Loading...
Logo TinLit
Read Story - Our Perfect Times
MENU
About Us  

Sejak sebelum subuh Keiza sudah stand by di sekolah. Selain menjadi koordinator untuk tim berita dan dokumentasi, Keiza juga adalah PIC untuk ticketing. Jadi Keiza baru bisa meninggalkan area penjualan tiket masuk setelah tiket terjual habis. Untungnya tiket on the spot ludes tepat saat jam makan siang. Jadi Keiza bisa kembali ke ruang khusus panitia untuk beristirahat sebentar.

Sesuai rapat, ruangan khusus untuk panitia terletak di kelas Sebelas Multimedia 1, kelas Avissena dan Danes. Keiza sebenarnya enggan masuk ke kelas itu, ia tak ingin bertemu Avissena atau Radhina. Namun karena jatah makan siangnya ada di sana jadi Keiza tetap melangkahkan kaki. Avissena tak ada di dalam kelas tetapi Radhina ada, sedang ikut makan bersama anak-anak kelas Multimedia yang lain. Entah sejak kapan Radhina jadi sangat akrab dengan anak-anak jurusan itu. Mata mereka bertemu, agak canggung tetapi Keiza berusaha melempar senyum. Senyum formal pertamanya untuk Radhi sejak kejadian tulisan mading atau rokok itu.

Radhina sendiri… ketika tahu yang menempel tulisan itu bukan Keiza, jadi terus merasa bersalah. Namun jarak yang lebar keburu tercipta. Ia sudah keburu pindah tempat duduk. Entah kenapa Keiza sendiri jadi lebih pendiam. Radhina pikir itu karena pentas seni yang segera diadakan. Atau lomba, atau apa. Yang jelas, ia tak ingin mengganggu Keiza dulu. Setidaknya sampai semua urusannya selesai. Baru Radhina bertekad untuk bicara dengan cewek itu lagi.

Keiza sendiri terus berjalan ke arah tumpukan nasi kotak di sudut ruangan. Tapi sebelum tangannya berhasil menyentuh satu nasi kotak, Nita muncul dari ambang pintu kelas, memanggil cewek itu,

“Ja!” Nita langsung mendekat dan menarik tangan Keiza seraya berkata, “Bu Ida minta wawancara singkat sama Guest Star, sekarang!” Nita menyebut nama Kepala Sekolah Teruna Angkasa. Nita tentu saja tak membiarkan Ketuanya lengser begitu saja. Bagi Nita, kalau Keiza tidak ada, Ekskul Jurnalistik akan kehilangan separuh jiwanya. Lagipula, secara logika sederhana, siapa yang mau mengambil tugas Keiza yang bejibun itu? Seperti yang Avissena bilang, Keiza ibarat google form berjalan, siapa butuh bantuan tinggal register saja.

Informasi itu jelas membuat Keiza menunda makan siangnya. Ia segera mengambil blok note dan recorder dari dalam tas yang memang dititipkan di sudut kelas yang lain. Setelah itu ia langsung berlari keluar kelas, meninggalkan makan siang dan Radhina yang sedang menimbang-nimbang, mencari cara. Bagaimana ia bisa mengambil sedikit waktu Keiza untuk bicara.

Selesai wawancara kepala sekolah, Keiza langsung disibukkan oleh wawancara dengan beberapa penampil. Lalu dilanjutkan dengan mengambil dokumentasi para juri festival tari. Dan menyaksikan kelancaran pentas drama. Keiza baru bisa duduk menenangkan diri saat jarum jam tangannya menunjuk angka 4.30.

“Ya ampun…” Keiza bersandar pada punggung kursi. Ia kini sedang berada di taman samping sekolah. Taman adalah area khusus dimana tidak ada stand yang berdiri, jadi tempat itu tidak terlalu ramai. Ponselnya berdering nyaring, ia segera melihat ke layar ponsel, ternyata Nita yang menelponnya. Keiza mendiamkan panggilan itu, bahkan mengubah setting  ponselnya ke mode silent.

“Maaf Nit, aku mau istirahat sebentar,” ia berujar pada ponsel itu.

Mendadak pipinya kena sengatan dingin. Keiza lantas terlonjak kaget, tambah kaget begitu melihat badut prodak minuman dingin berdiri menjulang di belakang kursi taman, menempelkan kaleng minuman dingin di pipinya.

“Siapa?” Badut itu cuma menggeleng, menyodorkan kantong plastik putih pada Keiza. “B-buat saya?” tanya Keiza bingung.

Si badut mengangguk sekali.

“Dari siapa? Kamu siapa?” Si badut menggeleng lagi untuk menjawab pertanyaan Keiza. Ia kemudian menyodorkan kantung plastik itu lagi, memaksa Keiza untuk menerimanya. Keiza mau tidak mau harus meraih kantong itu, daripada jatuh melesak ke tanah. Ia melihat kotak makanan dari stand okonomiyaki dan kaleng minuman dingin di dalamnya. Si badut melambaikan tangannya lalu berlari meninggalkan Keiza.

“Tunggu!” Keiza mau mengejar tetapi ia keburu ditahan oleh Nita yang tiba-tiba muncul dari belakang seperti hantu di siang bolong.

“Aku telepon nggak kamu angkat!” Omel cewek itu.

“Maaf, aku mau istirahat sebentar tadinya. Tapi masa tadi ada badut ngasih aku ini,” Keiza menunjukkan kantong plastik putih berisi makanan pada Nita.

“Iya aku lihat. Karena cahanya bagus aku sempet motret kalian. Anglenya pas banget, cahaya mataharinya bersinar, presetnya alami.”

“Kamu pegang kamera?” yang Keiza tahu, fotografi tak menjadi tanggung jawab Nita.

“Aku pinjam dari Digo, kan aku belum dapat foto kamu hari ini, hehehe.” Nita menyebut nama Ketua Ekskul Fotografi. “Yaudah, kamu makan dulu deh, sayang okonomiyakinya.”

“Tapi ini dari siapa?” Keiza penasaran, ia kembali duduk di bangku taman dan membuka kotak pembungkus okonomiyaki-nya. Di sisi atas kotak itu ada tulisan :

Sesibuk apapun jangan sampe lupa makan.

oOo

Sementara hari semakin gelap. Pentas Seni sudah berada di ujung acara. Keiza menonton tarian penutup dari area shoot camera. Badannya letih sekali, setelah acara ini ia berencana mandi air hangat dan minum susu coklat dingin. Pasti rasanya segar. Tetapi saat mengingat keadaan orang tuanya di rumah, Keiza urung.

Aku nggak mau pulang.

Kemudian saat tarian benar-benar berakhir, terdengar suara desingan dari atap sekolah. Lalu kembang api muncul memecah langit malam yang gelap.

Keiza terkejut, melihat langit berubah menjadi warna-warni. Dan kembang api itu tidak sebentar! Tembakan kembang api semakin ramai membuat seluruh pengunjung berdecak kagum. OSIS mana punya anggaran untuk menyalakan parade kembang api? Keiza lantas berlari menuju tepi panggung, tempat Gibran dan panitia lainnya berkumpul.

“Emangnya ada agenda nyalain kembang api?” tanya Keiza begitu sampai di depan cowok itu. Gibran hanya tersenyum sambil menggeleng.

“Terus, itu apa?” alis mata Keiza berkerut penasaran, menunjuk ke atas langit yang kini bercahaya warna-warni.

Gibran meangkat bahu seraya berkata, “request dari seseorang buat seseorang.”

Mendadak Keiza teringat percakapan berminggu-minggu yang lalu. Keiza tercenung. Lalu ia kembali menatap Gibran seraya mendesak, “dari siapa? buat siapa?” Keiza penasaran. Lagi-lagi Gibran memberi Keiza jawaban yang bikin kesal, cowok itu hanya nyengir penuh rahasia sambil berkata, “nanti juga kamu tahu, Ja.” Lalu terkekeh. “Yang jelas, kamu udah bantuin aku menerima surat itu. Surat yang emang matahin hati, tapi seenggaknya gue bisa lebih cepet buat move on. Jadi sekarang… jadi ini balas budi dari gue.” Gibran menjelaskan dengan kalimat panggil yang campur aduk.

Keiza mengerutkan ujung alis matanya. Kalimat itu sama sekali tak menjawab rasa penasarannya. Gibran pasti sengaja.

“Kak… kamu main rahasiaan-rahasiaan begitu namanya bukan balas budi, tapi balas dendam.”

oOo

“Kamu masih belom tahu siapa yang nyalain kembang api di pensi kemarin, Ja?” Nita bertanya hati-hati. Nita tahu Keiza sedang berusaha membujuk Gibran men-spill siapa otak dibalik parade kembang api .

“Aku punya suspect, tapi aku nggak yakin.” jawab Keiza sembari melihat langit-langit ruang ekskul. Pengunduran dirinya ditunda sementara. Nita dan kepanitiaan pensi masih membutuhkan Keiza setidaknya sampai mereka selesai membuat laporan pertanggung jawaban.

“Siapa?” Nita penasaran, tetapi Keiza tak memberi jawaban. Gadis itu berpikir sebentar lalu menggelengkan kepala seraya menjawab.

 “Nggak jadi deh. Bukan dia.” Ia menggeleng.

Nita berdecak. “Terus badut itu?”

Keiza menggeleng, ia juga tak berhasil menemukan informasi tentang orang yang ada di balik kostum badut. Kini matanya menatap kosong pada layar laptop yang menampilkan foto-foto dokumentasi Pentas Seni. Sebagian sudah dicetak untuk dipajang di papan find your face. Kegiatan sedekah amal sekolah akan dilakukan  minggu depan.

Tim Jurnalistik, selain membuat berita dan bulletin, juga kebagian tugas menjual hasil foto dokumentasi pensi dengan harga seikhlasnya. Keiza mendapatkan barter jasa cetak foto dari sponsor jadi tim-nya tidak perlu mengeluarkan biaya. Saat ini ia merasa tidak punya cukup waktu untuk berpikir soal badut atau kembang api. Namun bayangan itu terus muncul bagai distraksi di tengah penatnya masalah keluarga.

Keiza terus saja melihat foto-foto itu secara asal. Sampai ketika laptopnya sampai pada foto dirinya dan badut, ia tertegun. Di foto itu terlihat si badut yang sedang memberikan Keiza kantong plastik putih. Kemudian Digo, si Ketua Ekskul fotografi muncul dari ambang pintu ruang ekskul, memanggil Keiza santai seraya mendekati cewek itu. “Ja, lo pasti nggak nyangka, kita jadi sultan!” Ia tersenyum sumringah.

“Sultan apanya?” Keiza mengangkat sebelah alis, wajahnya antara serius dan ingin tersenyum karena ekspresi lawak dari Digo.

“Nih, nih, liat!” Digo menyerahkan amplop putih berisi uang dengan nominal yang beragam. “Itu semua hasil sumbangan anak-anak dari papan find your face. Gila banget, kita baru pasang tiga puluh menit semua foto udah abis dibeli!”

“Wow.” Keiza juga turut senang mendengarnya. “Aku akan setor ke Ketos nanti sore—“

“Sebentar, itu belom semuanya.” Digo memotong sambil mengeluarkan satu amplop lagi dari saku celananya. Ia kemudian menarik kursi kosong supaya bisa duduk di dekat Keiza. Sembari menyerahkan amplop itu, Digo berkata dengan nada pelan,

“Diem-diem aja, ini dari Avissena.”

Lantas alis Keiza berkerut. Begitu juga Nita yang menampilkan raut wajah kebingungan. Setelah mengorek isinya, keduanya langsung kaget. Sepuluh lembar uang dengan potret Soekarno-Hatta berjejer rapi! Berurutan bahkan sampai ke nomor seri! Anak SMK mana yang rela menyumbangkan uang sebanyak itu hanya untuk selembar foto?

“Kalo aja ini amplop nggak harus gue buka buat gue kalkulasi sama duit yang laen, gue juga nggak bakal tahu kalo dia tuh, sangat dermawan.”

“Ah, dia ambil sepuluh foto kali,” Nita mencari-cari alasan logis.

Digo langsung menggeleng, “lo pasti kaget kalo tahu foto apa yang dia beli. Dia cuma beli satu foto, gue denger dari Riama—anggota yang khusus jagain papan, dia pilih foto nomor 84.”

“Foto nomor 84?” akhirnya Keiza penasaran juga. Setelah kejadian Abella itu, Keiza agak mengambil jarak dari Avissena. Ia jadi kurang update tentang apa yang dilakukan cowok itu. Keiza segera menggeser laptop supaya ketiganya bisa melihat layar monitor. Dan ketika Keiza mengklik icon pictures yang memang sedang ia lihat-lihat tadi, Digo terperanjat.

“Ini, Ja!” cowok itu menunjuk foto yang ada di layar. “Lo inget kan, kalo urutan pemasangan foto papan itu berdasarkan dua nomor paling belakang dari kode fotonya?”

Benar. Semua sistem itu Keiza sendiri yang buat. Hanya saja ia tidak percaya kalau fotonya bersama badut juga turut dipasang. Juga sama sekali tidak menyangka kalau… Avissena akan membelinya. Pertanyaannya… kenapa?

Keiza menahan nafas, terkejut. Namun kemudian ia berusaha menyingkirkan semua prasangka yang muncul. Berusaha menghalau segala harap. Bahkan jika memang benar Avissena yang membelinya, lalu kenapa? Sejak kelas satu cowok itu memang selalu hadir sebagai teman yang baik. Tanpa syarat. Kali ini bisa jadi Avissena juga melakukan sesuatu untuk membuat Keiza bersemangat. Tapi, lalu apa? Memangnya kenapa kalau ternyata semua spekulasi Keiza benar? Satu hal yang pasti Keiza tak bisa berharap. Kini, ia tak boleh menggantungkan harapan yang tinggi terhadap apapun yang ada di Teruna Angkasa. Sebabnya sederhana, karena di semester dua nanti, Keiza akan ikut Ibuna pindah ke Jogjakarta.

oOo

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
WulanaVSurya
455      318     1     
Romance
Terimakasih, kamu hadir kembali dalam diri manusia lain. Kamu, wanita satu-satunya yang berhasil meruntuhkan kokohnya benteng hatiku. Aku berjanji, tidak akan menyia-nyiakan waktu agar aku tidak kecewa seperti sedia kala, disaat aku selalu melewatkanmu.
Goresan Luka Pemberi Makna
1990      1478     0     
Short Story
langkah kaki kedepan siapa yang tau. begitu pula dengan persahabatan, tak semua berjalan mulus.. Hanya kepercayaan yang bisa mengutuhkan sebuah hubungan.
Seperti Cinta Zulaikha
1814      1182     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
I'm Growing With Pain
13940      2099     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
Rain, Maple, dan Senja
966      587     3     
Short Story
Takdir mempertemukan Dean dengan Rain di bawah pohon maple dan indahnya langit senja. Takdir pula yang memisahkan mereka. Atau mungkin tidak?
Kepak Sayap yang Hilang
111      104     1     
Short Story
Noe, seorang mahasiswa Sastra Jepang mengagalkan impiannya untuk pergi ke Jepang. Dia tidak dapat meninggalkan adik kembarnya diasuh sendirian oleh neneknya yang sudah renta. Namun, keikhlasan Noe digantikan dengan hal lebih besar yang terjadi pada hidupnya.
Rasa Cinta dan Sakit
500      270     1     
Short Story
Shely Arian Xanzani adalah siswa SMA yang sering menjadi sasaran bully. Meski dia bisa melawan, Shely memilih untuk diam saja karena tak mau menciptakan masalah baru. Suatu hari ketika Shely di bully dan ditinggalkan begitu saja di halaman belakan sekolah, tanpa di duga ada seorang lelaki yang datang tiba-tiba menemani Shely yang sedang berisitirahat. Sang gadis sangat terkejut dan merasa aneh...
Kenangan Hujan
538      398     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi
Havana
857      427     2     
Romance
Christine Reine hidup bersama Ayah kandung dan Ibu tirinya di New York. Hari-hari yang dilalui gadis itu sangat sulit. Dia merasa hidupnya tidak berguna. Sampai suatu ketika ia menyelinap kamar kakaknya dan menemukan foto kota Havana. Chris ingin tinggal di sana. New York dan Indonesia mengecewakan dirinya.
My love doctor
298      251     1     
Romance
seorang Dokter berparas tampan berwajah oriental bernama Rezky Mahardika yang jatuh hati pada seorang Perawat Salsabila Annisa sejak pertama kali bertemu. Namun ada sebuah rahasia tentang Salsa (nama panggilan perawat) yang belum Dokter Rezky ketahui, hingga Dokter Rezky mengetahui tentang status Salsa serta masa lalunya . Salsa mengira setelah mengetahui tentang dirinya Dokter Rezky akan menja...