Dow menghela napas dalam ketika melangkah masuk rumah. Hal pertama yang ia lihat adalah Mom yang berdiri di seberang meja dapur, sibuk menyiapkan makan malam. Karena terlalu asyik menggoda Oi, dirinya sampai lupa waktu. Sejak satu minggu yang lalu ia berhasil melarikan diri saat jam makan malam, tapi rupanya tidak untuk hari ini. Apa Dad akan pulang juga? Katakan ia pengecut, tapi jika bisa, Dow lebih suka menghindari pertengkaran. Cowok itu tidak suka dengan perasaan kacau, atau berdebar-debar katika beradu argumen.
Salah satu hal yang membuat Dow salut terhadap siapapun yang masuk menjadi anggota klub debat. Baginya, bisa berdebat secara spontan itu luar biasa. Memang dirinya sudah merencanakan untuk bicara dengan Dad, terutama setelah bicara dengan Tom. Hanya saja dia perlu waktu, dia perlu menyiapkan materi pembicaraan, dia tidak bisa berhadapan dengan Dad—atau dengan siapapun—dan beradu argumen karena hampir bisa dipastikan, alih-alih berhasil mengutarakan apa yang menjadi masalahnya, pilihan Dow hanya dua, meninggalkan diskusi atau emosi tidak jelas. Tapi dengan segala kesibukan membuat koreografi untuk festival sekolah, Dow belum berhasil menyusun skenario percakapan mereka.
Kali ini Dow hanya bisa berdoa jika dirinya hanya akan makan malam berdua Mom, jadi tidak perlu menguras otak untuk berdebat dengan Dad. Ia berjanji pada dirinya sendiri, untuk meluangkan waktu untuk mendiskusikan semua ini. Bicara mengenai Dad, kalau malam ini beliau pulang, maka akan jadi makan malam pertama mereka sejak Dad menjatuhkan bom mengenai audisi satu minggu yang lalu.
Dow mengerang, cukup keras sehingga Mom mendongak, menatapnya dengan raut muka yang tidak terbaca.
“Hei Mom,” sapa Dow. Mendadak merasa bersalah. Siapa tahu Mom merasa tidak enak dan berpikir Dow mengerang karena tidak suka melihat beliau di rumah? “Aku tidak mendengar mobilmu,” tambah Dow.
Ia membuka mengambil mangkok air, mengisinya sebelum memberikannya pada Sans, merasa sedikit lega karena ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk mengalihkan perhatiannya dari Mom.
Mom tertawa kecil, ketika membuka pintu oven, meletakkan loyang di sana.
“Ini bukan rumah yang kecil, lagipula kalian terlalu sibuk di belakang,” Mom mengangguk ke arah jendela dapur yang menghadap halaman belakang. “Kau bertengkar dengan Oi?”
Dow yang tengah mencuci kedua tangannya mengerutkan kening mendengar pertanyaan Mom.
“Tidak, apa yang membuat Mom berpikir aku bertengkar dengan Oi?”
Mom mengangkat bahu. Kembali menghadap meja dapur, menyiapkan salad. “Aku melihat sepertinya kalian sedang berdebat.”
Ah.
“Lebih ke taruhan daripada berdebat,” ujar Dow.
Satu alis Mom terangkat.
“Taruhan?”
Dow bersandar di wastafel sembari mengeringkan tangan ia menceritakan kembali bagaimana percakapan mereka mengenai Lisa Kudrow berakhir menjadi tantangan bagi Dow untuk merekomendasikan Oi ke Ed Han atau 3CG Ent.
Mom terkekeh.
“Apa ini berarti putraku sedang jatuh cinta?”
“Mom!” seru Dow.
Cuping telinganya terasa terbakar lalu hawa panas merembet ke seluruh wajah dan lehernya. Leave it to Mom to say such things so casually.
“Kenapa memang? Tidak ada yang salah dengan Oi, kan? Kalian sudah bersama sepanjang kalian bisa mengingat, so?”
“So, it’s up for no discussion Mom,” Dow mendorong tubuhnya untuk membantu Mom mengembalikan sayuran ke kulkas sementara Mom mencuci peralatan kotor.
Heran, ya, ini kedua kalinya dalam waktu berdekatan ada yang membahas mengenai dirinya dan Oi. Pertama Chloe, sekarang Mom. Kenapa, sih, tidak ada yang percaya kalau mereka tidak seperti yang dipikirkan kebanyakan orang? Memang tidak boleh ya punya teman lawan jenis? Tidakkah mereka pernah mendengar istilah platonic relationship?
“Baiklah,” ujar Mom.
Dow dalam hati menarik napas lega. Sejujurnya, ia lebih suka membicarakan masalah lain daripada membicarakan kehidupan cintanya—that never have existed, mind you—dengan Mom.
Apa orang tua masih umum berdiskusi mengenai kehidupan cinta anak-anaknya?
Entah juga.
Lagipula, dirinya terlalu sibuk dengan segala macam kegiatan sekolah, klub tari dan jangan lupakan menjadi tenaga suka rela di Second Chances shelter. Rasanya masuk akal kalau Dow masih belum tertarik dengan kehidupan cinta, kan?
“Kau tahu? Aku setuju dengan Oi mengenai tawaran kontrak dan sebagainya itu,” kata Mom ketika Dow menatap beliau dengan pertanyaan tergambar di wajahnya. “Aku bisa menerima poin yang ia berikan. Sejujurnya, bukankah sama seperti yang selama ini aku dan Dad coba katakan padamu?”
Dow terdiam. Memikirkan kembali ucapan Mom. Sejak Dow tahu Dad lah yang memberikan video ke Lucas, dirinya memang menghindar baik dengan Dad maupun Mom. Hari ini merupakan hari pertama ia sendirian dengan Mom dan bicara banyak.
Mungkinkah yang dibilang Mom benar?
“Aku dan Dad sama sekali tidak menghalangimu untuk melanjutkan sekolah medis. Kami malah senang, apalagi kau punya cita-cita yang tidak semua orang terpikirkan dan mau menjalaninya. Tapi, kami harap kau tidak menutup kesempatan yang diberikan padamu. Tidak setiap hari lo kau mendapatkan tawaran seperti sekarang,” jelas Mom panjang lebar.
“Oi bilang nggak ada yang salah dengan aji mumpung,” kata Dow.
“Aji mumpung menjadi salah ketika kau tahu tidak mampu tapi masih memaksa. Tapi ketika kau mampu atau malah bisa berbuat lebih, kurasa bukan aji mumpung namanya. Kita diberi kesempatan, dan kita tahu kita mampu, bukankah bodoh kalau kita melewatkannya?” Mom mengangguk setuju.
“Beberapa hari yang lalu Ed Han menemuiku di sekolah,” aku Dow.
“Ed Han?” ulang Mom.
“Ed Han, penari yang pernah kuceritakan dulu.”
“Ah!” Mom menepukkan kedua telapak tangannya ketika mengingat siapa Ed Han. “Memang ada acara apa Ed Han menemuimu?”
Dow ragu-ragu sejenak sebelum memutuskan untuk menceritakan siapa Ed Han dan apa yang beliau tawarkan padanya. Mom mendengarkan ceritanya dengan mulut ternganga lebar.
“Tunggu, jadi, Ed Han adalah talent and art director 3CG Ent kemudian beliau datang ke sekolahmu lalu memintamu menari di hadapannya?” ulang Mom memastikan cerita Dow.
Dow mengangguk.
“Lalu?”
“Lalu memberiku waktu tiga minggu untuk memutuskan menerima kontrak atau tidak.”
“Sudah berapa hari berlalu?”
“Satu minggu.”
“Dua minggu lagi,” Mom menganguk-angguk. “Apa keputusanmu?”
“Belum memutuskan apapun,” Dow mengangkat bahu.
Mom kembali mengangguk-angguk tapi kali ini sambil tidak henti-hentinya menepuk punggung Dow.
“Aku mengerti, memang bukan keputusan mudah, tapi kuharap kau akan memikirkannya.”
“Tidak mengatakan kalau aku harus menerima tawaran Ed Han karena mungkin banyak orang di luar sana yang ingin mendapat kesempatan sepertiku?” tanya Dow heran. Bukankah itu yang biasanya akan dikatakan oleh para orang tua?
“Nah, hanya karena menurut kacamata orang lain kau lebih beruntung bukan berarti kau harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh mereka. Ukuran orang lain beruntung atau tidak, seharusnya tidak membuatmu terbebani dalam memutuskan sesuatu. Terlebih kalau kau memutuskan untuk menjadi penari, seniman tari. Aku tidak berharap kau menjadi boneka panggung, idealisme adalah suatu keharusan. Aku berharap dalam memutuskan apapun, hal pertama yang kau pertimbangkan adalah; Apakah kau ingin dan mampu melakukannya? Jangan berdasarkan keputusan orang lain. Apalagi hanya karena kau merasa orang lain banyak yang ingin mendapat kesempatan yang sama denganmu.”
Kali ini giliran Dow yang ternganga. Ia tahu Mom memang wanita berpandangan terbuka, tapi Dow tidak menyangka akan sejauh ini. Tapi ada satu hal yang menggelitik.
“Boneka panggung?”
“Penari yang tidak punya idealisme, penari yang hanya melakukan apa yang diperintahkan. Memang tidak ada yang salah dengan artis komersil, atau penari komersil, tapi aku tahu kau mampu berbuat lebih, aku pun berharap kau mampu berbuat lebih. Aku ingin kau menjadi seniman tari, penari yang punya jiwa, bukan sekedar menggerakkan tubuh.”
“Ah, you right Mom, thanks,” ujar Dow ketika ia berhasil menemukan kembali suaranya.
Lalu sebelum ia bisa berhenti, semua hal yang terjadi selama satu minggu ini keluar dari mulutnya.
“Chloe … Dia menawarkan jika Mr. Wilis mungkin bisa membantuku untuk me-review kontraknya,”
“Mr. Wilis?” ulang Mom.
“Daddy-nya Chloe.”
“Ah! Bukankah Mr. Wilis pengacara?” tanya Mom.
Dow mengangguk.
Mom menangkupkan kedua telapak tangannya di dada dan menatap Dow berseri-seri. “Bagus itu! Mungkin kau bisa berdiskusi dengan beliau. Dengan asumsi kau mempertimbangkan tawaran ini, sih,”
“Aku … aku masih belum mengiyakan.”
Mom menepuk bahu Dow, menyemangati.
“Tapi kau tidak menolaknya juga, kan? Coba saja tanya Chloe, apa dia masih bisa membuatkanmu jadwal bertemu dengan Daddy-nya atau tidak.”
Dow mengangguk-angguk tanpa berkomentar.
Seakan sejalan dengan pikiran Dow untuk beristirahat sejenak dari percakapan ini, oven di belakang mereka berdenting, menandakan pengovenan fish chips telah usai.
“Baiklah! Bisa kau bantu aku menata meja? Aku akan menata makanan. Oh!” seru Mom ketika Dow berbalik, membuka kabinet di belakangnya untuk mengambil peralatan makan. “Dua set saja, malam ini hanya kau dan aku. Dad mungkin akan pulang terlambat.”
Yes!
Dow menggumamkan oke, lalu melanjutkan menata meja sementara Mom bolak-balik dari meja makan ke dapur untuk mengambil salad dan menata fish chips di piring saji.
“So, tell me about Oi,” tanya Mom santai ketika keduanya duduk berhadapan di meja makan.
Dow tersedak salad yang tengah ia kunyah. Dengan cepat ia meraih gelas air putih, meneguk habis airnya lalu bangkit menuju wastafel, mengisi penuh gelasnya.
“Oi?” ulang Dow ketika duduk kembali di kursinya.
Mom mengangguk tanpa rasa bersalah.
“Ada apa dengan Oi?’ tanya Dow bodoh.
“Oh, come on Dow, kau tidak mungkin berharap aku percaya kalian hanya teman, kan?” Mom membuat tanda kutip ketika mengatakan teman.
“Mom,” Dow mengerang frustasi. “There’s no such thing okay? Aku belum tertarik dengan pacaran,” kini giliran Dow yang membuat tanda kutip dengan kedua tangannya ketika mengatakan pacaran.
“Kalau Oi?” kejar Mom.
“Kalau Oi kenapa?”
Kalau ada seseorang yang tidak pernah menyerah dalam mengorek informasi, dialah Mom. Mungkin kalau Mom melamar menjadi polisi interogasi, beliau akan diterima tanpa harus tes. Eh tapi adakah istilah polisi interogasi? Pokoknya yang bertugas menginterogasi itulah, entah apa sebutannya yang benar.
Sebenarnya tidak buruk juga, ada saat ketika Dow berterima kasih dengan perhatian yang diberikan Mom. Karena bagaimanapun juga, Mom masih menyempatkan diri, mencari tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Tapi berdiskusi mengenai pacaran?
It’ just…. No!
“Apa dia juga belum ingin pacaran?”
“Mana kutahu, Mom, tanya anaknya sendirilah. Aku bukan pengasuhnya!” ujar Dow kesal.
Kenapalah Mom kembali membicarakan topik pacaran?
“Oke, nanti aku akan tanya Oi,” kata Mom riang
Kedua mata Dow membulat mendengar ucapan Mom. Seriously? Rasanya Dow ingin menenggelamkan diri di kolam lumpur buatan Sans.
Meski diskusi berakhir tidak seperti yang ia harapkan, tapi akhirnya makan malam berakhir dengan … damai.
Kini Dow mulai misinya, mengatur ulang semua rencana masa depannya. Yes, semua orang menang dan Dow dengan senang hati menerimanya. Jadi hal pertama yang dilakukannya adalah menelepon Chloe.
“Chloe? Mengenai tawaranmu membuatkanku janji dengan Daddy-mu, apa masih berlaku?” tanya Dow begitu Chloe menjawab panggilannya.
“Dad belum pulang. Coba nanti aku tanyakan. Sebenarnya besok Will dan Ry akan ke mari, tapi kurasa kau ingin diskusi secara … pribadi?”
Rasanya Dow ingin memeluk Chloe. Selain Oi, Chloe memang salah satu teman yang sangat bisa diandalkan. Gadis itu sudah mengerti jalan pikirannya bahkan sebelum Dow mengutarakannya.
“Yeah, terima kasih untuk pengertiannya,” kata Dow sungguh-sungguh
“Hei Dow, apakah ini berarti … kau menerima kontraknya?”
“Considering, belum menerima. Aku ingin tahu pendapat Daddy-mu dulu.”
“Fair enough.”
“Oke, terima kasih untuk semuanya. Night Chloe.”
“Itulah gunanya teman, kan? Night Dow.”