Loading...
Logo TinLit
Read Story - FaraDigma
MENU
About Us  

"Lagi pada ngobrolin apa nih? Kayaknya asik banget." suara santai itu datang dari Atha, dengan senyum khasnya yang tak merasa bersalah datang tanpa aba-aba.

Digma langsung tegang. Cowok itu tidak menyangka Atha akan datang hari ini. Apalagi muncul langsung di depan Fara.

Fara memicingkan mata, bingung. "Lo ... anak kelas mana ya?"

Seketika Digma mengatur ekspresinya. Ia harus tetap terlihat biasa saja. "Oh, ini Atha. Dia anak ... XI F 8. Jarang banget keluar kelas. Biasa anak introvert. Makanya lo asing kan liat dia?" ucap Digma cepat, menatap Atha penuh kode agar mengikuti alurnya.

"Introvert ya?" Atha melotot tak terima disebut introvert padahal hasil tes MBTI-nya dia adalah anak ekstrovert. "Ya, gue jarang keluar kelas. Tapi gue jago taekwondo loh."

"Oh ya?" Fara terlihat tertarik.

Digma mengusap wajahnya gusar. Bukannya disudahi, Atha malah memperlebar.

"Iya, nggak kayak Digma. Dia mah cupu. Di tendang aja jatuh! Dia gampang dibully kan di sekolah ini?"

"I-iya." Fara menoleh ragu, karena takut Digma tersinggung.

Jelas ia tersinggung. Ucapan Atha sepenuhnya bohong. Padahal faktanya ia lebih jago dalam taekwondo dibanding Atha. Tapi kini ia tak bisa mengelaknya.

Fara lalu berdiri. "Bentar ya, gue mau bayar makanan dulu."

Digma menggangguk cepat. Membiarkan Fara menjauh dari mereka.

Wajah Digma lalu berubah tajam."Lo gila? Kok lo nggak ngabarin gue dulu? Kalo ada yang curiga gimana?"

Atha terkekeh pelan, namun masih ada ketegangan tersamar di wajahnya. "Santai. Kelamaan kalo nunggu lo pulang."

Ia membuka tas selempangnya dan mengeluarkan kantong hitam kecil. Di dalamnya, tertata rapi beberapa alat: kamera mini seukuran kancing, alat penyadap suara, hingga perangkat pengacak sinyal.

"Ini semua yang lo minta kemarin kan? Tapi gue serius, Dig, lo harus cepet dapetin buktinya dan berhenti dari semua ini. Gery bukan sekadar pembully. Dia bisa ngelakuin hal yang lebih kejam kayak ke Abian."

Digma menatap perlengkapan itu, lalu kembali menatap Atha. "Gue tahu. Tapi selama gue belum dapet rekamannya, gue gak bakal mundur."

Atha menghela napas, lalu menepuk pundaknya.

"Lo keras kepala kayak biasa. Tapi inget, satu langkah salah ... nyawa lo yang jadi taruhannya."

Digma memasukkan alat-alat itu ke dalam kantong celananya dengan hati-hati. Saat Fara kembali, Atha langsung berdiri.

"Gue cabut, balik ke ... ya, kelas XI F ... itu," katanya sambil tersenyum lebar, lalu melenggang pergi.

Fara hanya mengangguk bingung, dan Atha pergi. Setelah makanan masing-masing habis, mereka lalu memutuskan kembali ke kelas. Tapi di tengah perjalanan, mereka memperlambat langkah, tenggelam dalam obrolan.

"Rumah lo di mana, Ra?" Digma memasukkan kedua tangan ke saku. Fokus berjalan beriringan dengan Fara.

"Di Jalan Buttercup. Lo?"

"Gue di jalan pegangsaan."

Fara menoleh. Tatapannya terkejut. "Jauh banget. Kenapa lo pindah ke sini?" tanyanya dengan kedua alis terangkat.

Digma memalingkan muka. Bingung hendak menjawab apa. "Karena ... karena ada hal yang harus gue lakuin," jawabnya sambil tersenyum santai. Tanpa Fara tahu, jantung Digma kini berdetak dua kali lebih cepat. Ia berharap gadis itu tak menanyakan hal itu lebih lanjut.

Fara mengangguk kecil. Ia kembali menatap koridor menuju kelasnya. Digma menghela napas lega diam-diam.

"Ra." Digma kembali memanggil. "Lo kenal Gery sejak kapan?"

Tatapan Fara menerawang. "Sejak gue jadi anggota PKS biasa. Dia datang, dan langsung nunjuk gue ketuanya. Padahal gue terkenal pasif di PKS. Dan itu mungkin alasan yang membuat Gery nunjuk gue."

Dahi Digma berkerut. "Bu Ega setuju?"

Fara tersenyum getir. "Siapa sih guru yang berani melawan Gery di sekolah ini?"

Digma pun terdiam. Ia menyetujui ucapan Fara. "Lo pernah mikir nggak sih ... dia udah kelewat batas di sekolah ini."

Fara menunduk. "Ya, dia terlalu sering... intimidasi anak-anak. Terutama yang keliatan lemah atau suka cari masalah sama dia."

"Lo bisa tunjukin ke gue tempat-tempat dia biasa lakuin itu?"

Fara mengangguk pelan.

Mereka pun mulai berkeliling sekolah. Mereka mulai menyusuri titik-titik gelap sekolah. Lorong belakang perpustakaan—sepi, dingin, dan sering dipakai untuk mengancam. Digma diam-diam menyelipkan satu alat kecil di balik dinding rak buku rusak. Fara tak memperhatikan. Ia sibuk mengenang cerita-cerita yang ditinggalkan korban Gery.

Selanjutnya mereka berjalan lagi ke lapangan voli indoor yang terbengkalai. Tempat beberapa siswa pernah dikunci semalaman. Digma menunduk, pura-pura mengikat sepatu, padahal menyisipkan alat penyadap kecil di sela net rusak.

Fara hanya memperhatikan langit. "Tempat ini ... dulu ramai. Tapi sekarang malah jadi saksi anak-anak dipermalukan."

"Lo pernah liat sendiri apa yang Gery lakuin di sini?" tanya Digma pelan.

Fara menggeleng. "Bukan di sini. Gue pernah liat di area belakang sekolah ..."

Kalimatnya menggantung, seolah kata-kata itu sangat sulit untuk ia keluarkan. Lidahnya kelu. Matanya mulai berkaca-kaca. Ada kenangan buruk yang tiba-tiba terlintas.

Digma menoleh. Sepertinya diamnya gadis itu punya alasan. Ia pun memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut.

Mereka pun lanjut ke gudang olahraga. Udara lembab berbau apek dan kayu lapuk menyambut mereka. Fara menunjuk ke balik tumpukan matras. "Katanya, dia pernah ngurung anak kelas 10 di situ. Gara-gara anak itu nolak ngerokok bareng gengnya."

"Parah ..." gumam Digma, sambil memutar tubuh, mencari spot untuk kamera. Ia menemukan celah di balik ventilasi tinggi. Dengan gerakan cepat, ia mengeluarkan kamera mikro dari sakunya.

Saat hendak menempelkan kamera, Fara tiba-tiba mendekat.

"Lo ngapain?" tanyanya, setengah bingung.

Digma refleks mundur setengah langkah, lalu ... menarik Fara perlahan ke arahnya. Wajah mereka nyaris bersentuhan. Napas Fara tercekat. Wajahnya langsung memanas. Matanya membulat.

"Jangan gerak dulu ..." bisik Digma, cepat dan lirih. Tangannya dengan cepat menyelipkan kamera ke balik ventilasi, menutupinya dengan tubuhnya agar tak terlihat.

Fara masih membeku, jantungnya berdentum cepat. "Dig ... apa—lo—"

"Maaf," potong Digma sambil perlahan menjauh. "Refleks. Lo datang tiba-tiba."

Fara berdiri kaku. Ia masih merasa aneh dengan momen barusan, tapi tidak tahu harus berkata apa.

"Lo ... aneh banget," gumamnya, mencoba terdengar ketus, meski nada suaranya lebih seperti orang gugup.

Digma hanya menyeringai, pura-pura tak tahu. Hingga tiba-tiba mata Digma menangkap sesuatu dari celah pintu gedung. Gery dan gengnya berjalan ke arah mereka, wajah-wajah mereka penuh tawa licik.

Digma kembali menatap Fara panik. Jika Fara tetap berada di dekatnya, gadis itu dalam bahaya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tetesan Air langit di Gunung Palung
441      306     0     
Short Story
Semoga kelak yang tertimpa reruntuhan hujan rindu adalah dia, biarlah segores saja dia rasakan, beginilah aku sejujurnya yang merasakan ketika hujan membasahi
Deep Sequence
307      258     1     
Fantasy
Nurani, biasa dipanggil Nura, seorang editor buku yang iseng memulai debut tulisannya di salah satu laman kepenulisan daring. Berkat bantuan para penulis yang pernah bekerja sama dengannya, karya perdana Nura cepat mengisi deretan novel terpopuler di sana. Bisa jadi karena terlalu penat menghadapi kehidupan nyata, bisa juga lelah atas tetek bengek tuntutan target di usia hampir kepala tiga. N...
Time Travel : Majapahit Empire
51673      5265     10     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Sherwin
367      247     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
FAMILY? Apakah ini yang dimaksud keluarga, eyang?
132      121     2     
Inspirational
Kehidupan bahagia Fira di kota runtuh akibat kebangkrutan, membawanya ke rumah kuno Eyang di desa. Berpisah dari orang tua yang merantau dan menghadapi lingkungan baru yang asing, Fira mencari jawaban tentang arti "family" yang dulu terasa pasti. Dalam kehangatan Eyang dan persahabatan tulus dari Anas, Fira menemukan secercah harapan. Namun, kerinduan dan ketidakpastian terus menghantuinya, mendo...
WALK AMONG THE DARK
799      441     8     
Short Story
Lidya mungkin terlihat seperti gadis remaja biasa. Berangkat ke sekolah dan pulang ketika senja adalah kegiatannya sehari-hari. Namun ternyata, sebuah pekerjaan kelam menantinya ketika malam tiba. Ialah salah satu pelaku dari kasus menghilangnya para anak yatim di kota X. Sembari menahan rasa sakit dan perasaan berdosa, ia mulai tenggelam ke dalam kegelapan, menunggu sebuah cahaya datang untuk me...
Reandra
1093      738     66     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Interaksi
221      188     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Menanti Kepulangan
36      32     1     
Fantasy
Mori selalu bertanya-tanya, kapan tiba giliran ia pulang ke bulan. Ibu dan ayahnya sudah lebih dulu pulang. Sang Nenek bilang, suatu hari ia dan Nenek pasti akan kembali ke bulan. Mereka semua akan berkumpul dan berbahagia bersama di sana. Namun, suatu hari, Mori tanpa sengaja bertemu peri kunang-kunang di sebuah taman kota. Sang peri pun memberitahu Mori cara menuju bulan dengan mudah. Tentu ada...
Da Capo al Fine
199      169     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir