Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

Ingatan Griss sebelum berbaring di matras rumah sakit dan memakai selang infus adalah dia sedang berada di toilet. Kemudian, seseorang memintanya membuka kunci pintu. Setelahnya, Griss tidak tahu. Dia memang tidak sepenuhnya pingsan, tapi sakit kepala, suhu tubuh yang panas, dan perutnya yang melilit membuat Griss tidak bisa melihat dan mengingat dengan jelas siapa yang menggendongnya keluar dari ruangan itu dan mengantarnya ke tempat ini. Griss sempat mengira orang itu adalah Juna, tapi keraguan muncul setelah dia melihat Jayan duduk tak jauh dari tempatnya berbaring.

Ah, iya. Sebelum mau pingsan, kan, gue sempat telepon Kak Jayan.

Griss meringis, merasa tidak enak karena telah merepotkan kakak kelasnya itu. Perlahan, Griss mencoba duduk. Demamnya sudah lumayan turun, tapi tidak dengan sakit perut dan sakit kepalanya. Meski begitu, Griss tetap mencoba duduk. Berbaring kesakitan di sebelah orang yang tidak begitu dekat dengannya itu aneh rasanya.

"Sori, ya, Kak. Aku jadi ngerepotin Kak Jayan."

Jayan yang awalnya sedang bermain ponsel, mengangkat kepalanya untuk menatap Griss. Dia sedikit terkejut melihat Griss mencoba bangun.

"Eh, Griss, rebahan aja. Lo masih sakit." Cepat tanggap, cowok itu membantu menaikan bantal sehingga Griss bisa bersandar dengan nyaman. "Udah mendingan?" tanyanya kemudian.

Griss hampir pingsan lagi saat Jayan menyentuh dahinya untuk mengecek kondisinya. Saat Jayan kembali ke tempat duduknya, Griss baru bisa bernapas lega.

"Nyokap sama adik lo lagi ngomong sama dokter, kalau-kalau lo cari mereka. Gue ditugasi menjaga lo di sini. Sori kalau lo kaget." Nada canggung terselip di antara kalimat yang Jayan ucapkan.

Griss kebingungan harus menjawab apa. Beberapa kali mulutnya terbuka tanpa bisa bersuara. Hingga akhirnya suara pintu yang terbuka menginterupsi kebekuan di ruangan itu. Frissi dan Indira masuk dengan tergesa.

"Griss, kamu udah nggak papa?" Raut Indira betul-betul khawatir. Wanita itu mengecek kondisi Griss dari ujung kepala sampai ujung kakinya. "Kamu tuh kalau lagi sakit bilang, Griss. Kamu kira Mama dukun yang bisa meramal kondisi kamu?"

Griss menampilkan wajah cemberut. "Yang nyuruh aku berangkat ke pesta orang tua Juna, kan, Mama," ujarnya membela diri.

Indira yang tidak terima disalahkan begitu, mencubit lengan Griss yang sudah berganti baju, jadi menggunakan pakaian khas rumah sakit yang terlihat membosankan. Sementara di tempatnya masing-masing, Frissi dan Jayan diam menyimak.

"Mama juga nggak akan paksa kamu kalau kamu bilang sakit. Dasar bandel!"

Tadi sore, sebelum berangkat ke pesta orang tua Juna, Griss belum merasakan tanda-tanda akan sakit. Namun, tak bisa dilupakan begitu saja, akhir-akhir ini Griss memang lebih mudah stress dan sering kelelahan. Dadanya juga kerap sesak, tapi Griss tidak mengacuhkannya.

Griss mengulurkan tangannya di depan Indira. "Ya udah, maaf."

Melihat itu, Indira tak kuasa menahan air matanya, lalu memeluk Griss erat-erat. "Mama yang minta maaf, harusnya Mama rajin ngecek kesehatan kamu." Indira sesenggukkan di bahu putri sulungnya. Setelah kembali dari ruangan dokter, wanita itu jadi lebih sensitif.

"Griss, pokoknya kalau ada apa-apa bilang ke Mama. Kamu lagi seneng, lagi galau, lagi putek, lagi ngapain pun, kamu harus terbuka sama Mama." Indira mengusap air matanya dengan kasar. Perubahan nada bicaranya yang tiba-tiba membuat Griss mengerutkan keningnya.

"Kok, Mama posesif?"

"Bedain mana posesif mana sayang, Griss. Tante Dira ngomong begitu karena khawatir sana lo." Alih-alih Indira, kalimat yang cukup panjang itu dikatakan oleh Jayan. Cowok itu berdiri tak jauh di sisi ranjang Griss yang lain. Lesung pipinya mencuat ketika dia tersenyum tipis. "Karena Tante sama adiknya Griss sudah di sini, saya izin pulang ya? Barusan Papa telepon," pamit Janu.

"Papa siapa?" sahut Frissi. Anak itu langsung mendapatkan cubitan dari Indira karena pertanyaan impulsifnya.

"Ya papanya Juna, lah!" ujar Indira, tidak sadar kalau dia salah ucap.

Jayan tertawa kecil. "Jayan, Tante."

"Oh, iya. Tante lupa." Indira menepuk keningnya. "Kalau gitu, biar Tante antar ke depan."

Jayan hampir akan menolak tawaran itu, tapi niatnya diurungkan melihat kerlingan mata Indira yang aneh. Jayan merasa, ibu dari adik kelasnya itu ingin mengajaknya bicara. Maka, Jayan menurut saja ketika Indira membawanya keluar ruangan.

"Ada yang bisa saya bantu, Tante? Atau Tante mau ngobrolin apa?" tanya cowok itu begitu pintu kamar rawat Griss ditutup.

Indira menghela napas cukup panjang. Matanya memindai Jayan dari ujung ke ujung. "Kamu pasti juara kelas. Kok, tahu Tante butuh ngobrol sama kamu?"

Jayan tersenyum malu-malu. Keduanya memutuskan untuk duduk di kursi tunggu tak jauh dari kamar yang baru saja mereka tinggalkan.

"Sebelumnya, Tante mau ngucapin banyak terima kasih sama kamu karena sudah mengantar Griss ke sini."

"Bukan hal besar, Tante. Santai saja."

"Tetap aja kalau nggak ada kamu, mungkin Griss beneran pingsan di tempat Bu Dewi."

Telinga Jayan memerah karena terus dipuji. "By the way, Tante, Griss sakit apa? Hasil lab sudah keluar?"

Indira mengangguk. Wajahnya berubah lesu. Indira ingat betul saat dokter mengatakan bagaimana kondisi Griss saat ini yang membuatnya terus merasa khawatir.

"Griss sakit apa, Tante?" tanya Jayan sekali lagi.

Kali ini, Indira tidak langsung merespons pertanyaan Jayan. Wanita itu memejamkan mata cukup lama, mengatur pernapasannya, kemudian menatap Jayan sambil bertanya, "Jayan, kamu tahu bulimia itu apa?"

Seketika wajah Jayan menegang.

^^^

Malam semakin larut. Perayaan hari ulang tahun pernikahan orang tua Juna selesai. Para kerabat ada yang tetap tinggal untuk beberapa hari, sekalian temu kangen karena lama tidak bertemu, sisanya pulang ke rumah masing-masing.

Juna masih bertahan di halaman belakang rumahnya, tempat yang tadi digunakan untuk barbekuan. Cowok itu duduk di kursi rotan, memandangi langit hitam bertabur beberapa bintang. Malam sedang tidak begitu cerah, tidak terlalu banyak bintang yang terlihat. Tuan bulan juga hanya nampak secuil dari balik awan-awan.

Tanpa sadar Juna menghela napasnya cukup panjang. Acara peringatan ulang tahun pernikahan orang tuanya yang seharusnya membuatnya senang, malah membuatnya jadi berang. Juna tidak ada masalah dengan kegiatan-kegiatan, seperti makan-makan, barbekuan, foto bersama, dan lain-lain, yang diadakan untuk memeriahkan suasana, Juna hanya marah kepada dirinya yang tidak bisa bersikap sedikit lebih dewasa.

Sejak marah-marah tanpa alasan yang jelas di kelas XI IPS 2, hubungan Juna dengan Griss belum bisa dikatakan baik. Juna masih selalu merasa tidak terima setiap kali mengingat momen di mana Jayan bersama dengan Griss malam itu. Karena itulah, Juna tidak banyak mengajak Griss bicara saat cewek itu berada di rumahnya. Padahal, Griss terlihat selalu berusaha mengajak Juna mengobrol untuk mencairkan suasana.

Pikirnya, jika dia tidak mengabaikan Griss, mungkin cewek itu tidak akan nyaris pingsan menahan kesakitan, di toilet, dan sendirian seperti tadi. Sayangnya nasi sudah menjadi bubur. Dan, bubur baru bisa dinikmati setelah diberi kecap, ditaburi kerupuk, dan disiram santan.

Ah, tidak penting, filosofi penyesalan bukan seperti bubur ayam.

Juna menggeleng saat hal-hal buruk singgah di kepalanya. Dia harus tetap tenang. Toh, Griss sudah dibawa ke rumah sakit oleh Jayan. Menarik-mengembuskan napasnya, Juna mencoba bodoamat, meski kenyataannya, di detik berikutnya, dia sudah kembali mencemaskan keadaan Griss, juga kondisi hatinya yang tidak bisa dibilang baik-baik saja.

Andai lo menghubungi gue sekali lagi, gue pasti akan datang.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Sweet Seventeen
1749      1079     4     
Romance
Karianna Grizelle, mantan artis cilik yang jadi selebgram dengan followers jutaan di usia 17 tahun. Karianna harus menyeimbangkan antara sekolah dan karier. Di satu sisi, Anna ingin melewati masa remaja seperti remaja normal lainnya, tapi sang ibu sekaligus manajernya terus menyuruhnya bekerja agar bisa menjadi aktris ternama. Untung ada Ansel, sahabat sejak kecil yang selalu menemani dan membuat...
Surat yang Tak Kunjung Usai
947      601     2     
Mystery
Maura kehilangan separuh jiwanya saat Maureen saudara kembarnya ditemukan tewas di kamar tidur mereka. Semua orang menyebutnya bunuh diri. Semua orang ingin segera melupakan. Namun, Maura tidak bisa. Saat menemukan sebuah jurnal milik Maureen yang tersembunyi di rak perpustakaan sekolah, hidup Maura berubah. Setiap catatan yang tergores di dalamnya, setiap kalimat yang terpotong, seperti mengu...
Arsya (Proses Refisi)
1344      769     1     
Mystery
"Aku adalah buku dengan halaman yang hilang. Cerita yang tercerai. Dan ironisnya, aku lebih paham dunia ini daripada diriku sendiri." Arsya bangun di rumah sakit tanpa ingatanhanya mimpi tentang seorang wanita yang memanggilnya "Anakku" dan pesan samar untuk mencari kakeknya. Tapi anehnya, ia bisa mendengar isi kepala semua orang termasuk suara yang ingin menghabisinya. Dunia orang dewasa t...
Unexpectedly Survived
148      129     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
TANPA KATA
30      26     0     
True Story
"Tidak mudah bukan berarti tidak bisa bukan?" ucapnya saat itu, yang hingga kini masih terngiang di telingaku. Sulit sekali rasanya melupakan senyum terakhir yang kulihat di ujung peron stasiun kala itu ditahun 2018. Perpisahan yang sudah kita sepakati bersama tanpa tapi. Perpisahan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Yang memaksaku kembali menjadi "aku" sebelum mengenalmu.
Merayakan Apa Adanya
650      448     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Je te Vois
1284      758     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Perahu Jumpa
372      299     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Ilona : My Spotted Skin
747      524     3     
Romance
Kecantikan menjadi satu-satunya hal yang bisa Ilona banggakan. Tapi, wajah cantik dan kulit mulusnya hancur karena psoriasis. Penyakit autoimun itu membuat tubuh dan wajahnya dipenuhi sisik putih yang gatal dan menjijikkan. Dalam waktu singkat, hidup Ilona kacau. Karirnya sebagai artis berantakan. Orang-orang yang dia cintai menjauh. Jumlah pembencinya meningkat tajam. Lalu, apa lagi yang h...
JUST RIGHT
132      112     0     
Romance
"Eh, itu mamah bapak ada di rumah, ada gue di sini, Rano juga nggak kemana-mana. Coba lo... jelasin ke gue satu alasan aja, kenapa lo nggak pernah mau cerita ke seenggaknya salah satu dari kita? Nggak, nggak, bukan tentang mbak di KRL yang nyanggul rambutnya pakai sumpit, atau anak kecil yang lututnya diplester gambar Labubu... tapi cerita tentang lo." Raden bilang gue itu kayak kupu-kupu, p...