Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simfoni Rindu Zindy
MENU
About Us  

“Kamu mau jualan?” Rara tak jadi terpejam saat mendengar suara lirih Zindy. 

“Iya, mau jualan. Jualan makanan ringan gitu. Kayak yang dijelasin Pak Guru tadi. Ada opportunity atau kesempatan. Anak-anak pada malas gerak mau ke kantin. Aku nggak ada saingan kalau jualan. Udah genting kondisiku. Tagihan SPP punyaku udah nunggak banyak. Aku harus bisa bertahan sampai lulus dan dapat ijazah SMA.” Zindy mulai mencatat rencana untuk berdagang. 

“Bisa tuh, Zin. Terus jadiin konten. Siapa tahu bisa viral!” Rara nampak bersemangat. “Nanti aku numpang juga deh, bikin konten buat mengisi akun Toktok-ku. Kalo rame kan bisa narik endorse.” Pikiran Rara sudah jauh terbang melayang.

“Aku tuh jualan buat bertahan hidup beneran, Ra. Bukan buat mainan. Udah di ujung tanduk kondisiku, tuh!” Wajah Zindy cemberut.

“Mulai aja dulu. Kan belum dicoba. Konten ibu-ibu nyuci baju di sungai aja ada yang nonton dan bisa viral kok. Jalan rejeki tuh nggak ada yang tahu. Sapa tahu videomu FYP terus ribuan yang nonton. Jangan putus asa dulu. Belum dicoba juga. Jadiin konten yah!” Bujuk Rara.

“Iya, deh. Aku pikirin nanti. Ini baru mikir modal buat jualan darimana….” Zindy mulai menulis perkiraan uang belanja untuk modal berjualan. “Mungkin nanti bisa jual barang di rumah dulu….”

“Ini, pakai duitku dulu!” Lima lembar uang warna merah tua langsung digeletakkan di atas buku Zindy.

“Hah!” Zindy refleks membekap mulutnya. Dia sangat jarang melihat uang sebanyak itu. “Kamu dapat uang sebanyak ini darimana?”

“Itu uang jajanku kalo mau treatment. Hari ini jadwal treatment ke klinik kecantikan. Tapi, pakai aja dulu, deh. Nanti aku kan mau numpang bikin konten juga. Buat mengisi akun Toktok-ku aja. Sapa tahu banyak yang likes. Pemula ini, baru berjuang nyari 600 followers biar bisa pasang keranjang kuning.” Rara tersenyum membayangkan konten yanv akan dia buat.

“Kamu baik banget, Ra.” Air mata Zindy menetes. 

“Eh, jangan nangis.” 

“Aku beneran bingung. Harus gimana biar SPP-ku lunas. Ayahku udah lama pergi. Nggak ada kabar. Terakhir bertengkar sama ibuku. Kamu baik banget. Aku bersyukur bisa punya temen kayak kamu.” Zindy mengusap air matanya dengan kain lengan bajunya. 

“Ini, aku punya tisu kok. Jangan nangis. Nanti orang-orang salah paham sama aku. Bisa dikira aku bully kamu.” 

“Nggak bakal. Kamu kan sahabat baikku.” Zindy tersenyum.

Dalam kisahku memang banyak durinya. Tapi aku bersyukur semesta masih mengirim kebaikan lewat orang-orang baik seperti sahabatku. Hanya karena beberapa orang toxic, bukan berarti dunia ini sepenuhnya kejam. 

Rara menyimpan uang itu dengan sangat hati-hati ke dalam tasnya. Benda berharga itu tidak boleh hilang. Secercah harapan untuk menyambung hidup dan masa depannya. 

Suara denting keyboard piano menggema di dalam rumah itu. Sudah lama, Zindy tak melihat ibunya bermain keyboard itu. Suara indah dari melodi lagu menghayutkan. Seokah membuat lupa sejenak beban hidup. 

“Ibu, udah bisa main keyboard? Token rumah udah nggak bunyi lagi. Ibu udah dapat pinjaman uang dari mana?” Zindy heran.

“Ada temen kerja Ibu tadi berbaik hati kasih pinjem uang buat bayar listrik. Rencananya Ibu mau jual keyboard piano ini. Ini keyboard yang nemenin Ibu waktu jadi mahasiswa jurusan seni musik dulu. Mau Ibu jual atau gadai dulu buat bayar biaya sekolah kamu. Setidaknya bisa mencicil.” Mata Ibu berkaca-kaca. “Maaf ya buat kamu susah. Keuangan kita memang baru down. Ibu cuma mengetes keyboard ini. Dulu kuliah jurusan seni musik. Pengennya jadi guru seni musik. Tapi, kenyataannya kalau jadi guru honorer gajinya kecil. Ibu nggak bisa kayak gitu terus. Jadi guru di sekolah swasta saingannya banyak. Ibu udah kalah umur. Mau kerja jadi pemain musik, Ibu juga udah kalah saing, Nak. Banyak yang lebih muda dan lebih jago daripada Ibu.” Ibu mengusap air matanya.

“Jangan dijual, Bu. Ini kan benda pemberian almarhum Simbah Kakung. Ibu simpan aja. Zindy mau izin bantu jualan mulai besok di sekolah! Ini ada modalnya!” Lembaran uang kemerahan itu ditunjukkan kepada Ibu. 

“Kamu dapat uang dari mana?” Ibu kaget.

“Rara kasih pinjam, Bu. Dia sahabat baik Zindy di sekolah. Anak orang kaya tapi nggak sombong. Nggak usah gadai keyboard. Itu benda kenangan. Mungkin juga kalau dijual harganya murah. Kan udah ketinggalan zaman, Bu.” Zindy tak yakin keyboard itu bisa terjual mahal.

Keyboard ini memang udah tua dan jarang dipakai sejak Ibu berhenti jadi guru seni musik. Tapi, sejak dulu Ibu rawat dengan sungguh-sungguh. Ibu selalu lap tiap minggu dan dijaga biar tetap hidup. Meski cuma main, satu lagu.” Tangan Ibu mengusap keyboard itu. “Kamu ingat nggak? Dulu waktu kecil suka Ibu ajarin kenal nada pakai keyboard ini?” 

“Ingat, Bu. Itu masa yang manis. Waktu Ayah masih ada. Udah, deh, Bu. Nggak usah ingat masa lalu.” Zindy tak mau mengingat hal itu. “Aku pengen berjuang juga buat hidupku. Pengen menulis nada indah dengan caraku sendiri. Meski aku juga nggak paham nada tapi pengen bikin lagu di hidupku nggak cuma sedih tapi happy ending, Bu. Izinkan Zindy jualan ya, Bu….” Pinta Zindy.

“Kamu masih kecil. Sekolah aja dulu. Ibu masih kuat cari uang. Cari uang itu tanggung jawab Ibu, Nak.” Ibu menggelengkan kepala.

“Tapi, aku cuma jualan di sela-sela istirahat kok. Buat bantu temen-temen yang malas ke kantin juga, Bu. Aku udah kelas sebelas, Bu. SPP masih nunggak. Aku juga pengen kuliah. Kuliah kan butuh biaya jutaan, Bu. Aku nggak mau kalo harus gap year.” Bujuk Zindy. 

Suasana hening sangat terasa di malam dengan rintik hujan itu. Mata Ibu dan Zindy saling bertatapan dengan serius. Keduanya saling beradu dengan pikiran masing-masing. Ibu mengembus napas dalam-dalam.

“Ya udah. Boleh. Ibu nggak menyangka kalo kamu udah punya pemikiran sematang ini. Asal jangan sampai lupa belajar.” Ibu memeluk Zindy dengan hangat. “Ibu doakan Zindy jadi anak sukses. Lebih sukses daripada Ibu.” 

“Baik, Bu. Aku pasti tetap rajin belajar.” Zindy tersenyum. 

Dunia boleh kejam. Tapi, aku masih punya Ibu. Doa Ibu selalu menyertaiku. Kehangatan dan iringan doanya membuatku yakin dan berani terbang lebih tinggi lagi meski rasanya mustahil.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Crashing Dreams
261      219     1     
Short Story
Terdengar suara ranting patah di dekat mereka. Seseorang muncul dari balik pohon besar di seberang mereka. Sosok itu mengenakan kimono dan menyembunyikan wajahnya dengan topeng kitsune. Tiba-tiba sosok itu mengeluarkan tantou dari balik jubahnya. Tanpa pasangan itu sadari, sosok itu berlari kearah mereka dengan cepat. Dengan berani, laki-laki itu melindungi gadinya dibelakangnya. Namun sosok itu...
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
842      486     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
Catatan 19 September
26556      3397     6     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...
AKSARA
6293      2154     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
Heartbeat
221      174     1     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
ADRI
549      409     1     
Short Story
Untuk yang terlambat jatuh cinta.
The Boy
1877      732     3     
Romance
Fikri datang sebagai mahasiswa ke perguruan tinggi ternama. Mendapatkan beasiswa yang tiba-tiba saja dari pihak PTS tersebut. Merasa curiga tapi di lain sisi, PTS itu adalah tempat dimana ia bisa menemukan seseorang yang menghadirkan dirinya. Seorang ayah yang begitu jauh bagai bintang di langit.
Love You, Om Ganteng
17108      4158     5     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Mr. Invisible
765      400     0     
Romance
Adrian Sulaiman tahu bagaimana rasanya menjadi bayangan dalam keramaiandi kantor, di rumah, ia hanya diam, tersembunyi di balik sunyi yang panjang. Tapi di dalam dirinya, ada pertanyaan yang terus bergema: Apakah suaraku layak didengar? Saat ia terlibat dalam kampanye Your Voice Matters, ironi hidupnya mulai terbuka. Bersama Mira, cahaya yang berani dan jujur, Rian perlahan belajar bahwa suara...
Infatuated
845      552     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"