Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kembali ke diri kakak yang dulu
MENU
About Us  

Leiweis

 

 

  Lenard duduk di ranjang ruang perawatan. Di sana, ia bersama Dareth yang mondar-mandir sejak tadi, sibuk mengobati luka para korban pembantaian Naln. Lenard masih diam, matanya bengkak. Trauma menempel kuat di dadanya.
Paman... paman...

  Sosok Thalen terlintas lagi dalam benaknya. Sosok yang memberinya kehangatan, yang selalu ada tanpa pamrih. Air mata kembali mengalir tanpa suara, membasahi pipinya.

  Dareth berhenti. Ia menoleh, lalu memanggil rekannya untuk mengambil alih tugasnya sementara. Ia berjalan menghampiri Lenard, duduk perlahan di sampingnya, menaruh tangan hangat di bahu bocah itu.

  “Lenard... kau mau minum?” Lenard tak menjawab. Bibirnya bergetar, napasnya berat. Dareth segera berdiri, mengambil sebotol air mineral di meja, lalu memberikannya.

  Lenard menerima tanpa bicara. Ia memutar tutup botol, meminum beberapa teguk.

  “Sudah mendingan?” tanya Dareth lembut. Lenard mengangguk pelan. Ia mendongak.

  “Om Dareth sebenarnya siapa?” Dareth tersenyum tipis.

  “Aku? Aku sahabat pamanmu.” Mata Lenard melebar.

  “Kami sebenarnya sudah bersahabat sejak kecil,” lanjutnya, nadanya menurun. Ia menyeka ujung matanya.

  “Maaf baru memberi tahumu, Lenard. Kami ingin kau hidup tenang.” Lenard menatap Dareth. Ia seperti melihat bayangan pamannya di wajah pria itu. Ia menghela napas, lalu menunduk lagi.

  “Lalu tempat apa ini? Kenapa megah sekali? Kenapa paman tiba-tiba datang... padahal katanya sedang kerja? Dan... kenapa Om Dareth juga bisa ada di sana, seolah tahu akan terjadi sesuatu?” Dareth menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil.

  “Baiklah, aku akan jelaskan. Dengarkan dengan baik, ya.” Ia duduk lebih dekat.

  “Aku dan Thalen bekerja di organisasi bernama Leiweis. Ini markasnya. Pemimpin Leiweis Meron Yunfel, ia sahabat lama Sron, mendirikan organisasi ini karena tahu Sron menyimpan ambisi berbahaya.”

  “Om Dareth di sini bagian medis, dan pamanmu bagian persenjataan,” sambungnya.

  “Makanya saat menyelamatkanmu, Thalen membawa senjata.” Lenard menyimak dalam diam.

  “Dan soal saat aku menyelamatkanmu dan Naln dari ular itu... itu juga bagian dari misiku.”

  “Misi?” Lenard bertanya perlahan.

  “Mengawasi Naln,” jawab Dareth, suara lebih berat. Lenard menunduk.

  “Pamanmu... sebenarnya sudah tahu bahwa Naln adalah pemilik kedua retakan hitam. Informasi itu berasal dari Sron sendiri, saat Meron sedang berhadapan dengan Sron.” Katanya sambil mengingat-ingat.

  “Sron pernah berkata pada Meron, bahwa ‘Pemilik kedua retakan hitam adalah keponakan salah satu anggota bagian persenjataanmu.’ ” Dareth menoleh ke Lenard.

  “Satu-satunya anggota yang punya keponakan adalah Thalen. Saat itu kau belum lahir. Jadi, semua yakin... itu Naln.” Lenard menggenggam botol airnya erat-erat. Dada terasa sesak. Luka lama belum pulih, luka baru datang bertubi-tubi.

  “Selama ini... pamanmu itu sering ke markas. Kami tahu, Lenard. Kami tahu bahwa Naln-lah yang membantai desamu dulu. Yang membunuh orang tuamu,” ucap Dareth pelan namun jelas. Lenard menggigit bibirnya. Matanya mulai basah lagi.

  “Dan saat kau tinggal bersama Thalen... Meron, pemimpin kami, memberi keringanan. Dia tahu Thalen butuh waktu. Butuh kesempatan untuk menjadi paman bagimu... agar kau tidak tumbuh sendiri.” Lenard menunduk, suara paman memanggil dirinya kembali terngiang di kepalanya.

  “Tadi,” lanjut Dareth sambil mengusap wajah lelahnya,

  “kami mendapat informasi mendadak. Naln berulah lagi. Ia membantai sebuah kota kecil. Walau kami tidak sempat menyelamatkan semuanya, sebagian berhasil kami evakuasi.” Ia menghela napas berat.

  “Setidaknya tidak seluruhnya hilang.”

  “Harusnya aku bisa melindungi paman,” bisik Lenard, nyaris tak terdengar. Dareth menatapnya lembut.

  “Tidak apa-apa. Kau belum cukup kuat, Lenard. Kekuatanmu belum stabil. Itu karena kau baru mulai melatihnya akhir-akhir ini, kan?” Lenard hanya menunduk dalam diam.

  “Eavron itu... mereka bukan musuh biasa. Kau tahu senjata milik pamanmu itu?” Dareth melanjutkan dengan nada ringan.

  “Itu dilapisi cairan khusus, dari bunga bernama Ilvene. Jika mengenai tubuh Eavron, mereka langsung berubah menjadi abu. Tanpa sisa.” Lenard mencengkeram celana piyamanya. Jantungnya masih terasa berat. Dareth menghela napas, lalu tersenyum kecil, berusaha memberi ketenangan.

  “Kau akan tinggal di sini sekarang, Lenard. Di markas ini. Beberapa hari ke depan, fokus dulu untuk pulih. Biarkan tubuh dan jiwamu istirahat dari semua luka itu.” Lenard mendongak perlahan. Tatapan mereka bertemu.

  “Baru setelah itu,” lanjut Dareth lembut,

  “kita mulai latihan. Bersama.” Lenard menatap pria itu sejenak... lalu mengangguk pelan. Diam-diam, dalam dirinya, sesuatu kembali menyala, meski kecil. Meski belum utuh. Tapi cukup untuk bertahan. 

 

***

 

  Beberapa hari berlalu...

  Lenard akhirnya mulai pulih. Luka-lukanya telah membaik, dan pikirannya kini dipenuhi bayangan tentang latihan bersama Dareth.

  Di lorong yang luas dan megah itu, langkahnya mendadak terhenti. Matanya terpaku pada seorang gadis... yang tampak begitu familiar.

  Tanpa ragu, ia menghampirinya. Tinggi gadis itu hanya sepundak Lenard. Rambutnya masih sama, begitu juga sorot matanya.

  “Yra?” ucap Lenard ragu-ragu. Gadis itu menoleh. Tatapan mereka bertemu. Diam. Sekejap.

  “Aku Lenard, kau lupa?” lanjutnya. Mata Lyra membelalak. Mulutnya terbuka, lalu buru-buru ditutup oleh tangannya sendiri.

  “LEN?! Sumpah?! Kita ketemu lagi?!” Lyra spontan melompat, tangannya melingkari leher Lenard, memeluk erat. Hangat. Seketika, wajah Lenard memerah, kaku di tempat.

  “Sumpah, Len! Kamu tahu nggak? Aku takut banget! Kemarin, dan kemarinnya lagi... aku pulang ke perumahan, tiba-tiba sosok hitam, katanya Eavron, itu nyerang aku! Tapi untung ada Dareth! Dia nyambar tanganku, terus aku dimasukin ke helikopter yang... super canggih!” ucap Lyra, matanya berbinar meski nadanya getir. Lenard masih terdiam, tubuhnya kaku. Tapi hatinya terasa hangat, nyaman, dan... tidak terkendali.

  “Kamu... pas malam itu... kamu diserang juga?” tanya Lyra, pelan. Lenard mengangguk, pelan.

  “Iya...”

  “Untung kamu masih hidup... Tapi...” Lyra melepaskan pelukannya, wajahnya mendadak murung.

  “Ayah dan ibu aku... nggak ketemu. Kata tim-nya Dareth, mereka nggak berhasil nemuin mereka...” Lenard menunduk. Ternyata Lyra juga mengalami hal yang sama. Sama-sama kehilangan.

  “Paman Thalen juga...” gumam Lenard. Lyra menoleh cepat.

  “Paman Thalen? Kenapa?”

  “Dia... dia berubah jadi... sosok hitam itu...” ucap Lenard lirih. Mata Lyra membesar.

  “Kok bisa?”  Lenard terdiam. Lalu... entah mengapa, ada dorongan dalam dirinya. Untuk berkata jujur.

  “Yra... maaf, tapi... sebenarnya... itu semua ulah kakakku...”

  “Kakakmu? Kamu punya kakak? Kok nggak pernah cerita?” tanya Lyra, kaget. Lenard menggaruk tengkuknya, gugup.

  “Iya... aku belum sempat cerita...” Lyra menarik napas.

  “Oke, oke... jadi... kakakmu kenapa?” Lenard akhirnya menceritakan semuanya. Dari awal hingga akhir. Tentang Naln. Tentang Paman Thalen. Tentang retakan hitam. Mereka duduk di bangku dekat jendela lorong. 

  Saat cerita itu selesai, Lyra hanya bisa menatap Lenard, sedih.

  “Ih... kasihan kamu... Maaf ya, Len, aku nggak tahu...”

  “Gapapa. Gausah minta maaf,” balas Lenard cepat.

  “Lagian kamu nggak pernah cerita sih. Padahal aku nggak bakal nge-judge kakakmu apa-apa...” Lyra tersenyum lemah. Lenard terkekeh pelan. Ada yang mencair dalam hatinya. Ada bagian yang tenang. Akhirnya, ia bertemu kembali dengan orang yang... selama ini ia rindukan. Ekhem...

 

***

 

  Kalian tahu? Pertemuan mereka di markas Leiweis—Legion to End the Imminent War Initiated by Ethereal Sorrow—bukan sekadar kebetulan. Itu adalah awal dari perjalanan panjang... Perjalanan dua hati yang pernah hancur, namun saling temukan harapan. Sampai akhirnya... Mereka menikah.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Love Yourself for A2
26      24     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Finding My Way
658      429     2     
Inspirational
Medina benci Mama! Padahal Mama tunawicara, tapi sikapnya yang otoriter seolah mampu menghancurkan dunia. Mama juga membuat Papa pergi, menjadikan rumah tidak lagi pantas disebut tempat berpulang melainkan neraka. Belum lagi aturan-aturan konyol yang Mama terapkan, entah apa ada yang lebih buruk darinya. Benarkah demikian?
Penantian Panjang Gadis Gila
280      217     5     
Romance
Aku kira semua akan baik-baik saja, tetapi pada kenyataannya hidupku semakin kacau. Andai dulu aku memilih bersama Papa, mungkin hidupku akan lebih baik. Bersama Mama, hidupku penuh tekanan dan aku harus merelakan masa remajaku.
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Resonantia
327      283     0     
Horror
Empat anak yang ‘terbuang’ dalam masyarakat di sekolah ini disatukan dalam satu kamar. Keempatnya memiliki masalah mereka masing-masing yang membuat mereka tersisih dan diabaikan. Di dalam kamar itu, keempatnya saling berbagi pengalaman satu sama lain, mencoba untuk memahami makna hidup, hingga mereka menemukan apa yang mereka cari. Taka, sang anak indigo yang hidupnya hanya dipenuhi dengan ...
Bittersweet Memories
40      40     1     
Mystery
Sejak kecil, Aksa selalu berbagi segalanya dengan Arka. Tawa, rahasia, bahkan bisikan di benaknya. Hanya Aksa yang bisa melihat dan merasakan kehadirannya yang begitu nyata. Arka adalah kembarannya yang tak kasatmata, sahabat sekaligus bayangan yang selalu mengikuti. Namun, realitas Aksa mulai retak. Ingatan-ingatan kabur, tindakan-tindakan di luar kendali, dan mimpi-mimpi aneh yang terasa lebih...
Sweet Like Bubble Gum
1079      769     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
MANITO
1091      762     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....
Darah Dibalas Dara
619      351     0     
Romance
Kematian Bapak yang disebabkan permainan Adu Doro membuat Dara hidup dengan dihantui trauma masa lalu. Dara yang dahulu dikenal sebagai pribadi periang yang bercita-cita menjadi dokter hewan telah merelakan mimpinya terbang jauh layaknya merpati. Kini Dara hanya ingin hidup damai tanpa ada merpati dan kebahagiaan yang tiada arti. Namun tiba-tiba Zaki datang memberikan kebahagiaan yang tidak pe...
Can You Be My D?
79      73     1     
Fan Fiction
Dania mempunyai misi untuk menemukan pacar sebelum umur 25. Di tengah-tengah kefrustasiannya dengan orang-orang kantor yang toxic, Dania bertemu dengan Darel. Sejak saat itu, kehidupan Dania berubah. Apakah Darel adalah sosok idaman yang Dania cari selama ini? Ataukah Darel hanyalah pelajaran bagi Dania?