Loading...
Logo TinLit
Read Story - Seharusnya Aku Yang Menyerah
MENU
About Us  

Aku tidak berencana untuk meminta maaf pada kakakku setelah kejadian kemarin sore. Aku merasa meminta maaf di hari lebaran saja sudah cukup untuk memperbaiki hubungan kami. Lagi pula Asmara masih bersikap sama, menyebalkan dan cerewet.

”Mut, jangan lupa pakai dasi, bawa topi, sama buku catatan hari ini. Kamu suka kelupaan terus, nanti kamu kena hukuman Bu Irma lagi geura.

Suara itu  tak seberapa di telingaku karena aku sudah bersiap memakai earphone dan asyik dengan buku bacaanku di atas kasur sambil menyandarkan tubuhku di kursi belajar. Namun ...  itu tak bertahan lama, karena Asmara kini sudah membuka kerudungku dan melepaskan earphone yang kupakai.

Aku menatap penuh amarah padanya. ”Apa sih! Kak!”

”Sekali-kali coba tolong kamu dengerin Kakak. Kamu ini sudah dewasa, sudah kelas 2 SMA, jangan seperti anak kecil terus dong Mut. Kalau Kakak udah gak ada, siapa yang bakalan ingetin kamu coba.”

Entahlah, aku heran, kenapa ia terus merecoki kehidupanku. ”Baguslah, kalau Kak Asma gak ada, hidup aku bakalan tenang!”

Aku menyambar kerudung yang ada ditangannya. Tak kuhiraukan tatapannya yang berubah menjadi kosong. Aku menyibukkan diri mengambil beberapa barang bawaanku dan melaksanakan apa yang diperintah kakakku. Meski sampai detik ini aku tak paham kenapa aku tetap nurut pada perintahnya yang membuatku kesal.

Neng Asmara. Itulah nama lengkap kakakku. Katanya nama itu tersemat karena rasa sayang ayah dan ibu. Harapan kelak ia disenangi oleh banyak orang. Pembawa rasa cinta yang membuat hati setiap orang yang melihatnya  merasa damai. Dan aku ... namaku Mutia Mutiara Fajri. Nama itu tersemat agar aku bersinar sama seperti sang fajar, memberi harapan baru di setiap harinya. Namun, mereka lupa bagaimana cara mempperlakukan sang sinar harapan. Mereka sendiri yang membuatnya redup dan tenggelam.

”Mutia! Sarapan dulu sebelum berangkat.”

Teguran itu milik ibuku. Meski malas, aku tetap menyempatkan untuk sarapan di  meja makan bersama mereka, keluargaku. Tanpa mengatakan sepatah katapun, aku mengambil satu piring yang sudah berisi nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi di atasnya. Aku tak suka, namun ... ini adalah makanan favorit Asmara.

”Asma, ayok duduk Kak, sarapan dulu yang banyak biar kuat jadi pembawa benderanya,” ujar Ibu pada Asmara yang baru sampai di tempat makan.

Aku mengunyah nasi goreng yang kusantap sambil memperhatikan Asmara yang tersenyum manis. Ya, sama seperti biasanya, namun ada satu hal yang membedakannya hari ini. Senyum itu tak terlihat tulus. Aku tertegun, ini kali pertama dalam hidupku, Asmara menampilkan senyum menutupi luka. Apakah itu karena perkataanku tadi? Ah, tapi tidak mungkin, karena Asmara tidak pernah ambil pusing dalam hal apapun. Itu yang kutahu.

***

Sekolah adalah satu-satunya tempat di mana aku bisa mengekspresikan diriku. Tempat yang kuanggap kebebasan, karena jika tidak sekolah maka aku akan berada di dalam rumah seharian, atau mungkin selamanya.

”Mut, kamu sadar gak sih, belakangan ini Kak Mahesa lihatin kamu terus,” bisik Sandra sambil menyenggol lenganku.

Aku mengikuti arah mata Sandra dan benar di seberang sana Mahesa ketahuan sedang memperhatikanku yang sedang menyantap batagor dengan tidak anggun.

”Kayaknya hanya kebetulan aja lihat ke sini,” balasku yang tidak ingin berpikir berlebihan.

”Ih, kamu gak peka banget sih Mut, jelas-jelas Kak Mahesa lihatin kamu.”

Sekali lagi, aku tidak ingin menanggapi perkataan Sandra. Walaupun dalam hati kecilku, aku berharap bahwa perkataan Sandra itu benar. Siapa juga yang gak mau disukai sama Kak Mahesa. Ganteng, ketua OSIS, suaranya bagus, bacaan Al-qur’annya bagus, kadang juga suka adzan ketika waktu dzuhur tiba. Asli, aku benar-benar terhipnotis dengan suara adzannya itu.

“Jangan di pandangin terus Kak Mahesanya Mut, mending confes deh takut keburu lulus beliau.”

Aku menatap Sandra kesal. Manusia satu itu memang senang sekali menggodaku, tidak tahukah bahwa saat ini jantungku sedang berdetak dengan cepat, apalagi ketika tersadar laki-laki yang sedang kami bincangkan tiba-tiba sudah ada di depan kami sedang tersenyum memperlihatkan lesung pipinya.

”Hai, boleh ikut duduk?” tanyanya seketika membuatku diam.

”Boleh dong Kak,” jawab Sandra sambil menyenggol bahuku, mencoba membantuku untuk sadar.

”Makasih.”

Aku mencoba untuk tidak berteriak karena girang, mencoba menyembunyikan perasaanku yang meluap-luap.

”Aku boleh bicara sama kamu?” tanya Mahesa yang entah ditujukan untuk siapa.

”Siapa Kak? Aku?” Sandra bertanya balik.

Mahesa mengggeleng. ”Yang di sebelahmu.”

Aku terkesiap, di sebelah Sandra? Itu berarti ... aku?

”Oh, Mutia? Boleh Kak, boleh banget, sok aja atuh kalian ngobrol, aku gak bakal dengerin kok.” Sandra sepertinya benar-benar sengaja membuatku malu. Lihat saja sekarang ia  sedang menutup telinganya seolah mengejekku.

”Gak perlu ditutup juga kok, bukan masalah penting. Aku Hanya mau ajak Mutia pulang bareng.”

What?! Mimpi apa aku semalam? Kenapa bisa tiba-tiba pangeran impianku ini mengantarkan pulang.

***

Tolong ajarkan aku untuk menolak permintaannya, karena nyatanya aku tidak bisa menolak. Hahaha, kapan lagi diajak pulang bareng crush.

”Kenapa Kak Mahesa tiba-tiba ngajak aku pulang bareng? Bukannya kita gak pernah tegur sapa sebelumnya?” Bibirku gatal, tidak bisa mengontrol untuk tidak  menanyakan pertanyaan sepenting ini.

”Bukannya sering ya? Kamu lupa?”

Kini aku terdiam, jika diingat-ingat kami memang cukup sering berbicara hanya saja bukan dalam keadaan biasa saja seperti ini. Kami hanya mengobrol di waktu penting saja. Seperti kegiatan sekolah atau rapat OSIS, itupun karena aku adalah bagian dari organisasi, jika bukan, mungkin kami tidak akan pernah bisa mengobrol santai seperti ini.

”Maksudku di luar dari tugas.” Aku memperjelas pernyataanku.

”Aku hanya ingin mengenal kamu lebih jauh.”

Eh, apa maksudnya lebih jauh? Apakah maknanya sama dengan apa yang aku pikirkan?

”Sejauh apa Kak? Untuk apa tujuan dari pendekatan ini?”

Astaghfirullah, Muti! Apa sih, gaje banget. Kenapa kalo deket crush jadi mendadak konyol begini!

Aku nggak ngerti kenapa aku bisa begini. Padahal obrolan kami terkesan biasa saja. Tapi mungkin, Mahesa hanya ingin memastikan aku baik-baik saja. Siapa tahu aku terlihat aneh atau pekerjaan organisasiku kacau. Mungkin dia hanya ingin membantu. Mungkin. "Tujuannya biar bisa lebih dekat sama kamu, Mut. Nggak boleh?"

"Maksudnya Kak? Dekat dalam hal apa?"

Aku terus menuntut kejelasan, tapi Mahesa malah tertawa seolah aku barusan melontarkan lelucon.

"Ternyata kamu cerewet juga ya, Mut. Aku kira pendiam."

Aku terdiam. Tapi dalam diam itu, aku merasa ada sesuatu yang berbeda. Debar ini... semakin jelas. Aku menyukainya.

Jauh sebelum kami menjadi rekan organisasi, perasaan ini sudah muncul tanpa bisa dicegah. Bukan hanya kagum, tapi juga rasa aman dan nyaman, seperti rumah. Namun, apakah ini suatu pertanda baik atau buruk?

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Senja di Balik Jendela Berembun
18      18     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
One Milligram's Love
1047      804     46     
Inspirational
Satu keluarga ribut mendapati Mili Gram ketahuan berpacaran dengan cowok chindo nonmuslim, Layden Giovani. Keluarga Mili menentang keras dan memaksa gadis itu untuk putus segera. Hanya saja, baik Mili maupun Layden bersikukuh mempertahankan hubungan mereka. Keduanya tak peduli dengan pandangan teman, keluarga, bahkan Tuhan masing-masing. Hingga kemudian, satu tragedi menimpa hidup mereka. Layden...
Perahu Jumpa
248      207     0     
Inspirational
Jevan hanya memiliki satu impian dalam hidupnya, yaitu membawa sang ayah kembali menghidupkan masa-masa bahagia dengan berlayar, memancing, dan berbahagia sambil menikmati angin laut yang menenangkan. Jevan bahkan tidak memikirkan apapun untuk hatinya sendiri karena baginya, ayahnya adalah yang penting. Sampai pada suatu hari, sebuah kabar dari kampung halaman mengacaukan segala upayanya. Kea...
Cinderella And The Bad Prince
1266      838     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
VampArtis United
971      638     3     
Fantasy
[Fantasi-Komedi-Absurd] Kalian harus baca ini, karena ini berbeda... Saat orang-orang bilang "kerja itu capek", mereka belum pernah jadi vampir yang alergi darah, hidup di kota besar, dan harus mengurus artis manusia yang tiap hari bikin stres karena ngambek soal lighting. Aku Jenni. Vampir. Bukan yang seram, bukan yang seksi, bukan yang bisa berubah jadi kelelawar. Aku alergi darah. B...
Kaca yang Berdebu
94      75     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Lantunan Ayat Cinta Azra
815      535     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang hafidzah yang dilema dalam menentukan pilihan hatinya. Lamaran dari dua insan terbaik dari Allah membuatnya begitu bingung. Antara Azmi Seorang hafidz yang sukses dalam berbisnis dan Zakky sepupunya yang juga merupakan seorang hafidz pemilik pesantren yang terkenal. Siapakah diantara mereka yang akan Azra pilih? Azmi atau Zakky? Mungkinkah Azra menerima Zakky sepupunya s...
Dear Future Me: To The Me I'm Yet To Be
354      260     2     
Inspirational
Bagaimana rasanya jika satu-satunya tempat pulang adalah dirimu sendiri—yang belum lahir? Inara, mahasiswi Psikologi berusia 19 tahun, hidup di antara luka yang diwariskan dan harapan yang nyaris padam. Ayahnya meninggal, ibunya diam terhadap kekerasan, dan dunia serasa sunyi meski riuh. Dalam keputusasaan, ia menemukan satu cara untuk tetap bernapas—menulis email ke dirinya di masa dep...
7°49′S 112°0′E: Titik Nol dari Sebuah Awal yang Besar
418      282     0     
Inspirational
Di masa depan ketika umat manusia menjelajah waktu dan ruang, seorang pemuda terbangun di dalam sebuah kapsul ruang-waktu yang terdampar di koordinat 7°49′S 112°0′E, sebuah titik di Bumi yang tampaknya berasal dari Kota Kediri, Indonesia. Tanpa ingatan tentang siapa dirinya, tapi dengan suara dalam sistem kapal bernama "ORIGIN" yang terus membisikkan satu misi: "Temukan alasan kamu dikirim ...
MANITO
1091      762     14     
Romance
Dalam hidup, terkadang kita mempunyai rahasia yang perlu disembunyikan. Akan tetapi, kita juga butuh tempat untuk menampung serta mencurahkan hal itu. Agar, tidak terlalu menjadi beban pikiran. Hidup Libby tidaklah seindah kisah dalam dongeng. Bahkan, banyak beban yang harus dirasakan. Itu menyebabkan dirinya tidak mudah berbagi kisah dengan orang lain. Namun, ia akan berusaha untuk bertahan....