Loading...
Logo TinLit
Read Story - Simfoni Rindu Zindy
MENU
About Us  

“Ibu, ayah kemana kok nggak pulang-pulang? Zean kangen Ayah!” Rengek anak kecil itu lagi.

Wanita paruh baya yang dipanggil Ibu itu hanya tersenyum getir. Mata sayunya tak mampu menyimpan beban dan duka yang mendalam. Diusapnya lembut kepala Zean. 

“Sabar ya. Ayah baru cari uang buat beliin Zean sepatu baru!” Ibu berusaha tersenyum hangat.

Sepasang mata coklat menatap pemandangan di gawang pintu itu dengan hati yang retak. Zindy mengembus napas berat. Tas sekolah di punggungnya seolah lebih ringan daripada beban berat di kepalanya. 

Ayah, entah berapa tahun aku tak dengar kabarnya. Aku sampai hampir lupa bagaimana suaranya. Kenapa ya hidup berasa tak adil bagiku. Orang dewasa kenapa sih harus egois begitu. Pergi meninggalkan anak-anaknya. Jika ikut campur dianggap belum cukup umur. Katanya sih nggak usah dipikirkan. Gimana nggak kepikiran? Aku makhluk hidup bukan benda mati. Jadi anak broken home gini amat.

Tangan Zindy membuka tudung saji di atas meja. Hanya ada nasi dan tempe sisa kemarin. Nasehat Ibu tergiang di telinganya. Setiap berkah makanan harus disyukuri. 

“Hari ini lauknua tempe lagi ya, Bu? Kapan makan ayam? Zean pengen ayam.” Mulut kecil Zean enggan memakan tempe itu.

“Udah, makan aja! Banyak protes!” Gertak Zindy. Dia tidak tahan mendengar keluhan Zean setiap pagi. “Masih untung bisa makan!”

“Hush, Kakak, jangan gitu. Harus ngomong baik-baik kalo sama Adek!” Ibu menceramahi Zindy.

“Dimakan dulu ya, besok kalau Ibu ada uang, kita makan ayam. Zean udah janji kan jadi anak baik. Tempe tuh enak, loh. Tahu nggak di luar negeri harganya mahal. Zean harus bersyukur bisa makan makanan mahal kayak di luar negeri!” Hibur Ibu. 

“Oh ya, Bu? Ya udah, Zean mau makan!” Makanan di piring itu segera di makan dengan lahap. 

Terdengar suara berisik dari arah luar rumah. “Mirna, listriknya habis!” Terdengar teriakan Nenek yang baru saja pulang dari warung. “Tokennya bunyi terus itu!”

“Iya, nanti, Bu. Aku cari pinjaman uang dulu.” Ibu hanya mengembus napas dalam-dalam.

Kalo bisa memilih, aku nggak mau jadi anak broken home. Udah broken home. Miskin lagi. Gini amat hidup. Kenapa sih harus aku? Kenapa nggak yang lain? Di aplikasi Toktok pada enak-enak hidupnya. Hape logo apel. Naik mobil, glowing banget lagi kulitnya. 

Zindy jadi tak berselera makan. Dia menyudahi sarapan pagi itu. Piring kotor dibawanya menuju dapur. Ada tumpukan piring belum dicuci. 

“Bu, kemarin wali kelas ngasih ini!” Zindy menyerahkan surat dari dalam tasnya. 

Mata Ibu semakin sayu saat menerima surat itu. Napas panjang kembali ditariknya dalam-dalam. Surat itu dibuka. Suatu tabel berisi rincian tagihan yang nominalnya tak sedikit. Pikiran Ibu berkelana memikirkan kemana lagi dia harus mencari pinjaman.

“Kamu nggak mau cari kerjaan yang lebih layak?” Sela Nenek. “Udah disekolahin mahal-mahal jadi sarjana, sampe jual harta benda cuma jadi cleaning service. Gajinya kecil lagi!” 

“Iya, Bu. Iya. Ini juga sambil cari-cari kok. Jangan bahas ini di depan anak-anak. Udah, kamu berangkat ya sama adekmu. Jadi anak baik. Nanti Ibu cari pinjaman. Kamu tenang saja….” Kalimat penenang dilontarkan Ibu.

“Iya, Zindy berangkat dulu sama Zean.” Kedua anak itu bergantian mencium tangan Ibu dan Nenek.

“Kamu, Mirna! Cari kerja lain kek. Gaji kecil cuma UMR (Upah Minimum Regional) aja masih betah. Merantau ke luar negeri!” Suara keras Nenek terdengar dari kejauhan. “Tuh,token listrik bunyi. SPP anakmu nunggak!” 

“Iya, Bu. Iya. Ini aku juga lagi cari jalan keluar….” Langkah Ibu berlalu menuju dapur.

“Ayah kemana ya Kak? Kok nggak pulang. Zean, kangen….” Wajah Zean tertunduk.

“Ayah masih kerja. Cari uang. Udah, ayok berangkat!” Tangan Zindy menggandeng tangan mungil adiknya. 

“Sepatuku udah robek, Kak. Pengen beli yang baru!” Nampak sepatu hitam yang sudah lusih warnanya. Jari jempol kaki mungil Zean menyembul dari lubang di ujung sepatu. 

Aku rindu jadi kaya. Rindu dipeluk kekayaan. Jika kaya pasti hidup enak. Tak perlu susah dan resah. Tak perlu merasakan kemalangan ini. Ayah, kau dimana? Apa kau benar-benar lupa padaku dan Zean? 

Kepala Zindy berpikir mencari solusi. Matanya menatap perkakas lusuh milik Sang Ayah yang teronggok di sudut rumah. Ayahnya dulu pekerja serabutan. Perkakas itu diobrak-abrik. Sebuah lakban hitam yang jadi tujuan. 

“Ditambah dulu ya pake ini! Besok kalo Ibu udah ada uang, beli yang baru. Tuh, liat warnanya sama kok!” Lakban itu dipotong dengan gunting. Lalu ditempelkan ke ujung sepatu Zean yang jebol. “Udah, lebih bagus. Nggak keliatan kok.” Hibur Zindy.

“Ya udah, deh, Kak. Nggak papa. Udah, ayo berangkat aja.” Wajah lugu Zean tak mampu menyembunyikan rasa kecewanya. 

“Sabar, ya. Nanti kalo Ibu ada uang pasti dibeliin sepatu baru.” Dahi Zean diusap lembut.

Mata Zindy menatap ke arah motor butut peninggalan kakeknya. Motor itu nampak dirawat seadanya. Pelindung plastik di bagian depan warna putihnya kusam termakan usia. Lampu depan diplester dengan plester hitam agar pecahannya tak semakin parah. Zindy sudah cukup umur untuk memperoleh surat izin mengemudi. 

“Kapan Kak kita punya motor baru? Zean malu diantar pake motor butut jelek begini. Suaranya berisik banget. Bikin sakit telinga!” Kedua tangan mungil itu menutupi telinga Zean. 

“Jangan gitu! Ini motor warisan Simbah Kakung. Harus bangga dan bersyukur punya kendaraan. Daripada jalan kali. Udah, naik, cepat! Nanti telat lagi.” Zindy mengengkol selah pada motor itu. Asap bergumpal keluar dari knalpot motor itu.

Akan kupastikan kelak aku harus jadi kaya. Aku tak mau jadi miskin. Miskin itu menderita.

Motor itu melaju menuju ke sekolah dasar tempat Zean menuntut ilmu. Sejenak belasan mata di keramaian pagi itu menatap ke arah suara bising motor butut yang digunakan Zindy. Tatapan itu berusaha diabaikan. Motor itu kemudian melaju menuju ke sekolah menengah yang jadi tujuan Zindy. 

Kapan ya aku bisa punya motor matic model baru kayak gitu? Kayaknya enak deh. Nggak perlu, susah-susah menghidupkan motor di pagi hari. Nggak perlu juga dapat tatapan aneh dari orang-orang. 

Zindu memarkirkan motor itu di ujung parkiran sekolah yang jauh. Dia tak ingin ada yang berbuat jahil pada motornya. Pernah suatu hari ada yang iseng memasukkan batu ke knalpot motornya.

“Zin, ayo masuk. Yang kamu idolain udah datang!” Rara menarik tangan Zindy.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SarangHaerang
2215      900     9     
Romance
(Sudah Terbit, sebentar lagi ada di toko buku dekat rumahmu) Kecelakaan yang menimpa saudara kembarnya membuat Hae-rang harus menyamar menjadi cewek. Awalnya dia hanya ingin memastikan Sa-rang menerima beasiswanya, akan tetapi buku harian milik Sa-rang serta teror bunga yang terjadi memberikan petunjuk lain kalau apa yang menimpa adiknya bukan kecelakaan. Kecurigaan mengarah pada Da-ra. Berb...
REWIND
14441      2092     50     
Romance
Aku yang selalu jadi figuran di kisah orang lain, juga ingin mendapat banyak cinta layaknya pemeran utama dalam ceritaku sendiri. -Anindita Hermawan, 2007-
Teman Khayalan
1685      731     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
Peneduh dan Penghujan
317      262     1     
Short Story
Bagaimana hujan memotivasi dusta
I\'m Too Shy To Say
464      318     0     
Short Story
Joshua mencintai Natasha, namun ia selalu malu untuk mengungkapkannya. Tapi bagaimana bila suatu hari sebuah masalah menimpa Joshua dan Natasha? Akan masalah tersebut dapat membantu Joshua menyatakan perasaannya pada Natasha.
Bisakah Kita Bersatu?
615      353     5     
Short Story
Siapa bilang perjodohan selalu menguntungkan pihak orangtua? Kali ini, tidak hanya pihak orangtua tetapi termasuk sang calon pengantin pria juga sangat merasa diuntungkan dengan rencana pernikahan ini. Terlebih, sang calon pengantin wanita juga menyetujui pernikahan ini dan berjanji akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalani pernikahannya kelak. Seiring berjalannya waktu, tak terasa hari ...
Apakah kehidupan SMA-ku akan hancur hanya karena RomCom? [Volume 2]
1678      785     0     
Romance
Di jilid dua kali ini, Kisaragi Yuuichi kembali dibuat repot oleh Sakuraba Aika, yaitu ia disuruh untuk bergabung dengan klub relawan yang selama ini ia anggap, bahwa melakukan hal seperti itu tidak ada untungnya. Karena godaan dan paksaan dari Sakuraba Aika terus menghantui pikirannya. Akhirnya ia pun terpaksa bergabung. Seiring ia menjadi anggota klub relawan. Masalah-masalah merepotkan pun d...
DREAM
813      514     1     
Romance
Bagaimana jadinya jika seorang pembenci matematika bertemu dengan seorang penggila matematika? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah ia akan menerima tantangan dari orang itu? Inilah kisahnya. Tentang mereka yang bermimpi dan tentang semuanya.
Because I Love You
1307      733     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Sepi Tak Ingin Pergi
654      396     3     
Short Story
Dunia hanya satu. Namun, aku hidup di dua dunia. Katanya surga dan neraka ada di alam baka. Namun, aku merasakan keduanya. Orang bilang tak ada yang lebih menyakitkan daripada kehilangan. Namun, bagiku sakit adalah tentang merelakan.