Loading...
Logo TinLit
Read Story - FaraDigma
MENU
About Us  

Pak Daryo berdiri membatu, sorot matanya tajam saat melihat rokok yang menyala di jari Digma.

"Jadi ini yang kamu lakukan di jam sekolah?" suaranya berat, nyaris menggelegar. "Saya kira kamu anak baru yang bisa dibimbing. Tapi ternyata kamu bagian dari mereka."

Fara yang berdiri tepat di belakangnya langsung maju berusaha membela. "Pak, bukan gitu. Saya yakin Digma—"

"Saya gak butuh penjelasan, Fara!" potong Pak Daryo tajam. "Kamu terlalu mudah percaya. Anak ini bukan korban, dia pelaku. Lihat saja, dia satu lingkaran dengan Gery."

Fara menunduk, hatinya mencelos. Ia ingin bicara dan menjelaskan semuanya—bahwa Digma dijebak, bahwa dia tahu benar betapa Gery bisa memutar balikkan keadaan. Tapi lidahnya kelu, ketakutannya menahan semua argumen di tenggorokan.

Digma masih terdiam. Pandangannya tajam ke arah Gery dan gengnya yang kini hanya berdiri sambil tersenyum penuh kemenangan.

"Ayo, sekarang kamu ikut saya!"

"Maaf Pak, kenapa saya saja yang ditarik?" suara Digma akhirnya keluar, berat, namun tetap berusaha tenang. "Mereka juga pegang rokok, Pak. Tapi kenapa hanya saya yang ditegur?"

Pak Daryo tak menjawab. Tangannya mencengkeram lengan Digma lebih kuat, seolah itu cukup jadi jawaban.

Digma menarik napas, lalu tersenyum miris. Senyum itu kosong. "Oh... saya ngerti sekarang."

Ya, Digma tahu. Pak Daryo sama seperti guru lainnya di sekolah ini. Semua takut pada Gery dan bapaknya. Sang ketua yayasan.

Langkah kaki Digma dan guru kedisiplinan itu menjejak keras di koridor. Mereka lalu berhenti di tengah lapangan yang terpanggang matahari. Tiang bendera berdiri tegak, seolah menantang langit yang sedang murka.

"Kamu hormat ke bendera sampai saya bilang cukup," perintah Daryo tegas. "Dan jangan coba-coba kabur."

Digma menurut. Tangannya tegak di pelipis, menatap ujung bendera yang tak bergerak. Matahari menyiram wajahnya tanpa ampun, keringat menetes satu per satu. Tapi bukan panas yang paling menyiksa dirinya saat ini, rasa tak adil yang ia dapatkan yang sejak tadi mencekik di dalam dadanya.

Dari kelasnya, Fara melihat Digma iba Ia menggigit bibir bawahnya gusar. Ia tahu ini salah. Ia tahu Digma tak pantas diperlakukan begini. Ia pun merogoh tasnya, mengeluarkan buku, lalu berlari kecil menghampiri Digma. Ia berdiri di sisi Digma tanpa banyak bicara sambil menaikkan buku miliknya menutupi wajah cowok itu dari terik matahari.

"Gue sih kuat-kuat aja berdiri seharian di sini. Tapi tuh, si matahari betah bener nyiksa gue," gumam Digma lirih, setengah bercanda.

Fara tertawa kecil, kaku. Tapi di matanya, ada kegelisahan yang tak bisa ditutupi.

"Kenapa lo masih bantuin gue?" tanya Digma, lirih. "Lo liat sendiri kan tadi. Rokok itu di tangan gue."

"Karena gue kenal Gery," jawab Fara, pelan namun penuh tekanan. "Gue tahu dia bisa bikin semua orang kelihatan salah. Termasuk lo."

Hening. Hanya suara angin dan gesekan dedaunan yang mengisi ruang di antara mereka. Bel masuk pelajaran selanjutnya sudah berdering sejak tadi. Tapi rasa bersalahnya pada Digma membuat Fara akhirnya bolos pelajaran sebentar demi meringankan hukuman cowok itu.

Digma memiringkan kepala, menatap Fara dari sudut matanya. "Lo gak takut gue beneran anak nakal?"

Fara menghela napas. "Gue takut banyak hal. Tapi bukan lo."

Digma menatap gadis itu lama. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

Dan tiba-tiba, dia menurunkan tangannya.

"Eh, lo ngapain?" tanya Fara panik.

"Udah cukup. Gue gak mau berdiri di bawah matahari buat kesalahan yang bukan gue lakuin," jawab Digma pelan, lalu tersenyum kecil. "Tenang aja. Gue punya ide."

"Digma, lo gila?" Fara mencengkram lengannya. "Lo bisa dihukum lebih parah!"

"Gue bakal pura-pura pingsan," bisik Digma.

"Apa?!"

"Ssst. Lo tinggal tangkep gue, terus bawa gue ke UKS. Biar Pak Daryo panik dan lo keliatan berjasa."

Sebelum Fara bisa memprotes, tubuh Digma sudah ambruk pelan, nyaris dramatis. Fara tersentak, menahan tubuhnya.

"Pak! Pak! Digma pingsan, Pak!" teriak Fara.

Pak Daryo berbalik, mendekat cepat. "Ya ampun...! Bawa ke UKS! Cepat!"

Dan begitu mereka sampai di UKS, hawa dingin menyambut kulit Digma yang basah keringat. Untung saja Pak Daryo sudah balik ke ruang guru dengan cepat, sehingga ia bisa langsung rebahan, merentangkan tangan seperti habis memenangkan pertandingan taekwondo yang biasa ia lakukan.

"Rasanya kayak nemu surga setelah dihajar neraka," gumam Digma merasakan setiap kenyamanan yang ada.

Fara hanya menggeleng sambil meletakkan segelas air putih.

"Jadi lo ngaku, lo pingsan bohongan?"

"Gue ngaku, dan gue gak nyesel," jawab Digma santai.

Fara duduk di pinggir ranjang. Senyum malu-malu muncul di wajahnya. "Lo selalu santai ya..."

"Enggak juga. Tadi pas Gery nyodorin rokok, tangan gue gemeter, sumpah."

"Terus lo kenapa gak lari aja?"

Digma menoleh, menatap mata Fara. "Karena kalau gue lari, mungkin lo yang bakal jadi sasaran Gery selanjutnya."

Mereka terdiam beberapa detik. Ada sesuatu yang tak diucap, tapi mengalir di antara pandangan mereka. Hingga tiba-tiba bel pulang berbunyi.

"Yah... time's up," ujar Digma sambil duduk. "Gue balik dulu. Makasih ya, Ra, untuk semuanya. Tapi lain kali, lo nggak perlu ikut campur."

Tak sempat membantah ucapan Digma, Digma sudah berlari menuju kelasnya mengambil tas dan berkemas.

***

Lagi-lagi Digma tak langsung pulang ke rumah. Lagi pula ia tak pernah dicariin sang mama, karena kesibukan mamanya sebagai pemilik bisnis rumah makan terkenal.

Digma datang kembali ke kosan Atha. Atha membuka pintu dengan wajah sinis. Digma berdiri di depan, baju kusut dengan wajah masih terdapat bekas lebam.

"Masuk," tukas Atha tanpa basa-basi.

Digma masuk, lalu duduk sembari mengangkat alis. "Santai napa. Gue yang babak belur, lo yang emosi."

"Gue emosi karena ini udah yang kedua kalinya lo kayak gitu. Yang pertama gue masih bisa bilang 'kecelakaan'. Tapi dua kali? Di hari-hari awal lo pindah sekolah? Ada yang gak beres."

Digma menatap Atha lama. Lalu ia terkekeh. "Harusnya gue yang marah. Itu PR yang lo kerjain, nilainya 20. Gery ngamuk ke gue karena lo gak bisa bedain anatomi daun sama anatomi hati."

"Dig." Nada Atha berubah serius. "Gue butuh jawaban."

Digma mendesah. Lalu dengan tatapan lurus ke arah Atha ia berkata, "Oke. Gue bakal cerita. Tapi dengan satu syarat."

"Apa?"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Teman Khayalan
1746      758     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Laci Meja
508      342     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
57      52     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...
I Hate My Brother
481      327     1     
Short Story
Why my parents only love my brother? Why life is so unfair??
Sherwin
388      262     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Lost in Drama
2011      798     4     
Romance
"Drama itu hanya untuk perempuan, ceritanya terlalu manis dan terkesan dibuat-buat." Ujar seorang pemuda yang menatap cuek seorang gadis yang tengah bertolak pinggang di dekatnya itu. Si gadis mendengus. "Kau berkata begitu karena iri pada pemeran utama laki-laki yang lebih daripadamu." "Jangan berkata sembarangan." "Memang benar, kau tidak bisa berb...
Menuntut Rasa
500      380     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
Senja Belum Berlalu
4190      1473     5     
Romance
Kehidupan seorang yang bernama Nita, yang dikatakan penyandang difabel tidak juga, namun untuk dikatakan sempurna, dia memang tidak sempurna. Nita yang akhirnya mampu mengendalikan dirinya, sayangnya ia tak mampu mengendalikan nasibnya, sejatinya nasib bisa diubah. Dan takdir yang ia terima sejatinya juga bisa diubah, namun sayangnya Nita tidak berupaya keras meminta untuk diubah. Ia menyesal...
Perfect Love INTROVERT
10937      2032     2     
Fan Fiction
You Are The Reason
2315      950     8     
Fan Fiction
Bagiku, dia tak lebih dari seorang gadis dengan penampilan mencolok dan haus akan reputasi. Dia akan melakukan apapun demi membuat namanya melambung tinggi. Dan aku, aku adalah orang paling menderita yang ditugaskan untuk membuat dokumenter tentang dirinya. Dia selalu ingin terlihat cantik dan tampil sempurna dihadapan orang-orang. Dan aku harus membuat semua itu menjadi kenyataan. Belum lagi...