Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kelana
MENU
About Us  

Kini, Haikal harus belajar hidup mandiri, tak lagi siapa yang mengharapkan perlindungan atau pembelaan dari kata-kata. Waktu senggang yang seharusnya menjadi masa bermain bersama teman-teman, malah ia habiskan dengan belajar, mengejar mimpi yang tampak jauh. Terkadang, bocah itu mencari uang saku tambahan dengan berjualan di dekat persimpangan jalan atau taman kota, mencari cara untuk bertahan.

 

“Kalau aku sudah besar dan bisa mencari uang sendiri, aku mau ketemu Ibu. Aku mau tahu alasan kenapa Ibu buang aku,” ucap Haikal, suara kecilnya datar, tanpa satu pun jejak kesedihan. Ia tak lagi menangisi kenyataan yang terus ia hadapi. Usianya yang kini menginjak 9 tahun membuatnya merasa jauh lebih dewasa dari anak seusianya. Empat tahun telah berlalu sejak ia ditinggalkan, dan Haikal tahu ia telah bertahan begitu lama—lebih lama dari yang ia kira.

 

Haikal Bachtiar Janu, bocah pemerintahan yang tak pernah tahu seberapa lama ia bisa terus bertahan seperti ini, tetap tegar meski hati kecilnya sering berteriak.

Kehidupan yang tak pernah dirayakan oleh siapa pun, telah menjadi bagian dari kesehariannya. Setiap langkah yang ia ambil, seolah-olah dihantui oleh derita yang tak kunjung berakhir. Begitu dia meminta sedikit tawa, namun yang datang justru semakin mendalami luka yang tak bisa dia hindari.

 

Oleh karena itu, saat menyaksikan perayaan ulang tahun anak panti lainnya, Haikal lebih memilih mengasingkan diri. Bu Patmi dan pengurus lain sering bertanya-tanya tentang sikapnya terhadap perayaan ulang tahun. Bagi banyak orang, hari itu seharusnya penuh kebahagiaan, tapi bukan bagi Haikal. Perayaan ulang tahunnya yang pertama berakhir dengan dirinya ditinggalkan oleh sang ibu. Lalu, di usianya yang tujuh tahun, ia mencoba memberanikan diri untuk dirayakan oleh para pengurus panti. Namun, alih-alih kebahagiaan, yang didapatnya malah pelanggaran. Perayaan tanpa ucapan, tiup lilin yang terasa hampa, diakhiri dengan terjadinya kebencian dan jebakan di dalam toilet yang berlangsung seharian. Katanya, jika seseorang menghilang tanpa ada yang peduli, berarti mereka tidak berharga. memangnya begitu?

 

Seharian terkurung di dalam toilet yang sudah jarang dikunjungi, tubuh lemas tanpa makanan, badan kedinginan di tengah hujan deras, Haikal bertanya-tanya, apakah memang tak ada satu pun yang peduli padanya? Setelah kejadian itu, haruskah ia merayakan hari yang paling menyakitkan itu lagi? Perayaan yang hanya membuat Haikal semakin membenci dirinya sendiri, semakin merasa terasing, dan semakin menyalahkan Tuhan.

 

Meskipun hidupnya terbatas dalam kasih sayang dan materi, bocah itu memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap pendidikannya. Selama di sekolah dasar, tak pernah sekalipun namanya absen dipanggil saat kenaikan kelas untuk menerima penghargaan sebagai pelajar berprestasi. Bu Patmi adalah satu-satunya orang yang selalu mendukungnya dengan sepenuh hati, bahkan saat pihak sekolah meminta salah satu anak asuhnya untuk menjadi perwakilan dalam Olimpiade antar Kabupaten atau Provinsi. Oleh karena itu, Haikal diberikan kamar sendiri—sebuah ruang di mana ia bisa belajar tanpa gangguan dari anak-anak lain.

 

Namun, apakah karena itulah dia dibenci? Rasa iri memang bisa membutakan hati, membuat orang lupa pada kebaikan yang diberikan seseorang. Tak hanya anak kecil, bahkan orang dewasa yang seharusnya bijaksana seringkali tak mampu menghindari perasaan itu. Iri, terkadang, datang tanpa bisa dikendalikan. Dan celana anak-anak lainnya pun tidak sepenuhnya salah karena mengucilkan Haikal. dan perasaan mereka juga selalu mudah untuk dikelola. Yang bisa dilakukan hanyalah menjalani apa yang bisa kita kendalikan. Bagi Haikal, menjauh dari keramaian adalah cara terbaik untuk menghindari gangguan yang semakin menyesakkan hati.

 

Dan seperti biasanya, rutinitas itu terus berulang. Setiap pulang sekolah, selalu ada saja yang dilakukan Nizar. Kali ini, bocah dengan seragam aneh dan rambut acak-acakan itu kembali membuat duplikat, menjahili Haikal seperti biasa. Sepatu baru yang dibelikan Bu Patmi setelah Haikal menjadi juara umum kini hilang entah ke mana. Setelah mencari ke sana kemari, sepatu itu akhirnya ditemukan dalam bak sampah, rusak parah dengan sobekan dan lubang di sana-sini. Kaki Haikal pulang tanpa alas, menapaki jalan berbatu yang cukup jauh. Tapi itu tidak membuatnya menangis. Ia semakin murung, semakin terbungkam oleh dunia yang tampaknya terus menekan dan mengabaikannya.

 

"Loh, Haikal kenapa gak pakai sepatu? Sini Ibu lihat!" Bu Patmi terkejut begitu melihat Haikal pulang dengan kaki yang memerah, tergores jalanan yang tajam.

 

“Haikal enggak apa-apa, Bu.Haikal izin ke kamar ya?” Haikal berusaha menahannya agar tidak terlihat kecewa. Ia tak ingin Bu Patmi tahu bahwa sepatu yang beliau beli dengan penuh kasih telah hancur, hanya karena ulah Nizar.

 

Untungnya, hanya sebelah sepatu yang disayat, jadi malam itu Haikal mengabaikan waktu belajarnya untuk menjahit sepatu itu sendiri. Tidak peduli bagaimana jadinya setelah dijahit tangan, yang penting baginya adalah nilai dan makna dari sepatu tersebut. Ia tak ingin membuat orang yang selalu peduli padanya, Bu Patmi, merasa sedih karena kehilangan sesuatu yang penuh harapan.

Sebelum tertidur, Haikal merebahkan tubuhnya di kasur dan menatap langit-langit kamar. Saat ini menjadi pengungsi, tempat di mana ia bisa tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia kerap termenung, memikirkan masa depan yang masih penuh tanda tanya. Mungkin suatu hari nanti, ia akan terlepas dari pandangan sebelah mata, dikelilingi oleh orang-orang yang benar-benar peduli padanya. Karena, terkadang, baik saja tidak cukup untuk membuat orang bertahan. Mungkin juga suatu hari nanti, ia bisa tertawa tanpa rasa takut, tanpa dihantui penilaian orang yang selalu menghakimi hanya karena satu kesalahan kecil.

 

Sesederhana itu, kan, untuk bisa merasa bahagia?

 

Namun…

 

"Akankah semua itu berlaku untukku?" Haikal tipis tersenyum, seperti ada ironi dalam pertanyaannya sendiri. Pertanyaan yang terasa bodoh sekaligus angkuh.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Warisan Tak Ternilai
626      250     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Fidelia
2157      940     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Langit Tak Selalu Biru
84      71     4     
Inspirational
Biru dan Senja adalah kembar identik yang tidak bisa dibedakan, hanya keluarga yang tahu kalau Biru memiliki tanda lahir seperti awan berwarna kecoklatan di pipi kanannya, sedangkan Senja hanya memiliki tahi lalat kecil di pipi dekat hidung. Suatu ketika Senja meminta Biru untuk menutupi tanda lahirnya dan bertukar posisi menjadi dirinya. Biru tidak tahu kalau permintaan Senja adalah permintaan...
Konfigurasi Hati
557      380     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Senja di Balik Jendela Berembun
25      24     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
GADIS MISTERIUS milik CEO DINGIN
46      45     0     
Action
Pertemuan dengan seorang pemuda yang bersifat anti terhadap para wanita. Justru membuat dia merasa bahwa, Ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis dengan kehidupan yang di alami gadis tersebut, hampir sama dengan dirinya. Nasib keduanya sama-sama tidak memiliki seorang bidadari tanpa sayap. Kehilangan sosok terbaik yang menemani mereka selama ini. Sehingga kedua manusia...
GEANDRA
452      364     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
Langkah yang Tak Diizinkan
202      167     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
Batas Sunyi
2003      914     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
132      108     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.