Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

BUZZ, BUZZ, BUZZ

Oi merogoh saku jaketnya ketika merasakan ponselnya bergetar. Dirinya batal makan malam di rumah Dow karena Momma, dan Dad pulang kerja lebih awal. Di satu sisi, batal makan malam di rumah Dow menguntungkannya, karena dirinya tahu, Dow sedang merancang pembunuhan dirinya. Di sisi lain, dirinya harus merelakan untuk tidak merasakan masakan Eliza. Pesan Dow sekarang salah satu bukti bahwa dirinya dalam bahaya.

 

Dow: 

berdoalah Mom lupa menyebutkan apapun yang berhubungan dengan audisi sialan yang kau bilang tadi

 

Oi mengangkat satu alis ketika membaca pesan tersebut. Ini maksudnya apa? Pertanyaan bukan, pernyataan juga ambigu. Atau hanya sekadar pemberitahuan? Tapi dia bisa mencium aroma ‘atau’ yang tersembunyi di pesan Dow. Jadi, alih-alih menjawab pesan Dow, Oi pun membalasnya dengan pertanyaan.

 

Oi: 

Atau?

 

Dow: 

You dead

 

Balasan dari Dow sampai di layar ponselnya nyaris mengalahkan kecepatan matanya berkedip. Agaknya Dow benar-benar serius tidak mau ikut audisi. Dasar aneh. Ya, logikanya, kan, Dow sudah menjadi salah satu penari terbaik di sekolah. Dia juga sudah sering memenangkan kompetisi tari, jadi alasannya untuk menolak ikut audisi ini tidak masuk akal. 

Benar, kan? 

Oh ini seperti kaset rusak, erang Oi dalam hati sambil mengetik pesan balasan untuk Dow.

 

Oi: 

Very funny

Jangan khawatir

Kalau aku mati Teri akan membalaskan dendamku :P

 

Oi mengirim balasan tersebut beserta foto Teri yang menggigit boneka tulang seukuran dua kali besar tubuh anjing mungil itu.

 

Dow: 

Nah,

Ada Sans yang bisa melindungiku

Coba tebak apa yang akan dilakukan Teri jika melihat Sans?

 

Oi merengut ketika menyadari bahwa untuk kali ini Dow menang. Diliriknya Teri yang sibuk menggigiti pinggiran bantal tidurnya. Penghianat. Gadis itu mengambil selimut Teri, melemparnya ke arah anjing tersebut. 

Melihat selimut melayang di atasnya, alih-alih kesal, anjing itu dengan senang hati berlari-lari mengejar. Mungkin dia mengira Oi mengajak bermain. Teri menyalak riang ketika kembali dengan selimut di moncongnya. 

Mission backfired, Denwen!

Sebenarnya sampai sekarang pun, Oi masih terheran-heran dengan sikap kedua anjing tersebut. Bisa-bisanya anjing yang sangat berbeda ukuran bisa saling menyayangi sampai sedalam itu. Sans hampir tiga kali lebih besar Teri, tapi ia bisa sangat lembut, dan sabar jika berhadapan dengan Teri. 

Hampir seperti sedang jatuh cinta.

Oi meringis, memang anjing bisa jatuh cinta, ya?

Bisa jadi.

Seharusnya Oi tidak heran dengan keterikatan Sans, dan Teri karena sejak dari awal, pihak penampungan hewan dengan jelas mengatakan pada mereka jika Teri sedang depresi karena teman sekaligus pelindungnya telah diadopsi. Bahkan Oi yang masih 8 tahun pun bisa mengerti bagaimana hancurnya hati Teri ketika ditinggalkan Sans seorang diri di kandangnya. Beruntung baik Momma maupun Dad tidak banyak berkomentar ketika Oi mengatakan ingin mengadopsi Teri. Eliza bahkan dengan gembira menyambut keinginan Oi. Beliau mengatakan akan sangat bagus kalau Oi bisa mengadopsi Teri. Jadi kedua anjing tersebut masih bisa tinggal berdekatan walau tidak serumah. 

Kalau sekarang, mungkin Oi akan menolak, dan membiarkan Teri pergi bersama keluarga Watts—no, tidak. Bagaimana bisa dirinya tanpa Teri? Tidak, tidak. Mungkin sebaiknya Sans lah yang tinggal bersamanya.

Ya, itu sepertinya begitu lebih baik.

Tapi apa Dow bersedia melepaskan Sans? Tentu tidak. Jadi wajar jika Teri tidak menyukai Dow, karena cowok itu yang menghalangi Teri mempunyai hidup yang bahagia bersama Sans. Oi mendengus, menahan tawa, dan membuat dirinya tersedak. 

Teri berhenti bermain-main dengan selimutnya lalu mendongak, menatap Oi dengan ekor bergoyang-goyang.

“Maaf, kau tidak bisa tinggal bersama Sans,” ujar Oi asal. 

Kali ini Oi mengambil bola plastik, melemparnya ke ujung ruangan. Tanpa menunggu perintah, Teri berlari mengejar bola tersebut. Oi menghela napas, bertanya-tanya apa yang baru saja merasukinya, padahal Teri sepertinya baik-baik saja. Jadi kenapa otaknya jadi meracau tidak keruan?

Berurusan dengan Dow memang merupakan cara cepat untuk membuat otaknya tidak berfungsi normal. 

Denwen!

“Oi!” panggil Momma dari dapur.

“Datang!” 

Gadis itu bangkit, tidak lupa memungut sebuah boneka dari lantai, melemparnya ke ujung koridor, dan Teri pun melesat mengejar mainannya.

“Tolong tata mejanya,” pinta Momma begitu Oi tiba di dapur.

Tanpa banyak bicara Oi mengerjakan perintah Momma. Aroma lasagna menguar dari oven di belakang Oi. Tidak rugi memutuskan untuk tidak makan malam di rumah Dow. Oi mengendus-endus, mencoba menerka aroma apa yang bisa terdeteksi olehnya. Tapi ternyata, kemampuan indera penciumannya tidaklah sebagus Teri. Terbukti, dirinya hanya bisa menerka campuran aroma keju ricotta, parmesan, mozzarella, tomat, dan daging. Ah, lupakan aroma lasagna, ia teringat ada pertanyaan penting yang harus ditanyakan pada Mom.

“Kenapa dulu Mom mengizinkanku mengadopsi Teri?” tanya Oi.

Penting.

Momma mendongak, menatap Oi dengan kening berkerut, meski begitu, kedua tangannya tidak berhenti menyobek daun kubis untuk salad.

“Kenapa tiba-tiba menanyakan hal ini?” Momma bertanya balik.

“Hanya ingin tahu, kurasa?” Oi mengangkat bahu ketika mengambil alat makan dari laci. 

“Kau ingin anjing lagi?” telisik Mom. 

Jelas beliau tidak percaya dengan jawaban Oi begitu saja, karena biasanya dia punya 1001 alasan kenapa sebuah pertanyaan bisa meluncur dari mulutnya.

“Nope. Cukup satu Teri. Aku cuma tanya Mom,” jawab Oi.

“Kau sadar tidak kalau pertanyaanmu itu aneh, dan tidak biasa? Sekali lagi, kenapa kau mendadak menanyakan hal tersebut?”

Kedua bahu Oi melorot, ia menarik napas dalam. Dirinya juga sadar kalau pertanyaannya tadi lumayan menggelikan, tapi kan tidak ada salahnya bertanya?

“Lupakanlah,” kata Oi akhirnya. 

Mana mungkin dia akan berdiskusi dengan Momma soal kehidupan percintaan Sans, dan Teri? Mungkin bertengkar dengan Dow bisa membuat otaknya bermasalah seperti sekarang.

Satu hal lagi yang membuatnya semakin kesal. Jika Sans, dan Teri bisa punya kehidupan percintaan? Lalu bagaimana dengan dirinya? Masa kalah dengan anjing? 

Naaaah.

Oh dia lupa, kandidat yang paling diharapkan untuk mewarnai kehidupan percintaannya tidak pernah mengubah cara melihat dirinya sebagai seorang gadis.

Fakta yang menyakitkan!

Tunggu dulu, apa dia barusan memikirkan Dow seperti itu?

Oi bergidik ketika menyadari jalan pikirannya sendiri. Lamunan Oi terputus denting alarm oven di belakangnya. Selagi Momma berbalik untuk mematikan oven, Oi mengambil kesempatan untuk mengalihkan pembicaraan dari pertanyaan penting mengenai Teri. Gadis itu meringis mengingat betapa bodoh pertanyaan penting tersebut.

Pertanyaan penting yang tidak ia sadari adalah jebakan yang telah menjerumuskannya ke dalam perangkap yang tidak ia tahu keberadaannya. Sekarang ia juga tidak tahu bagaimana caranya keluar dari perangkap tersebut.

Denwen, kau, Dow!

“Beruntunglah aku tidak jadi makan malam di rumah Dow,” kata Oi seraya membantu Momma yang akan meletakkan loyang keramik di tengah-tengah meja makan. “Kukira Mom dan Dad akan pulang tengah malam lagi.” 

Oi menatap hidangan makan malam dengan air liur nyaris menetes, lasagna, salad sayur dengan saus lemon, dan roti bawang. Akan lebih baik jika ada pia mulberry sebagai makanan penutup, sayangnya tadi dirinya malah bermain-main dengan Dow daripada pulang cepat dan membuat pia kesukaannya.

“Tadi aku, dan Dad hanya bekerja setengah hari, lalu ke rumah Gram,” jelas Momma seraya meletakkan mangkuk berisi salad di samping lasagna. 

“Apa Gram baik-baik saja?” nada khawatir terdengar begitu jelas di suara Oi. 

Gram harus menjalani operasi lutut akibat terjatuh di halaman belakang rumahnya. Jadi selama satu minggu ini Momma pulang terlambat karena harus mampir ke rumah Gram dulu. Gram memang tidak tinggal sendirian, beliau tinggal bersama adik perempuan Momma, Auntie Blair, namun Mom lebih suka mampir untuk membantu sang adik, dan melihat perkembangan Gram. Yang paling penting lagi adalah memastikan Gram tidak berulah, atau  membuat Auntie Blair pusing. Untuk seseorang yang sudah sepuh, Gram bukan hanya amat sangat keras kepala, tapi juga suka berbuat yang aneh-aneh.

“Gram baik-baik saja. Auntie Blair mulai kembali bekerja minggu depan, jadi masih ada waktu untuk mencari perawat baru,” jelas Momma.

“Elena itu sulit, sebaiknya segera mencari perawat untuk diperkenalkan beliau supaya ada waktu untuk adaptasi. Jadi kalau tidak cocok bisa segera mencari pengganti,” timpal Dad.

Momma, dan Oi mendongak ketika mendengar suara Dad masuk ruang makan. Hampir mirip Oi, Dad pun tidak perlu panggilan yang berarti untuk mengajak beliau makan malam, cukup aroma lasagna—atau semua aroma masakan Momma!

“Dad benar,” Oi mengangguk setuju. “Aku bisa membantu mencari atau mewawancarai perawat yang tepat untuk Gram!”

Momma tersenyum menatap Dad, dan menggelengkan kepala. 

“Nanti saja kita bicarakan hal ini. Sekarang kita makan dulu,” pungkas Dad.

“Teri! Kau makan, tidak?” Oi memanggil anjingnya yang entah berada di mana. 

Seolah mendengar, dan mengerti seruan Oi, Papillon mungil yang hiperaktif tersebut berlari-lari kecil ke ruang makan, melompat ke kursi di samping Oi, menghadapi mangkok makan malamnya.

“Jadi, bagaimana sekolah hari ini?” tanya Momma seraya menyendok salad. 

Seperti biasa, makan malam adalah saatnya berbagi cerita mengenai kisah hari ini.

“Kau tidak mem-bully Dow lagi, kan?” tanya Dad sambil meraih piring roti bawang.

“Mom, Dad!” seru Oi pura-pura tersinggung namun gagal menyembunyikan senyum usilnya.

“Aku selalu bertanya-tanya bagaimana Dow bisa bertahan,” Dad berkata sambil menatap Momma. 

“Jadi apa yang kau lakukan hari ini?” tanya Momma pada Oi. 

“Tidak melakukan apa-apa, memang apa yang bisa kulakukan?” Oi balik bertanya.

Momma menyorongkan mangkok salad ke depan Oi. 

“Entahlah, kurasa kau tidak pernah kehilangan ide untuk mem-bully anak itu,” Momma.

“Mooooom,” Oi mengerang. “Aku benar-benar tidak melakukan apa-apa, jahat sekali dituduh mem-bully,” Oi membuat tanda kutip dengan kedua tangannya ketika mengucapkan mem-bully

Momma, dan Dad hanya terkekeh tidak percaya. Agaknya kedua orang itu punya kepuasan tersendiri ketika mem-bully putri satu-satunya tersebut. 

Ironis, dan hipokrit. Betul tidak?

“Kalian tidak percaya padaku, kan? Padahal aku hanya menyuruh Dow ikut audisi menjadi artis,” Oi mengedikkan bahu. 

Alih-alih mengambil salad yang disorongkan Momma barusan, ia menyendok sesendok penuh lasagna ke piringnya. 

“Menyuruh, atau memaksa?” tanya Dad.

“Lebih ke menjebak,” Oi terkekeh. 

Dad menggelengkan kepala melihat kelakuan putri tunggalnya.

“Dan kau masih berani bilang tidak mem-bully Dow?” tanya Momma.

“Mom, please, aku hanya memberi dorongan yang kuat supaya dia tidak melewatkan kesempatan yang langka ini,” Oi memantapkan nada suaranya ketika mengucapkan dorongan yang kuat.

“Memangnya kenapa? Dow tidak mau ikut audisi?” tanya Momma penasaran. 

Oi mengangguk. 

“Kenapa tidak? Menjadi artis, kan keren? Lagipula dia pandai menari, kan?” tambah Momma.

“Karena impian bodohnya, apalagi?” Oi mencebik. 

“Seperti kau yang tetap ingin menjadi versi nyata dari Indiana Jones meski hampir lulus SMA?” timpal Dad.

“Dad, seharusnya kau membelaku!” Oi cemberut. 

Memang apa salahnya menjadi Indiana Jones? Kan, keren bisa menelusuri jejak masa lampau. Menemukan kisah-kisah kehidupan yang masih menjadi misteri hingga sekarang. Misalnya saja, jika ia bisa menemukan kebenaran mengenai Atlantis.  

Nah, kan?

“Lagipula, hanya sekedar informasi, aku tidak sekeras kepala Dow. Aku terbuka dengan segala kesempatan yang ada. Aji mumpung? Kenapa tidak, kalau memang aku mampu?”

 

__________

*Denwen: Umpatan ciptaan Oi

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
IDENTITAS
702      478     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
Rumah Arwah
1030      556     5     
Short Story
Sejak pulang dari rumah sakit akibat kecelakaan, aku merasa rumah ini penuh teror. Kecelakaan mobil yang aku alami sepertinya tidak beres dan menyisakan misteri. Apalagi, luka-luka di tubuhku bertambah setiap bangun tidur. Lalu, siapa sosok perempuan mengerikan di kamarku?
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
5876      1912     1     
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
ATHALEA
1383      620     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Smitten Ghost
183      149     3     
Romance
Revel benci dirinya sendiri. Dia dikutuk sepanjang hidupnya karena memiliki penglihatan yang membuatnya bisa melihat hal-hal tak kasatmata. Hal itu membuatnya lebih sering menyindiri dan menjadi pribadi yang anti-sosial. Satu hari, Revel bertemu dengan arwah cewek yang centil, berisik, dan cerewet bernama Joy yang membuat hidup Revel jungkir-balik.
Trip
936      476     1     
Fantasy
Sebuah liburan idealnya dengan bersantai, bersenang-senang. Lalu apa yang sedang aku lakukan sekarang? Berlari dan ketakutan. Apa itu juga bagian dari liburan?
Cinta Tau Kemana Ia Harus Pulang
8745      1609     7     
Fan Fiction
sejauh manapun cinta itu berlari, selalu percayalah bahwa cinta selalu tahu kemana ia harus pulang. cinta adalah rumah, kamu adalah cinta bagiku. maka kamu adalah rumah tempatku berpulang.
Melody untuk Galang
517      319     5     
Romance
Sebagai penyanyi muda yang baru mau naik daun, sebuah gosip negatif justru akan merugikan Galang. Bentuk-bentuk kerja sama bisa terancam batal dan agensi Galang terancam ganti rugi. Belum apa-apa sudah merugi, kan gawat! Suatu hari, Galang punya jadwal syuting di Gili Trawangan yang kemudian mempertemukannya dengan Melody Fajar. Tidak seperti perempuan lain yang meleleh dengan lirikan mata Gal...
Because Love Un Expected
11      10     0     
Romance
Terkadang perpisahan datang bukan sebagai bentuk ujian dari Tuhan. Tetapi, perpisahan bisa jadi datang sebagai bentuk hadiah agar kamu lebih menghargai dirimu sendiri.
Wannable's Dream
40232      5952     42     
Fan Fiction
Steffania Chriestina Riccy atau biasa dipanggil Cicy, seorang gadis beruntung yang sangat menyukai K-Pop dan segala hal tentang Wanna One. Dia mencintai 2 orang pria sekaligus selama hidup nya. Yang satu adalah cinta masa depan nya sedangkan yang satunya adalah cinta masa lalu yang menjadi kenangan sampai saat ini. Chanu (Macan Unyu) adalah panggilan untuk Cinta masa lalu nya, seorang laki-laki b...