“Hallo, aku Zindy. Welcome to Zinvlog!” Suara itu berusaha direkam Zindy dengan baik. Itu adalah suara khas opening-nya. Dia memilih waktu tengah malam untuk merekamnua. Headset murah seharga sepuluh ribu rupiah dijadikannya alat untuk merekam suara opening itu.
“Baru bisa rekaman sekarang. Aku amati setiap konten kreator itu punya ciri khas. Kayak kalimat sapaan begitu. Aku juga pengen viewer tahu ciri khasku. Zinvlog nama yang nggak jelek-jelek amat. Niche-nya tentang jualan di sekolah. Namanya Zinvlog singkatan dari Zindy’s Vlog. Aku suka!” Tangan Zindy mencoret nama vlog yang tidak jadi dua gunakan.
Kamar Zindy tergolong sederhana. Bangunan dari batu bata yang dindingnya belum seluruhnya dilapisi semen. Perabotannya tergolong sudah lapuk termakan usia. Namun dia tetap bersyukur, setidaknua punya kamar pribadi. Kamar yang dulu ditempati ayah.
“Ibu, Nenek sama Zean udah bobok. Ini udah tengah malam. Aku sengaja memilih waktu yang sepi. Bisa nggak ya hidupku berubah? Tapi jika menyerah juga tanggung. Sudah terlanjur take video. Edit dulu deh.” Tangan Zindy dengan sabar berusaha mengedit video dengan smartphone itu. Notifikasi memori penuh tak jarang muncul di beranda. Zindy dengan sabar membersihkan file yang tak penting.
“Harus punya hook yang bagus. Ah, pake itu aja. Jualan sore malah kena timpuk bola. Tapi lucu sih. Sumpah beneran, ada scene kepalaku kena timpuk. Padahal waktu itu aku mau merekam baru benerin dagangan. Angle-nya ya dari samping. Eh, malah kerekam.” Mata Zindy mengamati hasil rekaman itu. Dia merasa sakit waktu itu tapi sekarang malah tertawa.
“Sayang banget. Wajah ganteng Leon nggak kerekam. Ih, apaan sih yang aku pikirkan. Fokus Zindy, fokus!” Kepala Zindy menggeleng-geleng untuk melupakan wajah Leon sore itu. Potongan video itu mulai Zindy gabungkan dengan aplikasi CutCap. Judul yang menggigit sengaja Zindy pilih. Video vlog itu berjudul ‘Niat nyari untung bertumpuk, malah kena timpuk’. Potongan adegan kepala Zindy yang terkena bola basket tak lupa dimasukkan.
“Jadi, gini Gaes. Aku berusaha nyari untung lebih mumpung ada esktrakulikuler di sekolah. Eh, malah kena timpuk bola basket nyasar. Untung nggak papa.” Suara rekaman Zindy dimasukkan ke dalam video itu. Opening yang sebelumnya direkam juga dimasukkan ke dalam bagian awal videonya. Tangan Zindy berusaha keras mengedit video itu dengan baik.
“Please, jangan hang ya handphone. Besok kalo aku punya uang lebih kamu nggak kerja berat lagi, deh!” Mulut Zindy tak henti-hentinya berdoa saat melihat video berdurasi pendek itu melewati proses rendering. “Untung selesai. Waktunya upload. Mungkin nggak ya, di sudut Bumi di sana ayah menonton vlog-ku. Sudah bertahun-tahun tidak mendengar kabar ayah. Semoga saja melalui Toktok bisa terjasi keajaiban. Ayah tahu jika aku sudah besar.”
Tangan Zindy meng-upload video itu ke akun Toktok-nya. Dia sudah berusaha menghemat uang jajan dan pengeluarannya agar bisa konsisten upload. “Minimal 600 follower biar bisa pasang keranjang kuning. Ini juga biar bisa sampai ke Ayah. Ternyata Mbak-mbak yang berharap di notice Ayah lewat vlog sekarang adalah aku. Aku hanya ingin tahu kabar Ayah. Apakah benar sedikit pun dia tidak ingat aku?” Air mata Zindy tak sadar menetes.
Tak boleh cengeng. Sudah malam. Aku tak mau membuat yang lain terbangun. Ayah, dimana pun kau berada. Aku merindukanmu. Tak adakah ruang di hatimu untuk sedikit saja ingat aku dan Zean? Aku merasa bodoh tapi berharap suatu saat Toktok do your magic. Ayah tahu aku masih hidup.
Zindy akan bersiap menuju ke sekolah kembali. Dia ingin membuat video ASMR saat menata dagangannya. Angle kamera sudah dia persiapkan.
“Kamu lagi ngapain? Ini masih jam setengah empat pagi. Nanti ngantuk lho, di sekolah.” Ibu mengingatkan.
“Aku mau bikin video ASMR, Bu. Video menata dagangan. Biar yang nonton akun Toktok-ku nggak bosen.” Tangan Zindy mulai menekan tombol rekaman pada layar video smartphone-nya.
Suara-suara saat kantong kresek dibuka sengaja dia pilih. Jajanan kemasan dari alumunium foil sengaja belum dia potong tadi malam. Zindy menonjolkan suara saat dia memainkan gunting untuk memotong snack rencengan itu. Tak lupa cemilan kiloan yang sudah dibungkus plastik kecil-kecil juga dia susun.
“Durasinya segini dulu. Baru mau tes pasar.” Mata Zindy kembali melihat play back video yang baru saja dia rekam. Audionya lumayan jelas. “Mungkin next bikin video ASMR review barang daganganku.”
“Jangan lupa belajar. Tugas utamamu itu. Ibu juga baru berusaha cari kerjaan yang gajinya lebih besar.” Dahi Zindy dicium lembut.
Dunia boleh kejam. Tapi, selama ada Ibu aku akan baik-baik saja. Ibu, tolong panjang umur dan sehat selalu ya. Lihat Zindy sukses besok.