Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

Dow menatap langit diatasnya dalam diam. Tidak banyak bintang yang terlihat, bulan pun masih jauh di kaki langit. Angin malam ini berhembus lembut. Hal itu pula yang membuat Dow semakin betah tiduran di atas genting rumahnya. Menyendiri di sini memang salah satu kegiatan favorit, terutama jika dirinya sedang muram.

Seperti sekarang ini.

Segala diskusi mengenai audisi membuatnya gundah. Bagaimana tidak, karena untuk pertama kalinya, hati dan otaknya benar-benar saling bertentangan. Sebenarnya, bohong kalau dirinya tidak memikirkan audisi tersebut, walaupun sekarang sudah terlambat. Tapi alasan yang sama kembali membayanginya. 

Dow mengerang, kenapa tawaran muncul di saat seperti ini? 

Pertanyaan yang paling menjengkelkan adalah, kenapa ia peduli? 

Di situlah akar masalahnya, diakui atau tidak, Dow masih peduli dengan isi pamflet tersebut. Bagaimanapun juga, ia telah menghabiskan lebih dari 10 tahun untuk menari. Jadi, wajar jika sebagian dari dirinya berniat mengkhianati rencana masa depannya, kan?

Saat dirinya mendapat informasi mengenai kompetisi jurnal ilmiah. Seperti yang diduganya, Oi begitu bersemangat ikut serta. Kenapa tidak ada kompetisi yang berhubungan dengan dokter hewan? 

Satu alis Dow terangkat ketika melihat sebuah bayangan bergerak di atasnya.

Oi.

So much for being here alone. Dow mendesah, namun tidak bergerak dari tempatnya tiduran, hanya kedua matanya yang memperhatikan setiap gerakan Oi hingga gadis tersebut duduk di sampingnya. Oi membawa dua kaleng kola, dan satu buket kentang goreng. Makanan favoritnya.

Catatan, segala macam makanan adalah favorit Oi.

“Jadi,” kata Oi seraya mengangsurkan kaleng kola pada Dow. 

Dow mendorong tubuhnya untuk duduk, lalu membuka kola di tangannya.

“Jadi?” ulang Dow bodoh.

“Jadi, kenapa kau bertapa di atap sendirian, Mister?” tanya Oi dengan nada yang dibuat-buat.

“Dan kau kenapa mengganggu pertapaanku?” Dow bertanya balik.

“Bisa tolong menjawab pertanyaan dengan jawaban?”

Dow terkekeh tapi tidak mengatakan apapun, hanya sesekali meneguk kola. Sedangkan Oi, gadis itu hanya mengunyah kentang gorengnya dalam diam.

Rupanya, untuk saat-saat tertentu—walaupun teramat jarang—seorang Oi pun bisa tenang.

“Kau belum makan malam?” akhirnya Dow yang pertama memecah keheningan diantara mereka.

“Kenapa bertanya begitu?” Oi balik bertanya, heran.

Dow menunjuk buket kentang goreng yang kini tinggal separuh padahal Oi baru beberapa menit yang lalu duduk di situ. 

“Makanan yang mengenyangkan,” Dow mengangguk ke arah buket kentang goreng.

Fries adalah camilan,” bantah Oi.

“Camilan tidak seharusnya mengenyangkan,” kilah Dow. 

“Aturan darimana itu?” 

“Camilan adalah padanan kata untuk makanan ringan. Kau tahu ringan?”

“Nah,” Oi mengambil seiris kentang goreng, melambaikannya di depan wajah Dow yang sedang menyeruput kola. “Kau lihat ini? Irisannya kecil-kecil bukan? Bukankah, ini termasuk makanan kecil?”

Dow tersedak kola yang tengah diminumnya. Dengan gemas Dow mengurut dadanya. Sial, tersedak soda bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Memang benar, irisan kentang tersebut kecil-kecil, tapi—sudahlah, percuma berdebat dengan Oi untuk masalah sepele semacam ini. Lagipula kalau Oi suka, dia bisa makan apapun yang ia mau. Memangnya siapa dia yang melarang gadis itu makan sesuatu?

Tunggu.

Bukankah tadi dirinya hanya bertanya apakah Oi sudah makan malam atau belum? Kenapa jadi merembet ke arti cemilan, dan ukuran kentang goreng?

Damn.

Berbicara dengan Oi memang bisa merembet ke mana-mana. 

“Boleh aku tanya sesuatu?” tanya Oi setelah batuk Dow mereda dan tidak lagi mengurut dadanya.

“Tidak boleh pun kau akan tetap tanya, kan?”

Oi terkekeh.

Shoot.

“Kenapa kau bersikeras menolak ikut audisi?” tanya Oi. “Dan bukan jawaban templat yang kau berikan pada orang-orang. Aku mau tahu alasan yang sejujurnya.”

Dow mengangkat bahu. Meletakkan kaleng kola yang telah kosong di sampingnya, kembali merebahkan diri di atas genting. 

Bulan mulai bergerak naik, walaupun dari tempatnya berada, bulan masih tampak di bawahnya. Ketika awan mulai tersingkap, bintang-bintang yang terlihat menjadi semakin banyak. 

Tidak lagi sesepi tadi.

Be honest with me, kau nggak mau ikut audisi karena nggak tertarik, atau kau takut impianmu goyah?” kejar Oi.

Dow menoleh, walaupun dalam keremangan cahaya bulan separuh, ia masih bisa melihat tekad di kedua mata Oi. Anak itu benar-benar tidak akan menyerah sebelum mendapatkan jawaban. 

Ia memalingkan wajah, kembali menatap bulan yang masih berada di bawahnya berbaring. Kadang kala, ia merasa lebih mudah untuk membuat gerakan tari baru dibandingkan berbicara dengan Oi. Terlebih jika mengenai masa depannya. Setidaknya gerakan tari tidak akan memaksa Dow untuk melakukan sesuatu, dan tidak protes jika gerakannya tidak dipakai. 

Tapi kalau Oi?

Dow mengerucutkan bibirnya. Mungkin memang seharusnya dulu dia tidak perlu belajar menari. Mungkin dia seharusnya menjadi tenaga sukarela di penampungan hewan. Maksudnya tenaga tetap, karena saat ini pun dia menjadi tenaga sukarela di tempat penampungan hewan di mana Sans berasal. 

Tapi … ia menari sejak usia 8 tahun, sedangkan dirinya baru diizinkan bekerja sejak naik SMA, itupun tidak boleh lebih dari 6 jam per minggu. Sebelum itu dia hanya boleh membacakan cerita untuk hewan-hewan yang berada di penampungan atau mengajak mereka jalan-jalan. 

Ketika di penampungan dia hanya bekerja dengan posisi yang paling minim, sebagai penari, Dow sudah memenangkan kompetisi menari tingkat nasional. Jadi sebenarnya secara statistik pengalaman, menjadi penari, dan dokter hewan akan lebih menjanjikan sebagai penari.

Tapi …  apa yang salah memiliki impian menjadi dokter hewan?

Melihat bagaimana hidup Sans, dan Teri sekarang, siapa yang menyangka jika kedua anjing tersebut sudah berada dalam daftar untuk ditidurkan? Siapakah yang paling berjasa di balik kesempatan kedua anjing-anjing tersebut? 

Dokter hewan.

Tapi kenapa makin ke sini, semakin banyak yang beranggapan jika impian Dow tersebut tidak sebanding dengan apa yang mungkin ia dapat dari menari?

“Impianku nggak pernah goyah,” kata Dow.

“Aku mencium aroma keraguan di sana,” Oi menepuk ujung jari ke dagu, pura-pura berpikir.

“Nggak ada keraguan, aku hanya nggak suka membuatnya lebih rumit? Satu lagi, audisi sudah selesai. jadi nggak ada gunanya mengulang-ulang pembicaraan ini,” pungkas Dow.

Okay, whatever,” Oi mengangguk.

Dow menoleh, tersenyum kecil. Tidak disangka Oi dengan mudah menerima keputusannya untuk menyudahi pembicaraan mengenai audisi. Dia tidak menyangkal kalau ada sedikit penyesalan, tapi seperti yang ia katakan pada Oi, semuanya sudah berakhir. menyesal pun tidak ada gunanya.

“Bagaimana dengan materi karya ilmiahmu?” tanya Dow.

Dow nyaris tertawa ketika kedua mata Oi membulat terkejut. Memang, sebelum-sebelumnya Dow tidak pernah tertarik dengan apapun yang dikerjakan Oi, terutama yang berhubungan dengan kematian di masa lampau. Tapi tidak ada salahnya berubah, kan?

“Kau yakin ingin tahu?” Oi memastikan.

Well, mungkin aku ingin tahu progresnya, bukan isi detailnya,” Dow mengedikkan bahu.

Oh, Dow masih tahu batas di mana dirinya mampu berkompromi dengan hobi Oi menelisik kematian.

Oi tertawa. 

“Kau nggak percaya aku ingin tahu?” tanya Dow.

“Bukan salahku kalau aku merasa begitu. Kau nggak pernah tertarik sebelumnya.”

“Mungkin aku ingin berubah?”

Sekali lagi Oi tertawa dengan pengakuan Dow. “Nggak perlu berubah, Dow, apalagi memaksakan untuk peduli dengan sesuatu yang memang bukan bidangmu.”

“Kau ingin cerita, nggak?” desak Dow.

“Thomas ada ide baru, tapi aku belum baca benar-benar,” jelas Oi.

Dow menatap Oi lekat-lekat. “Aku ingin tahu progres menulismu, bukan tentang Thomas.”

“Benar, aku harus bertanya, kenapa kau nggak suka dengan Thomas?” Oi menjentikkan jari. 

Sama seperti Dow, Oi juga menatapnya dalam. jadi keduanya berhadapan, saling tatap, meski dengan perbedaan intensitas. Tidak disangka, tatapan penasaran Oi justru membuat Dow beringsut gelisah. Bagaimana mungkin dirinya bisa menjelaskan kenapa ada perasaan tidak suka kapanpun nama Thomas muncul di percakapan mereka?

“Bukan nggak suka,” elak Dow. “Rasanya aneh saja karena selama ini nggak ada nama lain ketika kita ngobrol.”

Oi mengangguk-angguk, memikirkan ucapan Dow. Lalu seulas senyum centil tersungging di ujung bibir gadis itu.

“Apa ini berarti kau cemburu?”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Warisan Tak Ternilai
480      177     0     
Humor
Seorang wanita masih perawan, berusia seperempat abad yang selalu merasa aneh dengan tangan dan kakinya karena kerap kali memecahkan piring dan gelas di rumah. Saat dia merenung, tiba-tiba teringat bahwa di dalam lingkungan kerja anggota tubuhnya bisa berbuat bijak. Apakah ini sebuah kutukan?
Be Yourself
530      359     0     
Short Story
be yourself, and your life is feel better
Koude
3521      1251     3     
Romance
Menjadi sahabat dekat dari seorang laki-laki dingin nan tampan seperti Dyvan, membuat Karlee dijauhi oleh teman-teman perempuan di sekolahnya. Tak hanya itu, ia bahkan seringkali mendapat hujatan karena sangat dekat dengan Dyvan, dan juga tinggal satu rumah dengan laki-laki itu. Hingga Clyrissa datang kepada mereka, dan menjadi teman perempuan satu-satunya yang Karlee punya. Tetapi kedatanga...
SABTU
2449      1009     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Renata Keyla
6702      1551     3     
Romance
[ON GOING] "Lo gak percaya sama gue?" "Kenapa gue harus percaya sama lo kalo lo cuma bisa omong kosong kaya gini! Gue benci sama lo, Vin!" "Lo benci gue?" "Iya, kenapa? Marah?!" "Lo bakalan nyesel udah ngomong kaya gitu ke gue, Natt." "Haruskah gue nyesel? Setelah lihat kelakuan asli lo yang kaya gini? Yang bisanya cuma ng...
G E V A N C I A
1107      614     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
The Bet
17122      2675     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
Sandal Bersama
339      210     2     
Short Story
"Jangan Beli Sandal Yang Sama! "
SEPATU BUTUT KERAMAT: Antara Kebenaran & Kebetulan
6955      2130     13     
Romance
Hidup Yoga berubah total setelah membeli sepatu butut dari seorang pengemis. Sepatu yang tak bisa dibuang dan selalu membawa sial. Bersama Hendi, teman sekosnya, Yoga terjebak dalam kekacauan: jadi intel, menyusup ke jaringan narkoba, hingga menghadapi gembong kelas kakap. Di tengah dunia gelap dan penuh tipu daya, sepatu misterius itu justru jadi kunci penyelamatan. Tapi apakah semua ini nyata,...
Fallin; At The Same Time
3153      1427     0     
Romance
Diadaptasi dari kisah nyata penulis yang dicampur dengan fantasi romansa yang mendebarkan, kisah cinta tak terduga terjalin antara Gavindra Alexander Maurine dan Valerie Anasthasia Clariene. Gavin adalah sosok lelaki yang populer dan outgoing. Dirinya yang memiliki banyak teman dan hobi menjelah malam, sungguh berbanding terbalik dengan Valerie yang pendiam nan perfeksionis. Perbedaan yang merek...