Loading...
Logo TinLit
Read Story - Layar Surya
MENU
About Us  

Hari ini: Sabtu, tanggal 30 Desember 2017. Wow, lusa telah berganti tahun. Namun, bukan itu yang sedang membuat Soya resah sekarang, sebab ....

Masalahnya: Daru belum kunjung datang, padahal sudah pukul sembilan lebih dua puluh menit. Apakah cowok itu terlambat?

Soya mengecek ponsel. Tidak ada kabar darinya di aplikasi Line, hanya notifikasi dari teman-temannya yang pamer sedang berlibur, ke Bali atau ke luar negeri. Soya menekuk wajah. Sementara dirinya terdampar di depan gerbang SMA lagi. Baiklah, bukan benar-benar terdampar—ia ke sini atas, uh, gerakan kakinya sendiri yang tahu-tahu menempuh jarak satu kilometer dari rumah menuju SMA Surya Cendekia.

Ini karena orang tuanya juga tidak punya agenda berlibur kali ini demi Soya belajar di tempat bimbel. Duh. Soya iri dengan Nino yang diajak arisan oleh Yasmin. Bukan iri kumpul bergosipnya, melainkan lokasi arisannya yang selalu menyasar tempat wisata. Curang.

Terdengar langkah kaki. Soya mengangkat pandangan dari layar ponsel, tetapi alih-alih mendapati sosok cowok kurus dengan lesung pipit, yang ada justru cewek dengan kaus hitam. Rambutnya berkilau dikecup mentari, bulu matanya lentik, dan ia berulang kali menata senyum sambil menghadap kamera depan ponsel.

Soya memelotot. Itu cewek yang kemarin merekam kejadian memalukannya. Cewek yang juga duduk manis di sebelah Kaspian di kafe lalu. Cewek yang Soya tidak ketahui namanya, tapi bikin amarah menggelegak di hati.

Hapus videonya, nggak? Hapus! Adalah isi batin Soya ketika cewek itu melintas, rambutnya yang dipasang bando mutiara berayun-ayun lembut. Aroma mawar yang segar menyapa hidung sensitif Soya, membuatnya mengernyit.

Sayang, Soya tidak bisa membuka mulut. Tak peduli seberapa kuat dorongan yang bergumul-gumul di kerongkongan, sampai-sampai badannya condong mengikuti arah cewek itu berlalu, Soya masih tak bisa menembus pertahan bibirnya yang rapat.

Takut.

Ia pernah diganggu oleh para kakak kelas cowok usil saat kelas sepuluh. Sebenarnya, bukan kejadian yang luar biasa—siapa saja bisa menjadi sasaran para kakak kelas itu kalau mereka melintasi tempat tongkrongan mereka dekat kantin, di waktu yang salah.

Nah, Soya korban waktu yang salah itu!

Kejadiannya begitu cepat. Ketika ia melewati mereka sendirian, ia disiuli. Soya berbalik, sempat memandang mereka dengan kesal, tapi cowok-cowok itu balas berdiri dan memamerkan tinggi badan yang menjulang. Soya refleks lari. Ia akan selalu ingat tawa para kakak kelas yang mengiringi derap langkahnya itu, meski mereka sudah lulus ketika Soya naik kelas sebelas.

Cewek yang barusan lewat itu, walau tak memiliki tubuh menjulang, tetapi sama-sama menguarkan aura yang tak bisa dilawan. Ia pernah terlihat santai di waktu rapotan ketika Kaspian tegang. Ia pernah menertawakan Soya, bahkan merekamnya, di ruang serbaguna Senin lalu.

Maka Soya mengatupkan bibir rapat-rapat ketika cewek tersebut berlalu, masih dengan ponsel terangkat sejajar wajah. Toh, ia mulai komat-kamit, mengucapkan kata sejenis “Haloo, Juni balik!” dan “Dua hari menjelang tahun baru, teman-teman liburan ke mana? Kalau aku ....”

Namun, mungkin barangkali sadar ditatap Soya terus-menerus, cewek yang tampaknya bernama Juni itu tidak kunjung melewati gerbang. Alih-alih ia menoleh kepada Soya dan mengarahkan kamera kepadanya.

Loh? LOH?

Soya terperangah saat Juni tahu-tahu mendekat. “Eeh, kamu! Kamu yang waktu itu, ya! Temen-temen, kenalin, nih, calon anggota baru ekskul—“

NGGAK! Soya memberontak dalam hati, meski mulutnya tetap terkatup. Matanya membeliak horor seiring semakin dekatnya Juni, mengangkat ponsel seolah-olah akan mendorong wajah Soya dengan itu.

Tidak! Juni sedang merekamnya!

“A-aku ng-nggak ....”

“Apaa?” Juni tertawa, meski matanya tetap terpancang pada layar kamera. “Coba kenalan, dong. Nama kamu siapa? Aku Juni! Nama kamuu ....”

Semestinya Soya menjawab, tetapi mulutnya hanya tersingkap saking bingungnya. Keringat dingin mengaliri punggung. Seiring detik-detik yang berlalu dengan kamera ponsel terarahkan tepat ke wajahnya, Soya merasakan kepanikan yang luar biasa.

Ia menampar ponsel itu hingga terjatuh. Saat Juni memekik kaget, Soya berlari masuk ke pekarangan sekolah.

 

Tak ingin mengulang kejadian tempo hari, Soya membuka pintu ruang serbaguna dengan perlahan. Tak perlu heboh—jaraknya sudah jauh dari Juni, yang barangkali masih memusingkan ponselnya di depan gerbang.

Pintu berkeriut, menyingkap ruang yang tetap gelap kendati ada pencahayaan. Namun, alih-alih lampu bohlam, lilin-lilin tersebar di tegel kelabu ruang yang dingin, membuat bayang-bayang tiap orang yang berjongkok mengelilinginya menari-nari di kain-kain hitam yang tergantung.

Tampaklah Nova, Kaspian, Pak Sastra, dan ... Daru.

“Daru?” Soya berjingkat masuk dengan sedikit kesal. “Kamu udah di sini?”

Namun, Daru tak menggubris. Dari pancaran hangat temaram lilin, tampak kawannya mengernyit. Begitu pula Nova yang menyangga dagu dengan jari, dan Kaspian yang memijat pelipis. Keheningan ruangan itu hanya diisi oleh suara bisik-bisik yang tak berasal dari mulut siapapun.

Apa yang dilakukan orang-orang?

Kala Soya mendekat, barulah terlihat ponsel yang diletakkan di tengah-tengah, memutar berulang kali pesan suara yang sama.

“Tenggat lomba tidak bisa diubah lagi, Pak ....” gemerisik nyaring menenggelamkan sebagian kata-kata pengirim pesan. “Hari ini, ya. Khusus Pak Sastra kami tunggu sampai pukul dua belas. Kalau tidak ... kami tutup.”

Ketika Sastra mengambil ponselnya, Nova menghela napas keras-keras sampai api lilin di hadapannya goyang.

“Mana boleh gitu? Curang! Mereka tahu kita nggak bisa daftar, makanya peraturannya diubah seenaknya!”

“Namanya juga panitia, Nov.”

So? Merasa yang paling dibutuhkan, gitu?” Nova memelotot kepada Kaspian. Ia lantas mengacungkan tangan. “Tetap daftar, Pak! Aku bisa main empat peran sekaligus, kok!”

Daru akhirnya ikut angkat suara. Pelan, tetapi penuh ketegasan. “Saya siap jadi apa aja.”

Kaspian tidak menjawab. Ia menoleh ke arah pintu dan ekspresinya melunak melihat Soya, seolah lega ada pengalihan topik. “Soya. Kamu datang.”

O-oh. Soya lebih suka tidak disapa kali ini. Sehingga, ketika semua pandangan tertuju kepadanya, gadis itu menelan ludah.

Sastra beranjak, begitu cepat sampai-sampai langkahnya terhuyung. “Soya!” serunya tertahan, seolah-olah suara lebih kencang daripada bisikan akan memadamkan semua api lilin. “Datang juga akhirnya!”

Soya terperanjat. “Pak, saya bukan—“

Sastra menyambar kedua tangan muridnya dan menggenggam erat-erat. “Makasih udah datang, Nak. Saya nggak tahu lagi kudu bagaimana kalau kamu nggak jadi datang!”

Soya melongo. “Pak, saya—“

“Nova! Tolong cantumkan nama Soya!”

Gadis berambut ikal itu mengacungkan kepalan tangan tinggi-tinggi. “Bagus, Soya!” serunya. “Emang kamu penyelamat!”

Yang disebut-sebut makin kalang kabut. Ia refleks menatap Daru dan Kaspian bergantian, tetapi kedua cowok itu sadar bahwa suara mereka tak selantang Nova. Daru hanya menggeleng pelan, seolah mengatakan bahwa ini tidak akan jadi masalah besar, dan Kaspian menghela napas.

Sementara itu Sastra mulai menyerocos. Satu tangannya menepuk-nepuk dada dengan keras. “Saya ini nggak bisa tidur selama berbulan-bulan. Dengar itu: berbulan-bulan! Mikir gimana caranya saya bisa bikin Layar Surya terus berlayar. Tahu-tahu semester ganjil sudah lewat! Ini gara-gara banyaknya kewajiban yang mesti saya lakukan.”

Kala Sastra menepuk pundaknya, tampak binar ketulusan menari-nari di matanya yang sembap. “Makasih, Soya.”

Kelu sudah lidahnya. Soya tak bisa menyanggah, mengatakan yang sejujurnya bahwa ia tidak berniat ikut ekskul teater. Ia merasa tidak nyaman berbohong kepada orang tuanya walau masih belum terendus. Apalagi, ia baru saja—

“MANA SOYA?”

Lengkingan Juni menggelegar, menyusul suara derap dan kuncir kuda Soya dijambak.

Soya memekik. Sastra terperangah. Kawan-kawannya beranjak.

“Soya sialan!” Juni menarik-narik rambutnya. “Casing hapeku rusak! Tanggung jawab, nggak!?”

“Apa-apaan ini?” seru Sastra saat Kaspian menyelinap di antara mereka, menarik Juni dan berusaha melepas jari-jari lentiknya dari rambut Soya yang kusut.

“Soya jatuhin hapeku!” Juni menyeru. Pipinya yang semula bersemu merah jambu kini merah padam, menyebar ke wajahnya yang bersimbah kepanikan.

Soya tak kalah panik. Perpaduan sempurna antara serangkaian kejadian terakhir membuatnya refleks berseru, “Dia—dia ngerekam aku tanpa izin!”

“Biasa aja kali! Aku juga biasanya gitu!”

“A-aku nggak suka!” pekik Soya.

Untuk pertama kalinya, ia akhirnya menjerit, dan tenggorokannya sakit karena itu. Namun, seisi ruangan seketika menghening, menyisakan Soya dengan napas menderu.

Hanya terdengar gema detak jantung yang kencang di telinganya.

“Soya emang nggak suka direkam,” suara pelan Daru yang memecahkan kesenyapan pertama kali. “Kamu kenapa ngerekam Soya tanpa izin?”

Juni terperanjat ditanya demikian. “Biasanya begitu, kok! Pak Sastra—“

“Sudah, sudah.” Sastra mengangkat suara. “Nggak usah bertengkar! Sini, masalahnya apa? Bilang sama saya. Soya nggak suka direkam tanpa izin? Lumrah! Juni, hape kamu dijatuhin? Rusak, nggak, hapenya?”

Juni melempar tatapan marah kepada Soya saat menjawab. “Casing hapenya yang rusak. Mahal. Aku nabung untuk beli itu.”

Soya mengepalkan tangan. Salah siapa, coba? Ingin ia berkata begitu, tetapi keajaiban telah hilang. Ia tak sanggup bersuara lagi setelah memekik sekencang itu. Tenggorokannya sakit—ia butuh minum.

Sastra mengisyaratkan Soya dan Juni untuk mendekat. Sesungguhnya Soya enggan, mengingat kedatangannya kemari adalah untuk menolak ajakan bergabung ke ekskul teater.

Namun, seolah diingatkan dengan kejadian terbaru yang menimpanya, Nova berseru, “Berhasil!” ia mengacungkan ponsel Sastra tinggi-tinggi. “Aku udah daftarin Teater Layar Surya ke lomba! Pas, lima orang!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • zetamol

    Haruskah kita bertemu lagi dengan efis---

    Comment on chapter Prolog: Ambang Batas
  • zetamol

    Anxiety-mu itu loh, Soya 😭

    Comment on chapter Bab 1: Soya Mayanura
Similar Tags
Cute Monster
675      388     5     
Short Story
Kang In, pria tampan yang terlihat sangat normal ini sebenarnya adalah monster yang selalu memohon makanan dari Park Im zii, pekerja paruh waktu di minimarket yang selalu sepi pengunjung. Zii yang sudah mencoba berbagai cara menyingkirkan Kang In namun selalu gagal. "Apa aku harus terbiasa hidup dengan monster ini ?"
Tinta Buku Tebal Riri
538      354     0     
Short Story
Cerita ini hanyalah fiktif belaka, apabila ada kesamaan kejadian, nama dan tempat hanyalah kebetulan semata. NB : picture from Pixabay.com
The pythonissam
388      304     5     
Fantasy
Annie yang harus menerima fakta bahwa dirinya adalah seorang penyihir dan juga harus dengan terpaksa meninggalkan kehidupanannya sebagai seorang manusia.
BestfriEND
43      37     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Mermaid My Love
2398      1135     3     
Fantasy
Marrinette dan Alya, dua duyung yang melarikan diri dari Kerajaan laut Antlantis yang sudah diluluhlantakkan oleh siluman piranha. Mereka terus berenang hingga terdampar disebuah pantai. Kemudian mereka menyamar dan menjalani kehidupan seperti manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Marrinette bekerja di sebuah kafe sedangkan Alya direstorant. Ditempat Marrinette bekerja malah bertemu dengan ...
Teman Khayalan
1711      744     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Moment
327      279     0     
Romance
Rachel Maureen Jovita cewek bar bar nan ramah,cantik dan apa adanya.Bersahabat dengan cowok famous di sekolahnya adalah keberuntungan tersendiri bagi gadis bar bar sepertinya Dean Edward Devine cowok famous dan pintar.Siapa yang tidak mengenal cowok ramah ini,Bersahabat dengan cewek seperti Rachel merupakan ketidak sengajaan yang membuatnya merasa beruntung dan juga menyesal [Maaf jika ...
With You
2633      989     1     
Fan Fiction
Kesan pertama yang dapat diambil dari seorang Jevano ketika pertama kali bertemu adalah laki-laki berparas tampan dengan aura dingin dan berwawasan luas, tapi sayangnya Jevano tidak peka. Tampannya Jevano itu lengkap, manis, ganteng, cool, dan ga bikin bosen. Bahkan kalau dilihat terus-terusan bikin tambah sayang. Bahkan perempuan seperti Karina yang tidak pernah tertarik dengan laki-laki sebelum...
Belahan Jiwa
512      344     4     
Short Story
Sebelum kamu bertanya tentang cinta padaku, tanyakan pada hatimu \"Sejauh mana aku memahami cinta?\"
Love Dribble
10712      2071     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...