RASANYA ANEH KETIKA melihat Chloe berbicara nonstop menggantikan dirinya. Menggantikan dalam arti yang sebenarnya, mengambil alih pimpinan rapat. Padahal sejak Dow menjabat sebagai presiden klub tari Hills High dua tahun yang lalu, ia tidak pernah mendelegasikan posisi pimpinan rapat pada siapapun, termasuk Will yang notabene adalah wakil presiden klub.
Walaupun sebenarnya bisa dimengerti, karena untuk masalah yang sedang dibicarakan kali ini bukan Dow yang mengorganisir, atau yang bertanggung jawab. Dirinya sama sekali tidak mengambil bagian. Satu-satunya kontribusi yang ia diberikan adalah duduk diam, sambil memperhatikan rapat yang berlangsung di depannya. Kalau beruntung, otaknya bisa membuat catatan, atau menuliskan ide di dalam hati mengenai konsep tarian yang akan dipresentasikan pada rapat panitia festival sekolah.
Oh, satu lagi, hari ini Dow meniadakan latihan tari, karena menggunakan alokasi jadwal latihan rutin untuk rapat persiapan audisi.
Yeps, benar.
Hari ini, alih-alih berlatih seperti biasa, tim putra, dan tim putri berkumpul, membahas mengenai audisi 3 CG Ent. Itulah kenapa Chloe yang mengambil alih pimpinan rapat karena Dow bersikeras tidak mau mengurus apapun yang berhubungan dengan hal tersebut.
Jadi saat ini Dow hanya bermain-main dengan handuknya, sambil menatap siapapun yang sedang bicara. Seperti kebiasaannya, Dow selalu memperhatikan lawan bicara dengan saksama. Untuk sesaat, Dow berpikir bahwa akhirnya ia tahu bagaimana rasanya menjadi orang buangan. Berada di sana tapi tidak di sana. Tanpa sadar Dow mengangguk-angguk pada dirinya sendiri.
Mau bagaimana lagi, sejak kecil dirinya sudah terbiasa dengan perhatian. Tidak hanya juri ataupun penonton perlombaan yang menatap dirinya dengan penuh kekaguman, tapi juga dari teman-teman sebayanya. Konsekuensinya, di mana pun ia berada, Dow menjadi yang pertama yang ditunjuk untuk melakukan sesuatu. Terutama di sekolah. Walaupun tugas tersebut sama sekali tidak berhubungan dengan tari.
Contohnya, ketua kelas.
Salah satu resiko sudah dikenal terlebih dulu dibanding teman-teman sekelasnya. Jadi, konsep menjadi siswa biasa yang tidak melakukan apa-apa ketika teman-teman yang lain sibuk, terasa agak aneh.
“Jadi, kalian isi data dulu. Formulir ini nanti dibawa ketika audisi,” jelas Chloe seraya membagi-bagikan map berwarna biru berisi formulir pendaftaran, dan pamflet pada semua anggota yang hadir.
“Kau yakin tidak mau ikut?” tanya Chloe ketika melewati Dow yang duduk tepat di samping Will. Tangan gadis itu terulur ragu, antara ingin memberikan map berisi formulir pendaftaran atau tidak.
“No, thanks,” Dow menggeleng.
Chloe mengangkat bahu, ia memberikan map yang sedianya akan diberikan Dow pada Will lalu duduk kembali.
Semua yang berada di studio terlihat antusias membuka isi map tersebut.
“Kita tidak perlu mengumpulkan formulir ini sebelum pergi audisi? Maksudku seperti mendaftar dulu,” tanya Will sambil membuka map, membaca isinya sekilas.
“Tidak,” Chloe menggeleng. “Menurut Mr. York, kita hanya perlu membawa formulir ini saat audisi. Nanti diserahkan pada juri di sana. Tidak ada pendaftaran ataupun biaya tertentu. Semua gratis kecuali akomodasi ke kantor 3 CG Ent.”
“Ini untuk … besok?” tanya Tom dengan kedua mata masih tertuju pada formulir di tangannya.
“Yeps. Jadi besok kita tidak latihan lagi,” kata Chloe ragu-ragu sambil menoleh ke arah Dow, seolah meminta persetujuan.
Mungkin gadis itu menyadari, bagaimanapun juga, Dow tetap punya suara jika cowok itu memutuskan untuk tidak mengizinkan mereka semua—terutama tim putra—untuk ikut audisi jika dilakukan di waktu latihan rutin.
“Tidak apa-apa, kan?” tanya Chloe pada Dow.
Dow mengedikkan bahu. “Tidak masalah. Toh kita sudah membicarakan soal festival sekolah. Kita juga belum mendapat persetujuan dari Mr. York mengenai koreo utama, plus, skenario juga belum final. Jadi bisa dibilang, kita belum bisa mengerjakan apapun.”
Klub tari memegang peranan penting dalam festival sekolah, tapi sayangnya skenario drama masih belum juga disetujui.
“Betul juga,” Will mengangguk-angguk.
“Siapa sih yang membuat skenarionya?” tanya Tom.
“Salah satu dari anak drama?” Will mengangkat bahu tidak peduli.
“Beruntunglah jadwal kita tidak bentrok jadi tidak merugikan salah satunya,” komentar Chloe. Gadis itu meletakkan sisa formulir di meja di belakangnya lalu menepukkan kedua telapak tangannya di dada. “So! I’ll see you tomorrow. Kali ini kita akan berjuang sendiri-sendiri.”
“Ya, tapi setidaknya kita berangkat bersama, kan?” tanya Will seraya menatap berkeliling.
“Menurut kalian?” Chloe bertanya pada semua yang hadir.
“Kurasa ide yang bagus, jam berapa sih mulainya—“ dengan cepat Tom menelusuri pamflet, mencari jadwal audisi. “—jam 9 pagi. Jadi jam berapa kita berangkat? Kita ... besok izin?”
“Aku tadi tidak tanya Mr. York sih….” kata Chloe menyesal.
“Formulir ini dari Mr. York?” tanya Dow.
Chloe mengangguk.
“Jadi walaupun kalian besok harus izin tidak masuk sekolah, kurasa beliau tidak keberatan membuatkan surat izin. Apa perlu rekomendasi dari klub juga?” tanya Dow.
Chloe menatap semuanya bergantian, meminta pendapat. “Bagaimana?”
“Mungkin kau tanya Mr. York dulu?” saran Will.
“Okay, aku akan tanya Mr. York. Nanti aku kabari hasilnya. Standby ponsel masing-masing. Rapat bubar,” pungkas Chloe.
Semua berdiri dan membubarkan diri, mengambil tas masing-masing lalu meninggalkan studio kecuali Dow, Will, Tom, dan Chloe—meski gadis itu berkata akan menemui Mr. York.
“Aku masih berpendapat tidak ada salahnya kau ikut audisi,” kata Will pada Dow memecah keheningan studio usai ditinggalkan hampir semua peserta rapat.
Dow mendorong tubuhnya untuk berdiri tegak, meregangkan kedua tangannya di atas kepala, Chole ikut bangkit dari meja di samping Dow.
“Besok kau ikut juga?” tanya Chloe.
“Berhentilah membujukku. Fat chance.”
“Aku hanya merasa janggal melakukan semua ini, dan sadar kalau kau tidak ada bersama kami,” kata Will.
Bukannya merespon ucapan Will, Dow malah bertanya pada Chloe yang sudah sibuk dengan ponselnya.
“Apa dia mabuk?” tanya Dow pada Chloe.
Will menyambar pamflet di pangkuan Tom, meremas kartas tersebut lalu melemparnya ke arah Dow yang dengan mudah dihindari cowok itu sambil terkekeh.
“Aku akan menemui Mr. York!” seru Chloe seraya melompat turun dari meja.
Gadis itu mengabaikan pertanyaan Dow ataupun fakta jika Dow, dan sang kekasih, Will kembali cek-cok.
“In case you change your mind,” Chloe menepukkan formulir ke dada Dow, yang mau tidak mau diterima cowok itu. “Bye all!”
“Aku masih berharap kalau kau ikut juga,” kata Will begitu mereka tinggal berdua di studio.
“Nah…,” Dow berdecak. “Kurasa lebih baik kalau aku tetap pada keputusanku.”
“You know what? That’s one of the things I admire about you, though it was annoying when you got so stubborn,” Will menggelengkan kepala.
“DNA, Will, DNA,” Dow terkekeh.
“Orang tuamu tahu mengenai audisi ini?” tanya Will.
“Sort of,” Dow menceritakan ulang apa yang terjadi ketika mereka sampai di rumah dan Oi memberitahukan perihal audisi pada Mom.
Seperti pada kasus-kasus sebelumnya, Will hanya tergelak mendengar cerita Dow.
“Harus kuakui, Oi adalah cheerleader yang paling bersemangat,” kata Will di sela-sela tawanya.
Satu alis Dow terangkat tinggi mendengar Will memuji si paling menyebalkan bernama Oi.
“Kenapa? Kau tidak suka? Faktanya memang seperti itu, kan? Kurasa Oi lebih bersemangat darimu kalau urusan menari.”
Untuk sesaat Dow memikirkan ucapan Will, sepertinya memang benar, Oi selalu lebih bersemangat daripada dirinya sendiri untuk masalah menari.
Kenapa, ya?
“Mungkin karena dia nggak bisa menari, dan lagi, anak itu, kan, selalu begitu, nggak pernah kehabisan energi. Aku juga heran, darimana dia bisa punya energi sebanyak itu, Dow menggelengkan kepala. “Omong-omong, kau pulang, atau menunggu Chloe?”
“Kau sendiri?”
“Kantin, lapar.”