Loading...
Logo TinLit
Read Story - Maju Terus Pantang Kurus
MENU
About Us  

KENAPA HARUS ADA KATA GENDUT DI DUNIA? KENAPA SEMUA ORANG NGGAK LANGSING ATAU RAMPING SAJA SEPERTI MODEL SUSU DIET?

Andai bisa request, pasti Griss sudah menyebutkan hal-hal yang selalu ada di kepalanya itu. Bukan tanpa alasan Griss ingin permintaannya itu dikabulkan. Di antara ayah, ibu, dan adiknya, hanya dia yang memiliki badan gempal, mirip karung beras. Atau, yang lebih jahat lagi, mirip beruang coklat besar alias—

“GRIZZLY!”

Griss, dengan badan tujuh puluh kilonya, sangat ingin bersembunyi di balik taplak meja. Namun, hal itu tidak akan pernah terjadi, bahkan di dalam mimpi. Jangankan taplak meja, selimut tetangga juga nggak akan bisa menyembunyikan gumpalan-gumpalan lemak yang bersarang di tubuhnya.

Sambil menghela napas agak panjang, Griss mencoba menahan diri untuk tidak meremukkan tulang Juna yang barusan berteriak memanggil namanya. Selain karena Griss tidak memiliki jiwa psikopat, cewek itu juga masih mau hidup. Dia belum siap—tidak akan siap malah—dijadikan dendeng oleh para penggemar Juna yang tidak akan diam saja melihat idolanya terluka.

Juna bukan idol, bukan pula seorang aktor, tapi seantero sekolah pasti mengenalnya. Meski belum seterkenal Park Solomon atau Songkang—selebriti Korea Selatan—setidaknya separuh populasi di sekolah mengenal perawakan ramping Juna yang lebih cocok disebut cungkring.

Bagi pencinta musik akustik, kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan cowok narsis bernama lengkap Niku Arjuna ini. Mukanya sering nongol di thumbnail YouTube, dengan poni di atas alis yang dipotong tidak rata. Anehnya, potongan rambutnya yang aneh itu justru menjadi kebanggaannya. 

Lupakan soal rambut! Juna ini anggota band sekolah yang terkenal sampai di luar sekolah. Namanya Chill Zone. Kalau ditanya kenapa namanya begitu, Juna akan langsung menjawab, “Daripada friend zone? Kan, nyesek!” Suka-suka dia saja. Band ini beranggotakan enam orang. Dan, enam-enamnya punya banyak penggemar yang menganut paham bias is mine. Makanya, yang nggak suka keributan, mending jauh-jauh dari Chill Zone dan penggemarnya. Jangan sampai jadi Griss. Pokoknya jangan!

“Woy!” Cowok yang saat ini mengenakan kaus putih yang dilapisi jersey tanpa lengan bernomor 19 itu melambaikan tangan kanannya di depan wajah Griss. Sementara tangan kirinya yang bebas digunakan untuk menarik keluar kursi kayu yang ada di bawah meja. “Napa bengong? Terpana sama ketampanan gue?” tanyanya.

Griss yang tidak terima dibilang terpesona membuat gestur ingin muntah. Kemudian, dia menyodorkan kotak berbahan dasar aluminium yang dipenuhi makanan lezat dan gelas tinggi berisi cairan berwarna hijau.

Saat ini mereka sedang berada di salah satu kafe yang letaknya tak jauh dari sekolah mereka, SMA Nusa Indah. Mereka berdua sengaja keluar dari area sekolah demi menghindari keramaian di kantin lantai satu dan dua yang tidak pernah ada habisnya, juga demi keselamatan Griss dari serbuan penggemar Juna. Mereka itu ganas, percayalah.

“Makan,” ucap Griss setelah membuka kotak bekal miliknya. Isinya sama seperti isi kotak bekal yang ia berikan kepada Juna: nasi, chicken katsu, tahu gulai, telur balado, sambal, lalapan, dan kerupuk. Minuman yang ada di hadapannya pun sama dengan milik Juna: segelas tinggi berisi cairan warna hijau—jus melon.

Dilihat dari menunya, sudah jelas, yang berasal dari kafe hanya minumannya saja. Sementara makanan yang mendekati empat sehat lima sempurna itu, Griss yang membawanya dari rumah.

“Beda menu lagi, nih?” Alis Juna terangkat saat mulai menyentuh makan siangnya. “Enak, nggak?” tanyanya, tampak ragu saat sendoknya terangkat, mendekatkan secuil sambal ke arah hidung. Beberapa saat, Juna tampak fokus menghidu aroma sambal itu, sebelum tiba-tiba mengernyitkan dahi dan menjepit hidungnya dengan tangan kiri. “TERASI?”

Mata Griss melotot. Bukan karena tebakan Juna soal terasi yang salah, tapi karena suara Juna yang terlalu melengking sehingga mengganggu pengunjung kafe yang lain. Buru-buru, Griss memelototi Juna agar lekas diam. Sayangnya, Juna bukan orang yang mau langsung menurut ketika diperintah. Alih-alih diam seperti yang diperintahkan, Juna malah makin berkoar.

“Kenapa lo kasih gue terasi, Grizzly? Kenapa?”

Jam makan siang. Pengunjung kafe makin ramai. Jika menenggelamkan Juna ke dalam kuah tahu gulai bukan hal yang mustahil, Griss sangat ingin melakukannya.

“Makan aja, sih. Nggak bakal kecium juga, kok, baunya.”

“Nggak. Pasti nanti mulut gue bau. Gue nggak mau makan.”

Griss menarik panjang napasnya, kemudian mengembuskannya perlahan, seolah sedang menghadapi sebuah kesulitan besar. Dengan sangat berat hati, Griss menyendok sambal dari kotak bekal Juna untuk dipindahkan ke kotak bekalnya. Kemudian, mencampurnya dengan nasi dan lalapan sebelum menyuapkan ke dalam mulutnya sendiri.

“Jangan dibikin repot, deh. Sambal doang, kok, heboh?” ucap Griss, yang sedetik kemudian ia sesali. Emang kapan Juna nggak heboh? Melihat kucing akan melahirkan di dekat gerbang sekolah saja dia sampai menelepon pemadam kebakaran. Kalau terlanjur memakan sambal terasi, mungkin Juna akan membeli segentong obat kumur untuk mengembalikan aroma napasnya yang wangi. Wangi jigong naga kali!

Di tempatnya, Juna memanyunkan bibir bervolumenya, merasa kesal kepada Griss. “Lagian, kenapa harus sambal terasi, sih? Sambal matah gue oke, tapi terasi?” Cowok ceking itu sengaja menggantung kalimatnya. Ekspresinya dibuat kecewa. “no way, Grizzly! Gue nggak bisa.”

“Kenapa, sih? Terasi tuh kayak pembangkit nafsu makan tahu!”

“Buat lo. Buat gue, terasi itu bau.”

Yang waras ngalah. “Ya udah.” Griss tidak lagi mengacuhkan bibir Juna yang manyun atau mata Juna yang terus menatapnya penuh dendam karena sambal terasi. Griss juga mengabaikan lirikan pengunjung kafe yang tampak penasaran dengan apa yang terjadi di mejanya. Perutnya sudah lapar. Telur balado dan kawan-kawannya jelas lebih menarik daripada meladeni Juna. Toh, nanti Juna akan ikut makan dengan sendirinya. Sama seperti yang lainnya, si cungkring itu juga akan tertular rasa lapar yang Griss keluarkan. 

Sudah menjadi rahasia umum kalau Griss, cewek gemuk berambut sepunggung yang selalu diikat itu, adalah nafsu makan berjalan. Siapa pun yang melihatnya sedang makan, pasti akan ikut merasa lapar.

Griss menyendok nasi, tahu gulai, dan sepotong kecil ayam katsu. Tidak lupa dengan sambal terasi yang menggugah selera (seleranya, bukan selera Juna). Selanjutnya, Griss menyuapkan isi sendok itu ke dalam mulutnya, mengunyahnya dengan nikmat, membuat lemak yang bersarang di pipinya bergoyang hebat. 

Dan, seperti tebakannya, Juna langsung ikut menyendok makanannya. Ikut makan dengan lahap, seolah tidak pernah terjadi drama sambal terasi sebelumnya. 

Lagi, napas Griss terhela cukup panjang. Setengah tugasnya hari ini, selesai.

^^^

"Cukup. Gue nggak sanggup!" Juna meletakkan sendoknya. Ada dentingan keras saat benda itu membentur permukaan kotak bekal yang sama-sama terbuat dari aluminium. Kuah tahu gulai yang masih tersisa menciprat ke permukaan meja. Namun, Juna tidak berniat membersihkannya. Cowok itu malah mengambil gelas berisi jusnya, meminumnya hingga hanya tersisa setengah. Tak berselang lama, bunyi sendawa terdengar. Detik berikutnya, Juna sudah tepar.

Griss, yang sudah mulai membereskan peralatan makannya, cekikikan. Melihat Juna menyerah karena kekenyangan adalah hiburan. "Lebai lo, Jun. Cuma seporsi," ucapnya meledek. Tangan Griss bergerak meraih jus melon miliknya yang masih tersisa satu pertiga bagian, lalu meminumnya hingga tak bersisa.

Harus Griss akui, perkembangan nafsu makan balita yang diasuhnya (baca: Juna) lumayan bagus. Cowok yang dulunya antipati sama nasi dan lebih memilih susu rendah kalori itu sudah bisa menghabiskan sekotak makan siang dengan porsi yang sengaja dibesarkan. Meski dengan sedikit paksaan, tentu saja, dan berakhir kekenyangan. 

Sambil mengabaikan Juna yang mulai misuh-misuh, Griss memutuskan untuk meninggalkan kafe lebih dulu. Sayangnya, tubuh seberat tujuh puluh kilonya gagal menjaga keseimbangan saat memundurkan kursi. Griss langsung berpegangan pada tepian meja supaya tidak jatuh. Saat itu, Juna balik menggodanya dengan berkata, "Lebai lo. Cuma berdiri dari kursi aja ... kerepotan." sambil tertawa mengejek.

Dasar belalang sembah! 

Griss mendengkus. Kemudian berlalu setelah berhasil menyeimbangkan tubuhnya.

"Ya elah, Grizzly ... gitu doang ngambek!" Masih dengan suara tawanya yang menyebalkan di telinga Griss, Juna mengejar langkah cewek itu. Mudah baginya untuk mengejar Griss dengan tubuh jangkungnya yang menyentuh 180cm, sedangkan tinggi cewek itu dua puluh senti lebih pendek darinya.

"Grizzly! Ambekan banget jadi orang. Tungguin gue, dong!" 

Ucapan Juna tidak digubris. Alasan pertama, karena Griss tidak suka dengan nama panggilan yang cowok itu gunakan. Bayangkan, nama seindah Griss diubah seenak jidat menjadi Grizzly yang artinya beruang. Iya, sih, Griss itu gemuk, tapi bukan berarti dia mirip beruang. Alasan kedua, karena Griss malas menjadi pusat perhatian ketika berjalan dengan Juna. Penggemarnya itu ada di mana-mana, dan agresif. Griss tidak mau cari gara-gara. Catat! 

Griss memilih fokus pada langkahnya yang tidak bisa dibilang cepat. Lemak-lemak jahat yang menempel di kaki dan perut sering menyulitkan pergerakannya. Karenanya, Griss juga cepat merasa lelah. Maka, cewek itu memilih antre di depan lift alih-alih menggunakan tangga untuk sampai di kelasnya. Omong-omong, saat ini Griss dan Juna sudah berada di area sekolah.

Antrean di depan lift mengular. Sedangkan, waktu yang tersisa sebelum bel masuk berbunyi hanya dua menit saja. Griss meremas jemarinya gelisah. Dia tidak ingin terlambat masuk ke kelas berikutnya atau guru matematika akan menyuruhnya berdiri dengan satu kaki di depan kelas. Sepintas terpikir olehnya untuk naik tangga saja, tapi ide itu sirna seketika saat tubuhnya terdorong masuk ke kotakan besi itu.

Satu. Dua. Tiga. Empat orang masuk. Lima dengan Griss. Kotakan besi itu hampir penuh. Namun, orang-orang masih berebut pintu, ingin masuk. Kegiatan dorong mendorong hingga tarik menarik terjadi. Griss yang sudah berada di dalam hendak keluar untuk meredam situasi. Mulutnya berucap kata permisi berulang kali, tapi orang-orang malah menyuruhnya untuk tidak berisik.

"Udah. Sini aja. Lift-nya nggak bakal rusak atau ambruk, kok."

Tarikan lembut di tangannya membawa Griss kembali ke posisi semula. Griss menoleh ke arah kanan untuk menemukan Juna sebagai pelakunya. Cowok itu tersenyum menenangkan. Sesaat, Griss terbawa suasana. Ada haru yang meletup di dadanya. Sebelum sedetik kemudian, pikirannya berubah. 

Arah jam tiga, sepasang mata memelototi tangan Griss yang masih berada di genggaman Juna, tanpa tedeng aling-aling. Sepasang tangan itu mengepal. Seolah akan menghancurkan Griss dalam sekali pukulan. Orang itu Nindi namanya, senior dari kelas IPS yang mengaku sebagai penggemar Juna nomor satu.

Mati gue! rutuk Griss dalam hati. Cewek itu memejamkan matanya. Andai dia tidak pernah punya hubungan apa-apa dengan Juna, mungkin hidupnya akan jauh lebih sejahtera.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Je te Vois
619      411     0     
Romance
Dow dan Oi sudah berteman sejak mereka dalam kandunganklaim kedua Mom. Jadi tidak mengherankan kalau Oi memutuskan ikut mengadopsi anjing, Teri, yang merupakan teman baik anjing adopsi Dow, Sans. Bukan hanya perihal anjing, dalam segala hal keduanya hampir selalu sama. Mungkin satu-satunya yang berbeda adalah perihal cita-cita dan hobi. Dow menari sejak usia 8 tahun, tapi bercita-cita menjadi ...
Kacamata Monita
834      399     4     
Romance
Dapat kado dari Dirga bikin Monita besar kepala. Soalnya, Dirga itu cowok paling populer di sekolah, dan rival karibnya terlihat cemburu total! Namun, semua mendadak runyam karena kado itu tiba-tiba menghilang, bahkan Monita belum sempat membukanya. Karena telanjur pamer dan termakan gengsi, Monita berlagak bijaksana di depan teman dan rivalnya. Katanya, pemberian dari Dirga terlalu istimewa u...
Pasal 17: Tentang Kita
122      44     1     
Mystery
Kadang, yang membuat manusia kehilangan arah bukanlah lingkungan, melainkan pertanyaan yang tidak terjawab sebagai alasan bertindak. Dan fase itu dimulai saat memasuki usia remaja, fase penuh pembangkangan menuju kedewasaan. Sama seperti Lian, dalam perjalanannya ia menyadari bahwa jawaban tak selalu datang dari orang lain. Lalu apa yang membuatnya bertahan? Lian, remaja mantan narapidana....
That's Why He My Man
819      562     9     
Romance
Jika ada penghargaan untuk perempuan paling sukar didekati, mungkin Arabella bisa saja masuk jajan orang yang patut dinominasikan. Perempuan berumur 27 tahun itu tidak pernah terlihat sedang menjalin asmara dengan laki-laki manapun. Rutinitasnya hanya bangun-bekerja-pulang-tidur. Tidak ada hal istimewa yang bisa ia lakukan di akhir pekan, kecuali rebahan seharian dan terbebas dari beban kerja. ...
Can You Be My D?
79      73     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?
Anikala
904      431     2     
Romance
Kala lelah terus berjuang, tapi tidak pernah dihargai. Kala lelah harus jadi anak yang dituntut harapan orang tua Kala lelah tidak pernah mendapat dukungan Dan ia lelah harus bersaing dengan saudaranya sendiri Jika Bunda membanggakan Aksa dan Ayah menyayangi Ara. Lantas siapa yang membanggakan dan menyanggi Kala? Tidak ada yang tersisa. Ya tentu dirinya sendiri. Seharusnya begitu. Na...
Ruang Suara
186      130     1     
Inspirational
Mereka yang merasa diciptakan sempurna, dengan semua kebahagiaan yang menyelimutinya, mengatakan bahwa ‘bahagia itu sederhana’. Se-sederhana apa bahagia itu? Kenapa kalau sederhana aku merasa sulit untuk memilikinya? Apa tak sedikitpun aku pantas menyandang gelar sederhana itu? Suara-suara itu terdengar berisik. Lambat laun memenuhi ruang pikirku seolah tak menyisakan sedikitpun ruang untukk...
MANITO
1068      761     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
DocDetec
290      198     1     
Mystery
Bagi Arin Tarim, hidup hanya memiliki satu tujuan: menjadi seorang dokter. Identitas dirinya sepenuhnya terpaku pada mimpi itu. Namun, sebuah tragedi menghancurkan harapannya, membuatnya harus menerima kenyataan pahit bahwa cita-citanya tak lagi mungkin terwujud. Dunia Arin terasa runtuh, dan sebagai akibatnya, ia mengundurkan diri dari klub biologi dua minggu sebelum pameran penting penelitian y...
Yu & Way
134      109     5     
Science Fiction
Pemuda itu bernama Alvin. Pendiam, terpinggirkan, dan terbebani oleh kemiskinan yang membentuk masa mudanya. Ia tak pernah menyangka bahwa selembar brosur misterius di malam hari akan menuntunnya pada sebuah tempat yang tak terpetakan—tempat sunyi yang menawarkan kerahasiaan, pengakuan, dan mungkin jawaban. Di antara warna-warna glitch dan suara-suara tanpa wajah, Alvin harus memilih: tet...