"Ra, kayaknya bel masuk udah bunyi dari tadi. Lo nggak mau balik ke kelas duluan?"
Mata Fara membulat panik. Ia pun dengan cepat pamit duluan dan meninggalkan Digma di gedung olahraga bekas itu.
"Wih, ngapain nih berduaan sama ketua PKS tadi?" Gery menyeringai.
"Dia cuman nunjukin tempat buat gue kenalan sama lingkungan sekolah," jawab Digma santai.
"Oke. Sekarang giliran gue yang ambil alih sesi perkenalan sekolahnya." Gery melihat Digma dari ujung kaki hingga kepala. "Tapi lo harus ubah penampilan. Biar guru-guru tahu, lo harus sama kaya kita."
Digma tak mengelak. Luka di rusuknya kembali terasa saat Alex menepuk bahunya keras-keras. Alex dan Deta pun mulai menarik kemeja Digma. Membuka kancing hingga memperlihatkan kaos hitam di baliknya. Sepatu cowok itu pun ditukar dengan milik Alex yang merah menyala.
"Topi biar makin keren," kata Deta sambil menaruh baseball cap terbalik di kepala Digma.
"Ini permen buat gaya," Reksa menambahkan dengan tawa. Digma menatap permen itu sejenak, lalu memasukkannya ke mulut dengan ekspresi berat.
Gery lalu merangkul Digma dan menggiringnya menyusuri koridor.
"PERHATIAN SEMUA! ANAK YANG DI TENGAH INI NAMANYA DIGMA! ANGGOTA GENG BARU KITA!" teriak Gery lantang.
Digma menoleh tak terima. Tapi tarikan paksa Gery seolah memberitahunya agar tak menentang macam-macam.
Tawa bergema. Beberapa murid melongo, beberapa guru menatap tajam dari balik kaca jendela kelas.
Di kelas Fara, Pila berbisik, "Fara, kalo lo disuruh pilih Gery yang ganteng tapi badboy atau Digma yang dibully tapi misterius, lo pilih siapa?"
Fara hanya diam. "Emang lo kenal Digma?"
"Iya, barusan dia lewat sama Gery. Ganteng banget."
Fara langsung berdiri dan keluar kelas. Napasnya tercekat saat melihat Gery menyeret Digma lagi. Ia mengikuti mereka dari kejauhan.
Saat melewati kelas Digma, Gery menyapa Bu Ega sekilas. "Bu, nih anak sekarang doyan bolos, nongkrong di kantin,' ucapnya yang dibalas pelototan tajam guru itu kepada Digma.
Digma menghela napas berat. Lagi-lagi ia yang disalahkan.
Mereka terus berjalan sampai ke warung Bu Eya. Di sana, Gery meminta Alex memanggil seorang anak cupu dari kelas bawah. Anak itu datang dengan gemetar, dan langsung berlutut di depan Digma.
Gery menyodorkan gelas berisi teh panas. "Tumpahin ke dia."
Deta sudah siap merekam. Seolah memang itu yang mereka rencanakan sejak tadi. Tawa mereka bergema keras. Tak sabar mendapatkan video yang dapat membuat reputasi Digma hancur.
Digma memegang gelas itu. Matanya menatap kamera kecil yang ia pasang tadi di dekat warung. Rencana awalnya gagal total. Kalau begini terus, nggak akan ada bukti.
Ia pun terpikirkan satu hal. Dengan cepat, ia mengangkat gelas dan berbelok menyiram gelas itu ke arah tubuh Gery.
Gery berteriak marah. Rasa sakit membakar tubuhnya.
Digma tersenyum puas. Rencnanya membuat Gery emosi berhasil. Sekarang ia sedang menunggu reaksi Digma yang harus menghajarnya dan ia pun akan berhasil mendapatkan bukti kekerasan Gery.
Tapi tanpa diduga, tepat saat itu—
"DIGMA!"
Fara muncul dari balik warung. Nafasnya tersengal. Matanya membulat menatap Gery yang tersiram air dari gelas panas di tangan Digma.
Digma langsung menjatuhkan gelas itu ke tanah dan menarik tangan Fara. "Kita pergi sekarang."
"Hei! Lo mau ke mana?!" teriak Gery. Wajahnya merah padam.
Namun Digma sudah berhasil lari menjauh, menggandeng Fara keluar dari warung. Mereka menyusuri lorong belakang sekolah. Napas mereka cepat, tangan masih saling menggenggam.
"Lo... gila..." ucap Fara akhirnya sambil terisak. "Kenapa lo selalu nekat gini?"