Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kembali ke diri kakak yang dulu
MENU
About Us  

Kilatan merah yang memikat

 

  Pagi itu, matahari baru saja muncul dari balik bukit, memandikan desa dengan cahaya hangat. Naln duduk di tangga depan rumah sambil mengenakan sepatu pelan-pelan, sesekali melirik ke arah jalan setapak.

  Di sebelahnya, Lenard muncul sambil membawa dua potong roti bakar

  “Kalau Kakak terus melamun gitu, kita bakal telat lagi.” Naln hanya mengangkat bahu dan tersenyum tipis. 

  Naln bangkit dari duduknya, saat ia berbalik menghadap Lenard, anak itu menyodorkan sepotong roti yang tadi ia bawa.

  “Yang ini masih hangat,” ujar Lenard sambil menyodorkannya. Naln sempat ragu sejenak, lalu mengambil roti itu dan mengangguk kecil.

  “Makasih.”

   “Jangan pikir aku bawain karena kasihan, ya. Aku cuma nggak mau Kakak hampir pingsan di jalan kayak kemarin,” tambah Lenard dengan senyum mengejek. Naln terkekeh  mendengar ejekan Lenard, bagi Naln, itu terdengar lucu.

   Kemarin, ia memang tidak sempat sarapan. Tidak ada waktu yang cukup aman bagi Lenard untuk diam-diam memberinya makanan tanpa membuat ibu mengetahuinya.

   Naln menerima roti yang disodorkan Lenard. Tanpa banyak kata, keduanya mulai melangkahkan kaki menyusuri jalan setapak menuju sekolah.

 

***

 

   Lenard dan Naln menginjakkan kaki mereka melewati batas sekolah dan jalan setapak. Saat memasuki koridor sekolah, Lenard dan Naln berpisah karena kelas mereka memiliki jalur yang berbeda.

   Dimulai lah perang Naln terhadap suara-suara pelan yang keluar dari mulut teman–temannya. Di sepanjang perjalanan menuju kelas, Naln terus menunduk, berusaha menyembunyikn Retakan hitam di balik topi yang selalu ia pakai tatkala keluar rumah.

   Saat Naln melangkahkan kaki ke dalam kelas, sebuah ember tiba-tiba jatuh tepat di atas kepalanya, membuat seluruh kepalanya tertutup oleh ember itu.

  Ruang kelas dipenuhi oleh suara tawa teman-teman Naln yang telah merencanakan kejahilan itu. Bahkan, teman-teman yang tidak ikut-ikutan pun ikut tertawa.

  Di balik ember yang masih menutupi kepalanya, Naln terdiam. Dadanya terasa sesak, bukan karena berat ember itu, melainkan karena gelak tawa yang seolah-olah mengukuhkan bahwa dirinya memang pantas ditertawakan. Ia berdiri kaku, bingung antara marah atau sedih, sementara wajahnya yang tak terlihat menyimpan perasaan terluka yang mendalam.

  Sebenarnya, teman-teman Naln telah diperingatkan oleh orang tua mereka agar tidak mendekati, apalagi menjahili Naln. Namun tanpa sepengetahuan orang tua mereka, di sekolah, mereka justru kerap membully Naln dengan berbagai cara.

  Berbeda dengan Lenard. Meskipun ibunya sendiri menyuruhnya untuk tidak mempedulikan kakaknya, ia tetap peduli. Diam-diam, Lenard memperhatikan dan menjaga Naln semampunya.

  Sementara itu, teman-teman Naln justru bersikeras terus mengganggunya, seolah larangan orang tua mereka tidak pernah ada. Bagi mereka, Naln bukan hanya berbeda, Naln  adalah objek olokan yang cocok bagi mereka.

   Tapi mereka tidak tahu, meskipun selama ini Naln selalu diam dan tidak pernah membalas kejahatan mereka, bukan berarti ia tidak mampu. Ia bisa saja membalas dan lebih dari sekadar keisengan.

   Kali ini, sesuatu berbeda. Di dalam pikirannya, seperti ada bisikan… samar namun jelas, seolah berasal dari sudut tergelap dirinya. Bisikan itu memanggil, merayu, dan mendorongnya, seolah olah sedang berkata

  "Sudah cukup kau bersabar. Kini giliran mereka merasakan sakit yang kau simpan selama ini." Naln terdiam di balik ember yang masih menutupi kepalanya. Tapi dalam kegelapan itulah, senyuman kecil yang asing bahkan bagi dirinya sendiri, mulai terbentuk di wajahnya.

  “( Jangan Naln…jangan…tahan…)” Naln berusaha melawan rayuan yang tiba–tiba muncul di dalam diri nya. Tangan nya refleks mengepal, Naln menggelengkan kepala pelan di balik ember itu. Suara tawa dari teman teman- temannya belum berakhir.

  Tiba tiba…

  Wush!

  Zreet!

  Zreet!

  Semua murid yang berada di kelas itu reflek mengambil Langkah kebelakang, saat mendapati Naln yang tiba–tiba berada tepat di hadapan salah satu murid yang menertawakannya, di sertai beberapa meja dan kursi yang tergeser akibat perpindahan Naln yang terlihat cepat.

    Murid yang lain tidak bisa melihat apa yang di lihat oleh satu murid yang kini wajahnya sedang berhadapan langsung dengan Naln. Tubuh murid itu membeku seketika, sebenarnya apa yang dia lihat?

    Perlahan, murid itu jatuh kebelakang, wajah nya penuh dengan ekspresi ketakutan, nafas nya tersenggal, tangannya memegang kepala yang sempat terasa pusing beberapa detik yang lalu.

    Murid yang lain Ber-hooh Panjang karna terkejut, tatapan mereka tertuju pada Naln yang sekarang menduduk.

   “DASAR ANEH!” Murid lain spontan beralih menatap murid yang Bernama Zen, ia baru saja terjatuh, tubuhnya terasa lemas akibat melihat…

   “Mata itu…mengapa bisa? Mengapa bisa berubah menjadi warna merah? Merah dan…menyala dalam gelap…aku menatapnya, aku sempat menatapnya! Mata itu membuat ku merasakan sakit kepala yang hebat walau hanya beberapa detik!” Naln spontan menatap Zen dengan kening yang di kerutkan. Apa yang dia bilang? Mata merah menyala?

    “Naln…” Intonasi Zen mengecil.

    “Siapa kau sebenarnya Naln? Mata itu berbeda, seperti menandakan bahwa…mata itu memang berbaya…” Zen menatap lantai kelas, kepala nya di geleng–gelengkan pelan, memori tentang mata Naln yang menjadi merah menyala tepat di hadapannya masih membekas di pikiran nya.

   “Lalu…kau tadi baru saja melakukan teleportasi kan? Yang tadinya kau terdiam di ambang pintu, langsung muncul begitu saja di hadapan ku, lihat, embernya tergeletak begitu saja di lantai…” Zen menunjuk ember yang tergeletak di lantai kelas dengan posisi bagian bawah menghadap langit–langit kelas. Para murid menengok kea rah ember yang di tunjuk oleh Zen, lalu mengembalikan pandangan nya kepada Zen.

   Nafas Naln menjadi kasar, rayuan tadi telah mengendalikan dirinya untuk melakukan teleportasi, dan mengaktifkan mata merah, sebenarnya mata apa itu?

   KRIIING!

   Suara bel terdengar nyaring. Tepat setelah bel berhenti menyaring, terilhat sosok pria yang bersandar di ambang pintu, dengan kedua lengan yang di silang di depan dada, tatapannya tajam dan tegas.

   “Ekhem, apa – apaan ini?” Suara pria itu terdengar kesal dan tegas. Tangannya menunjuk ember yang posisinya tak jauh dari sana. Siapa pria itu? Tentu saja guru yang sekarang terjadwalkan mengajar anak kelas 6A, alias kelas yang Naln duduki.

    Dengan cepat, ruaangan kelas di penuhi oleh suara Langkah kaki murid yang terburu – buru, dan suara kursi serta meja di geser ke posisi yang seharusnya.

    Zen menatap Naln sejenak, lalu ia buru–buru beranjak dan duduk di kursinya, pikiran Zen masih melayang ke kejadian sebelumnya. Mungkin itu akan menjadi salah satu kenangan yang tak akan terlupakan oleh Zen, seumur hidupnya.

   Sedangkan Naln, ia masih di posisi yang sama, ia tampak seperti patung. Berdiri diam dengan posisi yang sama. Murid–murid yang sudah rapi duduk di atas kursi masing–masing, mereka mulai mengeluarkan suara–suara pelan, alias membicarakan Naln dengan cara berbisik.

   “Naln, Duduk di meja mu, jangan berdiri seperti patung begitu!.” Suara–suara pelan yang menggema di setiap sisi ruangan seketika berhenti, setelah mendengar suara Pak Mat yang tegas.

   Naln tersadar dari lamunannya. Ia menggelengkan kepala pelan, seolah mencoba mengusir sesuatu dari pikirannya. Tanpa berkata apa-apa, ia mulai melangkah perlahan, satu kaki diangkat bergantian menuju kursinya yang terletak di pojok ruangan. Ketika murid-murid lain duduk berdampingan dengan teman sebangku mereka, Naln selalu berbeda.

  Satu-satunya yang menemani di sebelahnya adalah tas lusuh miliknya, tas yang sudah bertahun-tahun sama, warnanya pudar, ujungnya robek sedikit, tapi tetap diletakkan rapi di bangku sebelah.

  Suasana kelas hening, namun udara terasa berat. Tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya baru saja terjadi. Apa yang sebenarnya Zen lihat dari Mata Naln, tidak ada yang tau apa yang telah Zen rasakan saat Mata merah yang ia sebut menatap matanya.

  “Apa yang telah aku lakukan?...” Gumam Naln masih menunduk, menatap lantai kelas yang sedikit berdebu.

   Selama Pelajaran berlanjut, Naln selalu saja menyadari ketika ada murid yang diam-diam mengoloknya dari belakang, Naln tiba-tiba menoleh tepat ke arah mereka. Tatapannya kosong, tapi membuat murid itu merasa seolah isi pikirannya dibaca.

   Naln menghela nafas. Sampai kapan ia bisa bertahan di lingkungan yang seperti ini? Tak di sekolah, di rumah, atau di lingkungan Masyarakat, pasti ada saja yang seperti ini. Kapan ini akan berakhir? “Aku sudah muak dengan semua ini…” Gumam Naln.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Let me be cruel
4786      2637     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Interaksi
364      287     1     
Romance
Aku adalah paradoks. Tak kumengerti dengan benar. Tak dapat kujelaskan dengan singkat. Tak dapat kujabarkan perasaan benci dalam diri sendiri. Tak dapat kukatakan bahwa aku sungguh menyukai diri sendiri dengan perasaan jujur didalamnya. Kesepian tak memiliki seorang teman menggerogoti hatiku hingga menciptakan lubang menganga di dada. Sekalipun ada seorang yang bersedia menyebutnya sebagai ...
Langkah yang Tak Diizinkan
167      139     0     
Inspirational
Katanya dunia itu luas. Tapi kenapa aku tak pernah diberi izin untuk melangkah? Sena hidup di rumah yang katanya penuh cinta, tapi nyatanya dipenuhi batas. Ia perempuan, kata ibunya, itu alasan cukup untuk dilarang bermimpi terlalu tinggi. Tapi bagaimana kalau mimpinya justru satu-satunya cara agar ia bisa bernapas? Ia tak punya uang. Tak punya restu. Tapi diam-diam, ia melangkah. Dari k...
May I be Happy?
470      308     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Ada Apa Esok Hari
202      156     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
Di Antara Luka dan Mimpi
615      354     54     
Inspirational
Aira tidak pernah mengira bahwa langkah kecilnya ke dalam dunia pondok akan membuka pintu menuju mimpi yang penuh luka dan luka yang menyimpan mimpi. Ia hanya ingin belajar menggapai mimpi dan tumbuh, namun di perjalanan mengejar mimpi itu ia di uji dengan rasa sakit yang perlahan merampas warna dari pandangannya dan menghapus sebagian ingatannya. Hari-harinya dilalui dengan tubuh yang lemah dan ...
FaraDigma
843      487     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Manusia Air Mata
977      596     4     
Romance
Jika air mata berbentuk manusia, maka dia adalah Mawar Dwi Atmaja. Dan jika bahagia memang menjadi mimpinya, maka Arjun Febryan selalu berusaha mengupayakan untuknya. Pertemuan Mawar dan Arjun jauh dari kata romantis. Mawar sebagai mahasiswa semester tua yang sedang bimbingan skripsi dimarahi habis-habisan oleh Arjun selaku komisi disiplin karena salah mengira Mawar sebagai maba yang telat. ...
Help Me Help You
1714      1011     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Sendiri diantara kita
927      570     3     
Inspirational
Sendiri di Antara Kita Arien tak pernah benar-benar pergi. Tapi suatu hari, ia bangun dan tak lagi mengingat siapa yang pernah memanggilnya sahabat. Sebelum itu, mereka berlima adalah lingkaran kecil yang sempurna atau setidaknya terlihat begitu dari luar. Di antara canda, luka kecil disimpan. Di balik tawa, ada satu yang mulai merasa sendiri. Lalu satu kejadian mengubah segalanya. Seke...