Kembali ke diri kakak yang dulu
Beberapa tahun berlalu. Seperti yang disebutkan di bab sebelumnya. Pertemuan antara Lyra dan Lenard di markas Leiweis menjadi awal kisah cinta mereka. Mere Beberapa tahun berlalu. Seperti yang disebutkan sebelumnya, pertemuan antara Lyra dan Lenard di markas Leiweis menjadi awal kisah cinta mereka. Mereka akhirnya menikah saat Lenard berusia 27 tahun dan Lyra 26 tahun.
Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki, yang diberi nama Tameqi Larda. Singkatan dari Lenard dan Lyra. Mereka adalah keluarga dengan inisal L.
Kini, Lenard telah resmi menjadi anggota Leiweis, bahkan menduduki posisi sebagai Wakil Pemimpin. Ia bukan lagi Lenard yang lemah seperti dulu. Aura biru miliknya kini berubah menjadi hitam pekat, menandakan kekuatannya telah naik ke level yang lebih tinggi.
Helaian rambut putihnya yang dulunya hanya sejumput, kini terlihat jelas. Dan soal penampilan... Lenard tumbuh menjadi pria yang memikat, tampan, sabar, setia, peka, pokoknya the real grenflag man. Itu juga adalah alasan kuat kenapa Lyra jatuh cinta padanya.
Namun... Bab ini bukan tentang kisah cinta mereka. Ini adalah awal dari perang besar antara Leiweis dan pemilik retakan hitam.
Perang... yang akan mengubah segalanya.
***
Akhir-akhir ini, Leiweis digemparkan oleh kemunculan seorang penyusup. Yang mengejutkan, penyusup ini ternyata adalah salah satu korban pembantaian Naln beberapa tahun lalu, seseorang yang diam-diam telah dihipnotis oleh Naln untuk menjadi mata-mata.
Namanya adalah Nerien. Ia sempat diselamatkan oleh tim Leiweis saat operasi penyelamatan di masa lalu. Tak ada yang mencurigakan sejak saat itu, gerak-geriknya biasa saja. Tapi Lenard sempat menaruh curiga, terutama pada mata Nerien, yang tampak mirip dengan mata Naln, indah dan tenang. Namun saat itu, ia hanya menganggapnya sebagai kebetulan.
Lama-kelamaan, hipnotis itu mulai pudar. Warna mata Nerien perlahan memudar, bukan indah, melainkan menyeramkan. Seperti sepasang mata mayat yang dikendalikan dari dalam.
Akhirnya, tanda-tanda nyata pun muncul. Karena jiwanya tidak sepenuhnya hilang, Nerien berhasil mengambil alih tubuhnya kembali walau hanya sebentar. Dengan napas tersengal dan tubuh gemetar, ia berkata,
“Tolong aku... aku sudah dihipnotis bertahun-tahun oleh Naln. Saat dia membantai kota itu... dia bilang padaku ‘Teruslah bersama adikku. Pastikan dia hidup tenang.’ Tuan Lenard... sepertinya... dia masih... menyayangi tuan...” Seketika setelah kata-kata itu keluar, Nerien tumbang, terlalu lelah melawan pengaruh Naln.
Dengan terungkapnya bahwa Nerien adalah penyusup, Kepala Intelijen Leiweis segera mengadakan rapat darurat. Suasana ruang rapat dipenuhi ketegangan, rencana perang tampaknya tinggal menunggu waktu.
Dareth angkat bicara.
"Naln pasti sudah tahu hipnotisnya pada Nerien gagal. Itu berarti ia dan Sron tengah menyusun siasat baru. Kemungkinan besar, mereka akan menyerbu markas kita dengan ribuan Eavron." Semua mengangguk.
"Saya setuju. Gagalnya kendali atas Nerien adalah pukulan besar. Rencana mereka terbongkar." Seorang petugas strategi menambahkan,
"Naln menghipnotis Nerien agar bisa mendekati Wakil Pemimpin kita, Lenard. Anehnya... meski telah dikuasai oleh Sron, Naln tampaknya masih berusaha melindungi adiknya." Hening. Lenard hanya terdiam, tatapannya kosong. Gev, Kepala Komunikasi, menepuk bahu Lenard dan berujar,
"Kau pasti sangat dekat dengan kakakmu, ya? Wahai Wakil Pemimpin." Lenard menjawab singkat,
"Iya, Tuan." Meron, pemimpin Leiweis, menegur,
"Sudahlah Gev, itu hal yang lumrah. Kakak yang menyayangi adiknya, bisa melakukan apa pun demi melindunginya." Meron lalu beralih ke topik utama.
"Baik, kita harus mulai menyusun strategi jika perang benar-benar terjadi." Kepala Strategi mengusulkan,
"Bagaimana jika kita kirim drone ke hutan Deringle? Kita bisa jadikan mereka mata-mata untuk melacak pergerakan Naln." Namun Meron menggeleng.
"Jangan. Naln dan Sron bisa berbicara dengan Alam. Drone kita bisa mudah terlacak." Lenard tiba-tiba angkat suara,
"Tapi Tuan, alam tak lagi sepihak dengan mereka. Meski mereka bisa bicara dengan alam, tak berarti alam mendukung mereka." Mata semua orang tertuju pada Lenard. Meron mengangguk perlahan.
"Baik. Kita pertimbangkan usulan ini. Tapi kita butuh pendapat tambahan sebelum putuskan langkah selanjutnya." Rapat pun berlanjut, dengan ketegangan yang menggantung di udara.
***
Hari itu tiba. Drone yang dikirim ke hutan Deringle awalnya berjalan lancar, ia berhasil menangkap percakapan antara Naln dan Sron. Namun, tiba-tiba... Naln menoleh.
Splash!
Dengan cepat, ia meraih drone dan mendekatkan wajahnya ke kamera. Mengerikan. Retakan di keningnya menjalar semakin luas, rambutnya kini sepenuhnya putih, sama seperti Sron. Naln berbicara pelan tapi menakutkan:
"Siap-siap besok lusa, Leiweis. Lenard... kau tak rindu kakakmu? Aku sudah jauh lebih kuat. Membalas dendam kini... lebih mudah." Kekehan seraknya menggema, lalu...sinyal terputus.
Rekaman itu langsung dibawa ke Meron oleh staf komunikasi. Kebetulan, Lenard ada di ruangan. Saat menonton cuplikan itu, Meron langsung berdiri.
"Rapat darurat. Umumkan persiapan perang. Esok lusa." Markas Leiweis langsung dipenuhi kesibukan. Persiapan dimulai. Termasuk Lenard. Ia menggendong Larda yang baru berusia dua tahun.
"Larda... jaga Mama ya. Papa kerja dulu sebentar." Larda memeluknya erat.
"Papa, mwau kemana?" Lenard tersenyum, mengangkatnya tinggi-tinggi agar tertawa.
"Kemana ya? Nanti kita main lagi ya." Tiba-tiba, suara Lyra terdengar pelan.
"Len... kamu janji kan akan kembali?" Lenard menatapnya, lalu membelai rambut istrinya dengan lembut.
"Aku janji, Yra sayang. Aku pasti kembali." Ia menarik kepala Lyra pelan, menyandarkannya ke dadanya.
Hening.
***
Perang dimulai. Pasukan Leiweis sudah bersiaga di selatan hutan Deringle. Eavron-Eavron berjejer di utara. Senyap. Tegang. Lenard berdiri di baris depan bersama Dareth dan Bu Dea, yang dulu guru BK, ternyata bagian medis psikologi. Tak ada waktu untuk nostalgia.
"Bagaimana Sron?" tanya Meron pada staf komunikasi. Diam sejenak.
"Mulai."
"SEMUA MAJU!" seru Meron. Pasukan Leiweis langsung menyerbu. Hutan menggema oleh suara pertempuran. Tiba-tiba, Splash!
Sron muncul di hadapan Meron.
"Kau lawanku, sahabat." Sekejap, mereka berdua teleport ke tempat lain. Lenard terlambat menghentikannya. Saat ia ingin mengejar-
"Lenard." Suara berat dan serak menghentikannya. Ia menoleh. Naln.
Wajah pucat. Retakan menjalar liar. Rambut putih sepenuhnya.
"Hi, adikku. Bagaimana Lyra? Larda? Wah, aku sudah jadi paman sekarang, ya... seperti Thalen dulu." Senyumnya...ramah. Tapi menyeramkan. Lenard tetap diam.
"Kenapa diam, dik? Aku nggak akan-"
Bum!
Lenard menyerang. Naln refleks membuat tameng transparan.
"Mau uji kekuatan?" Naln menyeringai.
"Baiklah." Pertarungan saudara pun pecah. Mereka berhenti Setelah setengah jam bertarung sengit, Lenard berteriak.
"KAKAK!" Naln terdiam. Langkahnya berhenti. Lenard berdiri beberapa meter di hadapannya, napas terengah.
"Mana kakakku yang dulu?! Yang tersenyum walau diejek teman-temannya? Yang lembut... yang menjaga adiknya...!" Mata Naln sedikit melebar.
"Apa yang membuat kakak seperti ini? Sron? Retakan itu? Dendam?" Lenard maju selangkah.
"Retakan hitam hanya membuatmu buta akan kasih. Dulu kau orang yang berbakti. Sekarang... penuh kebencian." Suara Lenard bergetar.
"Kembalilah. Aku ingin kakakku lagi. Aku ingin Larda punya paman yang baik. Aku ingin keluargaku utuh. Jauhi Sron. Hancurkan Retakan itu, kembali ke diri kakak yang dulu, kakak memangnya tak mau bersama ku lagi? Aku mau kak! Jadi...jadilah kakak ku yang dulu, sabar...berbakti...tulus...baik...pekerja keras...tak gampang menyerah, sekarang? Mana Naln yang dulu? Mana?..." Airmata membasahi pipi Lenard. Sunyi. Hanya detak jantung keduanya terdengar di antara jeritan perang. Lenard mengulurkan tangan.
"Raih tangan aku kak, jika kakak raih, itu pertanda kakak telah menjadi keluarga ku lagi, sama seperti dulu, bukan kakak yang hatinya penuh dengan dendam dan benci, gelap." Naln diam, ia menatap tangan Lenard.
"Aku...aku ragu..."
"Kak pikir. Perbuatan yang kakak lakukan itu salah. Pembantaian di berbagai wilayah...Itu bukan kebiasaan yang baik, tak sama seperti dulu." Lenard diam sejenak. menyeka air mata nya.
"Jadilah diri kakak yang sebenarnya, temukan jati diri kakak, marilah kita bersatu lagi..." Tangan Lenard masih terulur. Seketika, setets air mata membasahi pipi Naln yang penuh luka. Perlahan...retakan hitam di keningnya berkurang...cabang-cabang yang tumbuh kembali. Naln telah melawan sifat buruk yang di berikan retakan. Perlahan tangan Naln terangkat. Hendak meraih tangan Lenard. Namun...
Splash!
Naln merasa punggungnya di sentuh...tapi...kenapa tubuhnya serasa perlahan menghilang? Dan apa ini? Abu berterbangan?
"Kau penghianat Naln.Hati kau lemah, mudah luluh oleh kata-kata sampah..." Suara Sron terdengar...lemah.
"Sampah...kau sampah..." Lenard menatap tubuh kakaknya yang perlahan menjadi abu. Naln menatap Lenard, senyuman tulus terukir di wajahnya. Senyuman benar-benar...Naln...kakak Lenard.
"Maaf...dan...terimakasih adikku...Jaga dirimu ya. Kirim salam kepada Istri dan anak mu...Aku akan memberi salam mu kepada ibu, ayah, paman Thalen, tapi...jika aku di izinkan mampir ke surga ya...Selamat tinggal...Maafkan kakak ya..." Di detik itu...Naln hangus...menjadi abu yang terbang dengan tenang di telan udara.
Lenard membeku...Tidak...tidak...kakak...udah...
"APA YANG KAU LAKUKAN PADA KAKAK!" Lenard mengangkat tinjunya...tangannya dengan mudah di hentikan oleh tangan Sron. Tunggu...Perlahan tangan Lenard pun menjadi abu. Tapi...
Splash!
Dareth menyambar tangan Lenard sebelahnya. Ia membawa Lenard ke tempat aman. Tangan nya mengeluarkan aura hijau. Menyentuh tangan Lenard yang masih dalam proses menjadi abu. Berhenti.
"Semua sudah berakhir...Lenard."