatan 48 SMA kita tercinta. Sebelum acara saya tutup, saya mau minta pesan kesannya dulu, nih, untuk acara ini. Boleh dari panitia, terutama dari peserta. Oke, siapa yang mau kasih pesan kesan, angkat tangan, ya?”
Sesaat hening. Semua tampak saling berpandangan satu sama lain. Hingga akhirnya, ketua panitia angkat bicara, berterima kasih atas semua partisipasi panitia dan peserta. Setelah itu, seorang peserta laki-laki kelas XI yang mengatakan pengalaman ikut seleksi ini sangat menyenangkan dibanding tahun sebelumnya. Peserta perempuan lain dari kelas XI juga mengungkapkan hal yang kurang lebih sama.
“Semua dari angkatan atas semua, nih. Kelas X, apa ada yang mau kasih pesan kesan?”
Dengan percaya diri, Gisel mengangkat tangan. “Saya, Kak!”
“Wah, oke. Sebut nama dan asal kelas, ya!” Pemandu acara tampak berbinar.
“Saya Gisel dari X MIA 2. Saya senang sekali ikut acara ini, bertemu dengan teman-teman baru, kenal dengan kakak kelas semua yang sangat baik dan hebat. Ikut seleksi ini memberikan pengalaman yang sangat berarti untuk saya ke depannya. Banyak ilmu baru yang saya dapatkan, serta pelajaran berharga tentang hidup dan berhubungan sosial. Saya yakin, jika niat kita baik, kita pasti akan mendapat hasil yang baik juga. Oleh karena itu, saya percaya semua yang mengikuti acara ini pasti memiliki niat yang baik untuk menyejahterakan OSIS SMA Negeri 1. Hidup OSIS! Terima kasih,” tutur Gisel panjang lebar.
Tepuk tangan meriah menyambut akhir dari kata-kata Gisel yang memberikan senyuman cerah pada seisi ruangan. Gadis itu seperti menyerap semua pujian yang dihadiahkan untuknya, serta tatapan penuh rasa bangga dari semua yang melihatnya. Memang tak dapat dipungkiri, dia sangat piawai dalam merangkai kata dan berbicara di depan umum. Berbeda dengan Nilam yang terlalu malu dan takut mendapat perhatian orang lain.
Tidak. Itu dulu. Nilam sekarang harus berani! Lagi pula, ia tahu bahwa Gisel memasang topeng yang bisa membuat orang terkesima padanya. Apakah yang dikatakannya tulus? Entahlah. Yang pasti, dialah salah satu orang yang menyebabkan isu tentang dirinya menyebar luas.
“Benar-benar pesan dan kesan yang sangat bermakna dari saudari Gisel, ya. Ternyata bukan hanya cantik, Gisel juga sangat berhati mulia,” puji pembawa acara berbinar-binar. “Oke, terakhir, apa ada lagi?”
Nilam mengangkat tangannya setinggi wajah. Ia ingin mengungkapkan fakta tentang perlakuan Rachel dan Zahra padanya. Namun seketika, ia menekuk jarinya dan menurunkan kembali tangannya. Keraguan seketika membelit hatinya. Bagaimana jika tidak ada yang percaya? Bagaimana jika ia tergagap saat berbicara? Bagaimana jika semua malah berbalik menyerangnya? Bagaimana kalau semua orang semakin membencinya?
“Udah, Nilam. Angkat tangan aja,” dorong Kak Kayla tersenyum. Dia menarik tangan Nilam dan menariknya ke atas. “Ini, Nilam mau kasih pesan dan kesan!”
Pandangan semua orang yang tertuju padanya membuat Nilam sesak napas. Tadi ia tak merasakan ketakutan ini karena suasana sedang menyenangkan berkat kakak-kakak dari The Heart Voice. Begitu pula saat ia menyanyikan lagu daerah saat seleksi, pendengarnya tidak sebanyak ini. Sekarang, ia sendiri yang harus berbicara di depan lebih dari lima puluh orang. Apalagi, tatapan dari Gisel, Naura, dan kawan-kawannya terasa seperti panah yang menghujam kulitnya.
Menelan ludah, ia berdiri setelah kembali mendapat suntikan semangat dari Kak Kayla dan panitia lain yang duduk sebaris dengannya. Ia berdiri dengan menyanggah pada satu kaki, menahan gemetar pada tubuhnya.
“Terima kasih atas kesempatannya, Kak,” ucap Nilam serak. Ia memejamkan mata sesaat, menarik napas panjang dan mengembusnya perlahan. Setelah hatinya mulai tenang, ia memberanikan diri bersuara. “Mungkin, ada yang pernah mendengar atau membicarakan saya, bahwa saya sangat tidak ingin masuk OSIS?”
Makin lama makin seru, Kak. Semangat 💪
Comment on chapter Chapter 10