Loading...
Logo TinLit
Read Story - Je te Vois
MENU
About Us  

“SEPERTINYA INI MENARIK!”

“Aku ingin ikut juga!”

“Tapi syarat utamanya harus bisa menari….”

“Kita gabung dulu dengan klub tari dulu.”

 

Kedua alis Oi terangkat tinggi ketika mendengar bisik-bisik—yang tidak cukup pelan untuk disebut bisikan—Ellin dan kroco-kroconya di meja di depan ia duduk. Reaksi pertama Oi tentu jengkel. Ini, kan, perpustakaan, seharusnya mereka membaca dalam diam, bukannya sibuk ribut berdiskusi. Tidakkah mereka paham akan aturan dasar perpustakaan? Oi mengangkat wajah, memperhatikan para gadis yang duduk di meja depannya lalu mendesah. Mereka adalah Ellin dan kroconya—geng populer—tentu tidak mengindahkan aturan, pasti mengira dengan kepopulerannya, mereka bisa bebas berbuat apapun. Selain itu, seharusnya Oi juga tidak perlu heran ketika melihat mereka sibuk bergosip bukannya mengerjakan tugas seperti yang ia kerjakan sekarang. 

Mungkin sebaiknya diadakan aturan hanya siswa yang benar-benar berniat membaca yang boleh ke perpustakan, tapi pasti akan dibilang rasis. Oi menunduk, melihat buku-bukunya berserakan di meja, lalu menyayangkan keputusan beberapa guru yang mewajibkan siswa ke perpustakaan untuk mengerjakan tugas. Padahal tidak sampai separuh dari jumlah siswa satu kelas yang benar-benar mengerjakan tugas sesuai instruksi.

Andai beliau-beliau ini tahu apa yang dikerjakan sebagian siswanya di sana…

 

“Tapi audisinya dua minggu lagi, mana sempat?”

 

Eh? Audisi? Audisi tari? Kejengkelan Oi mulai tertutup oleh rasa penasaran. Ia pun menajamkan pendengarannya, mencuri dengar diskusi si geng. Untuk sementara waktu, dongeng mengenai Tuthankhamen II dikesampingkan dulu. Ada sesuatu yang lebih penting!

Aha!

 

“Anggota klub tari ikut audisi tidak ya? Kalau begini aku menyesal tidak bergabung dengan mereka.”

“Pastilah!”

“Tapi di sini aturannya bebas kok, siapapun boleh ikut asal bisa menari.”

“Asal bisa menari, memang kau bisa?”

 

Mereka semua tertawa keras sampai semua penghuni perpustakan menoleh ke arah mereka. Luar biasa ketika Ellin punya rasa malu, gadis itu celingak-celinguk—mungkin mencari Mrs. Smith si penjaga perpustakaan karena tidak mungkin gadis itu peduli dengan pelototan mata sesama siswa. Lalu Ellin mengisyaratkan pada teman-teman satu gengnya untuk diam, rupanya sadar kalau di perpustakaan harus tenang.

Hm…. Ini menarik audisi menari atau apapun lah yang penting berurusan dengan tari. Oi menggigit ujung pensilnya, berpikir, mengira-ngira audisi seperti apa yang melibatkan klub tari, dan kenapa si geng populer mendadak tertarik dengan acara menggerakkan tubuh? Padahal untuk drama festival sekolah saja mereka hanya mau mengambil peran yang tidak banyak menguras tenaga alias duduk cantik, dengan kostum dan dandanan spesial. 

Jadi kalau sampai mereka bergosip mengenai audisi di perpustakaan, pastilah ini audisi yang penting.

 

“Kalau boleh kubilang, yang menarik dari klub tari hanyalah Dow, Will dan Tom.”

 

Oi menyeringai ketika mendengar hal tersebut. Tentu saja, trio tersebut bisa dibilang sebagai penguasa klub tari. Selain mereka adalah penari terbaik sekolah—hal ini sudah dibuktikan dengan berbagai medali yang diterima dari berbagai perlombaan tari—mereka bertiga juga terkenal dengan ketampanannya. 

Tinggi, tampan, jago menari—oh, tambahan, Dow juga merupakan salah satu siswa terpandai di sekolah. Siapa yang tidak tertarik? Hoho….

Oh semua populasi gadis-gadis seantero sekolah—bahkan yang di luar sekolah juga—mengidolakan dan mengidamkan mereka bertiga. 

Sayangnya.

Sayangnya, Will dan Tom sudah ada yang punya. Jadi sebenarnya yang tersedia hanyalah Dow. Tapi sejujurnya Oi ragu jika Dow mau melirik gadis-gadis geng populer ini—atau gadis manapun. Dalam arti bersedia diajak berkencan, kalau sekedar mengedip atau menggoda, itu, sih, pekerjaan Dow sehari-hari. 

Tapi hanya sampai di sana.

Cowok itu terlalu pandai untuk menjaga jarak terutama dengan para gadis-gadis populer—Ellin, dan kroconya sudah pasti masuk dalam kategori tersebut. 

“Mereka itu melelahkan,” begitu Dow pernah berkata ketika Oi bertanya kenapa suatu kali, ia menolak undangan pesta prom dengan kakak kelas. 

Oh, Dow selalu panen undangan prom setiap akhir tahun sejak pertama dia menginjakkan kaki di Hills High. 

 

“Jangan-jangan Dow itu gay—“

 

Oi tersedak ludahnya sendiri hingga tidak mendengar kelanjutan diskusinya karena sibuk terbatuk-batuk, dan mengurut dada.

Sial.

Agaknya ia mendapat karma karena mencuri dengar pembicaraan orang lain. Eh tapi kan bukan pembicaraan serius, mereka sedang bergosip kan? Masa mencuri dengar gosip juga merupakan dosa? 

Tapi….

Dow, gay…. Spontan Oi kembali tertawa namun segera menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya sebelum ketahuan jika ia mencuri dengar. Bayangan Dow bermesraan dengan cowok lain benar-benar membuatnya ingin tertawa. 

Ini bukan masalah homophobic atau semacamnya. Rasanya Oi tidak ada masalah dengan mereka, walaupun belum pernah berinteraksi langsung. 

Entahlah.

Dow…. Sepertinya cowok itu hanya tidak tertarik untuk berpacaran, bukan tidak tertarik pada cewek. Dulu dia pernah punya pacar, cuma sejak masuk SMA Dow lebih memilih pacaran dengan studio tari. 

Hanya dirinya, satu-satunya cewek yang bisa berada di dekat Dow sepanjang waktu. Oi menyeringai puas ketika memikirkan hal tersebut. Cewek-cewek geng populer mungkin hanya bisa bermimpi untuk berada di posisinya—bahkan kalau bisa, Oi tidak akan menyerahkan posisinya meski hanya di dalam mimpi! Ha!

Apa Dow tidak melihat dirinya sebagai cewek, ya? Oi menunduk, memperhatikan dirinya sendiri. Jangan-jangan benar ucapan Ellin, si ketua geng populer, Dow itu gay, jadi dia tidak merasakan apapun ketika berada di dekat Oi. Kalau begitu Oi serupa dengan cowok, dong? Atau cewek tapi rasa cowok? Bagaimana, sih, penyebutan yang tepat untuk hal ini?

Sedikit menyakitkan.

Bukan salah Dow juga, sih, kalau cowok itu memandang Oi sebagai cowok, karena ia tidak pernah dengan sengaja berdandan, apalagi memakai make up. Oi mengingat-ingat produk make up apa yang ia miliki di rumah.

Tidak punya! 

As. Ta. Ga.

Iya benar, dirinya tidak memiliki make up, SATUPUN! Bahkan sekedar bedak tabur? Lipstick atau semacamnya? Ohh, dia punya lip balm. Lip balm termasuk make up, bukan, sih? Paling banter dirinya hanya pakai skincare, itupun tidak ber-step-step seperti beauty vlogger yang biasa ditonton para cewek. Dirinya sendiri? Hanya akan menonton ketika mencari review dari produk yang akan dipakainya.

Masalahnya, Oi tidak pernah merasa perlu memakai rangkaian make up yang menjadi favorit teman-temanya. Blush? Tidak perlu buang-buang uang, suruh saja Oi mengayuh sepeda dari rumah ke sekolah, niscaya pipinya lebih merah dari udang goreng kesukaannya. 

Baju kebesarannya pun hanyalah celana jins pendek, kaos oblong, atau tank top, dan kemeja kotak-kotak, bisa lengan panjang atau pendek tergantung cuacanya sedang panas atau dingin. Rambut juga begitu, ekor kuda atau ikat asal-asalan. Amat sangat jauh jika dibanding dengan Ellin, dan kroconya yang selalu full make up walaupun ke sekolah.

Oi mendesah, jadi pantas, lah, ya, kalau misalnya Dow tidak pernah menganggapnya sebagai cewek?

Kembali lagi ke masalah audisi. 

Si geng populer sudah tidak membahas hal itu lagi, jadi tidak hal yang menarik untuk dicuri dengar. Daripada menambah dosa, Oi merogoh ponsel di saku tas, dengan cepat mengirim pesan untuk Chloe.

 

Oi:

Apa ada pengumuman baru di papan pengumuman/

? 

 

Oi mengetuk jemarinya di halaman buku sejarah pelan sambil menunggu balasan dari Chloe. Chloe, versi gadis dari Dow. Beruntunglah dirinya karena Dow, dan Chloe tidak bertemu hingga masuk SMA yang sama. Bisa dibayangkan apa yang terjadi jika kedua orang itu bertemu lebih awal. Mungkin dirinya tidak akan mendapat kesempatan berteman dengan Dow sedekat sekarang. Bagaimana tidak? Baik Dow maupun Chole sanggup bertapa berjam-jam di studio, jangan ditanya lagi jika mereka sudah berdiskusi mengenai tari! Eh tapi tetap menang dirinya sih, orang dirinya dan Dow bisa dibilang kembar siam berbeda orang tua. 

Yang menarik justru Chole menjadi pacar Will,bukannya Dow. 

Cara berputar dunia ini memang aneh.

Apakah seaneh dirinya, dan Dow? 

Tidak juga. Oi bisa mengerti jika Dow kesulitan melihat dirinya sebagai gadis yang punya prospek untuk bisa dikencani. Bagaimana tidak, mereka berdua sama-sama tahu bagaimana ketika saat bayi mengompol atau wajah belepotan kentang tumbuk. Satu lagi, jangan sampai Dow tahu masalah ini, kalau tidak, cowok itu pasti akan menggodanya habis-habisan. Selain itu? Dow tidak perlu tambahan ego.

Buzz buzz buzz

Getar ponselnya memutus lamunan Oi. Balasan dari Chloe.

 

Chloe:

Dunno

Somthin up?

 

Oi memonyongkan bibirnya, pasti ini bocah bertapa di studio bersama anggota klub yang lain. Gadis itu menimbang-nimbang, apa Dow sudah tahu mengenai audisi itu, ya? Ada kemungkinan jika Dow tahu mengenai audisi tersebut. 

Logikanya, ini adalah audisi tari jadi bukankah hampir bisa dipastikan jika klub tari yang diberi informasi terlebih dulu? 

Ditengah-tengah dilmanya, Oi dikejutkan suara keroncongan perutnya. Sontak Oi mengangkat satu alis, ketika si perut tanpa malu-malu mengadakan konser dadakan. Dengan hati-hati ia memperhatikan sekeliling, dan menarik napas lega ketika tidak ada yang menatapnya dengan wajah lucu. Syukurlah tidak ada yang mendengar. 

Phew!

 

Oi:

Nope

Aaku lapar

Byeeee

 

Dengan cepat Oi mengirimkan pesan balasan sebelum ia mengemasi buku-bukunya. Dongeng Tutankhamen bisa dilanjut nanti. Sekarang yang paling penting mengecek papan pengumuman dulu sekalian menyusul Dow ke studio. 

Namun yang terpenting dari segala hal yang paling penting adalah KE KANTIN! Jangan sampai terjadi konser dadakan lagi di studio. Dow pasti tidak akan membiarkannya hidup tenang jika menyaksikan hal tersebut terjadi di depan hidungnya. 

Ya, Dow bisa sekejam itu. Perlu dipertanyakan kenapa Oi bisa bertahan bersama Dow hingga sekarang. Tapi sayangnya, ia pun tidak tahu jawaban pastinya selain mereka memang harus bersama-sama. Selain karena rumah berdempetan, mereka pun sama-sama orang tua adopsi dari Teri dan Sans.

Nah.

Gerakan cepat Oi yang memasukkan buku-bukunya terhenti ketika dari ekor matanya, ia melihat Mrs. Smith berjalan tanpa suara ke meja Ellin dan kroconya. Lalu menekan ujung pena yang digenggamnya ke meja seraya berkata pelan—namun masih cukup jelas untuk didengar Oi. Ia bahkan tidak tahu kapan Mrs. Smith kembali ke mejanya atau mungkin beliau sedang menata buku, jadi hanya bisa memperhatikan geng itu dari jauh sebelum bisa memperingatkan mereka.

“Tenang, atau keluar,” Mrs. Smith memperingatkan mereka.

Untuk kedua kalinya Oi menyeringai puas. Ha ha…. Makan itu!

Perpustakan memang bukan tempat untuk bergosip! Oi melenggang keluar perpustakaan dengan seringai lebar di wajahnya—dan konser di perutnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kumpulan Quotes Random Ruth
2047      1083     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
Cinta Semi
2429      1000     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
Matahari untuk Kita
696      404     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Langkah Pulang
376      275     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
KESEMPATAN PERTAMA
535      371     4     
Short Story
Dan, hari ini berakhir dengan air mata. Namun, semua belum terlambat. Masih ada hari esok...
Monday vs Sunday
112      97     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Novel Andre Jatmiko
9506      2080     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Kepada Gistra
518      388     0     
Short Story
Ratusan hari aku hanya terfokus mengejar matahari. Namun yang menunggu ku bukan matahari. Yang menyambutku adalah Bintang. Kufikir semesta mendukungku. Tapi ternyata, semesta menghakimi ku.
Pulpen Cinta Adik Kelas
489      288     6     
Romance
Segaf tak tahu, pulpen yang ia pinjam menyimpan banyak rahasia. Di pertemuan pertama dengan pemilik pulpen itu, Segaf harus menanggung malu, jatuh di koridor sekolah karena ulah adik kelasnya. Sejak hari itu, Segaf harus dibuat tak tenang, karena pertemuannya dengan Clarisa, membawa ia kepada kenyataan bahwa Clarisa bukanlah gadis baik seperti yang ia kenal. --- Ikut campur tidak, ka...
Antara Depok dan Jatinangor
331      221     2     
Romance
"Kan waktu SMP aku pernah cerita kalau aku mau jadi PNS," katanya memulai. "Iya. Terus?" tanya Maria. Kevin menyodorkan iphone-nya ke arah Maria. "Nih baca," katanya. Kementrian Dalam Negeri Institut Pemerintahan Dalam Negeri Maria terperangah beberapa detik. Sejak kapan Kevin mendaftar ke IPDN? PrajaIPDN!Kevin × MahasiswiUI!Maria