Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinderella And The Bad Prince
MENU
About Us  

 

 

Batang berbentuk persegi panjang tipis tiba-tiba jatuh di méjaku. Bukan jatuh, tepatnya ada yang meletakkannya di sini. Batang dengan kertas pembungkus berwarna keemasan yang langsung menarik perhatianku. Aku sangat hapal bentuk dan isinya. Cokelat dari brand tertentu yang aku suka. Belum sempat menoleh, sebuah suara terdengar. 

 

"Jangan terlalu memaksakan diri. Kalau capek istirahat."

 

Aku menoleh dan menemukan Prince berjalan menuju tempat tidurku lalu menjatuhkan diri di sana. Aku menyambar cokelat itu, memutar kursi, dan menunjukkan padanya. 

 

"Ini buat gue?" 

 

"Iya." Prince bergerak miring ke arahku. Menyangga sebelah kepala dan menatapku. "Otak lo perlu istirahat."

 

"Tapi besok kita udah ujian."

 

"Gue tau. Tapi setahun ini lo udah kerja keras banget. Habis ujian lo masih harus ikut pelatnas. Kapan istirahatnya kalau lo nggak bisa curi waktu?" 

 

Tidak berminat menjawab. Aku lebih pilih membuka bungkus cokelat itu dengan hati-hati. Lalu segera memakannya. Orang bilang makan cokelat bisa bikin pikiran relaks dan tenang. Dan kurasa itu benar setelah makan satu gigitan. 

 

"Sering-sering aja ya." Aku menggoyangkan batang cokelat itu ke arah Prince. 

 

Cowok itu tampak menarik napas lalu beranjak duduk. "Gue denger lo lolos ITB dan UI. Mana yang lo pilih?" 

 

Kunyahanku memelan. Kabar itu cepat banget tersebar. Prince pernah bilang ingin berkuliah di tempat yang sama denganku. Tapi aku nggak yakin pikirannya masih sama sampai detik ini. 

 

"Gue belum tau," sahutku pura-pura nggak peduli. 

 

"Seenggaknya lo bilang pilihan utama lo yang mana. Jadi gue bisa jadiin itu pilihan utama di SMBPTN ntar. Kalau pun gue nggak lolos SMBPTN gue bakal ikut ujian mandiri. Biar bisa kuliah bareng lo."

 

Aku mengerjap dan sontak berhenti mengunyah total. Setelah kami putus kukira dia akan berubah pikiran soal kuliah ini. "Kalau gue nggak pilih keduanya?" 

 

Mata Prince menyorotku tajam. "Memang ada pilihan lain selain itu?" 

 

Alih-alih menjawab, aku malah menggigit bibir. Ragu antara mau jujur atau enggak. Namun tiba-tiba mata Prince melebar seolah tengah menyadari sesuatu. 

 

"Jangan bilang lo mau nyusul Regan kuliah di Singapore?!" 

 

Tebakannya bikin aku spontan ternganga. Bagaimana bisa cowok itu berpikiran ke sana?

 

"Enggak." 

 

"Terus?" 

 

"Emang harus banget kita kuliah di tempat yang sama? Kita kan udah putus." Di ujung kalimat aku memelankan suara dan sontak menundukkan pandang. 

 

"Emang kalau kita udah putus kita nggak boleh satu kampus?" 

 

Buat aku jelas enggak. Melihat dia berkeliaran dengan cewek lain itu menyebalkan. Di sekolah saja dia sudah banyak digandrungi cewek-cewek cantik. Gimana kalau di kampus ntar yang cakupannya lebih luas? Ah, membayangkan itu saja sudah bikin kesal. 

 

"Nggak ada aturan itu sih." Aku nyaris bergumam saat mengatakan itu. 

 

"Jadi?" 

 

Aku membuang muka. "Cewek baru lo bisa ngambek kalau lo masih ngikutin gue." Ujung mataku bergerak melirik. Ingin tahu reaksinya. Tapi detik berikutnya aku tersentak saat dia malah bergerak mendekat. 

 

Aku refleks menggerakkan kursi mundur. Meski ujung-ujungnya mentok membentur meja. Cowok satu ini agak kurang ajar. Dia menumpukan kedua tangannya di pegangan kursi yang kududuki dan sukses bikin aku mati gaya. 

 

"Kalau lo? Lo nggak ngambek liat gue jalan sama cewek lain?" tanya Prince dengan muka serius. Jarak kami yang terlampau dekat membuatku bisa dengan jelas melihat bola mata legamnya yang selalu bersinar. 

 

Aku menelan ludah pelan dan debaran dadaku kembali menggila. Sampai detik ini ternyata aku belum bisa melupakan cowok itu sepenuhnya. Bagaimana bisa lupa kalau tiap hari saja ketemu? 

 

Perlahan kudorong dadanya agar menjauh. Dan begitu ada kesempatan, aku langsung memutar kursi menghadap meja. 

 

"Nggak." 

 

"Kalau beneran nggak, kenapa harus balik badan ngomongnya?" 

 

Memejamkan mata sesaat, aku menarik napas panjang lalu memutar kursi dan sedikit mendongak, menatapnya. "Sama seperti lo yang nggak punya hak buat cemburu, gue juga nggak punya hak buat ngambek lagi." 

 

"Kalau gitu, ayo buat kita punya hak lagi. Kita balikan." 

 

Prince mengucapkan kata itu dengan begitu santai. Sementara di sini, aku sudah mulai panas dingin tak karuan. Balikan sama Prince nggak lantas bikin semua membaik. 

 

"Gue nggak yakin soal itu. Masih banyak hal yang jadi fokus gue sekarang. Gue bisa stres kalau ditambah harus ngadepin lo tantrum." 

 

Cowok dengan potongan rambut ala-ala boyband korea itu ternganga. "Emang gue semenyusahkan itu?" tanyanya menunjuk mukanya sendiri. 

 

Bibirku melengkung. Tersenyum dibuat semanis mungkin. "Kalau kita balikan, cewek lo mau dikemanain?" 

 

"Gu-gue nggak punya cewek." Prince memasang wajah panik saat aku menyipitkan mata. "Suer, Sindy. Cewek-cewek itu cuma temen." 

 

Aku hanya mengangguk-angguk dan itu membuat cowok itu makin terlihat gusar. 

 

"Kalau lo nggak percaya, lo bisa tanya Bams, Ricky, atau Marcell. Gue cuma--" 

 

"Cuma seneng-séneng sama mereka?" potongku cepat. "Cukup ya, Prince. Kita itu emang belum waktunya buat pacar-pacaran. Mending fokus sama apa yang lagi kita hadapi sekarang. Lo mau bisa lolos PTN kan? So, lebih baik banyak-banyakin belajar. Gue juga masih pengin jadi wakil Indonesia di Ipho."

 

Prince tampak membeku sejenak. Dia lantas menarik napas panjang dan membuangnya kasar. Kepalanya lantas mengangguk pelan. "Oke, gue nggak ganggu lo lagi," ujarnya, dan memutuskan bergerak mundur, menuju pintu keluar. 

 

"Prince!" Sepertinya aku memang perlu memberitahu soal beasiswa itu. 

 

Langkah Prince berhenti, dan dia kembali menoleh. Dua alis tebalnya terangkat. 

 

"Gue kayaknya nggak lanjut ke ITB atau UI. Gue dapat beasiswa kuliah di Jerman." 

 

Aku sempat melihat wajah terkejut cowok itu. Hanya sebentar sebelum dia kembali ke raut semula. 

 

"Oh, semoga sukses kalau gitu," katanya, sebelum meninggalkan kamarku. 

 

Aneh, perasaanku mendadak kosong begitu dia pergi. Bukankah ini yang aku mau? 

 

***

 

Pembinaan tahap akhir hanya dilakukan beberapa hari saja. Seperti sebelumnya dosen-dosen dari ITB, UGM dan UI yang langsung membina. Di sini aku merasa banyak sekali ilmu dan pengetahuan baru yang aku dapat. Makin sulit sebuah soal, penasaranku makin tambah. Setelah serangkaian pembinaan selesai dalam beberapa hari, aku mengikuti seleksi lanjutan dengan sembilan anak lain yang ikut maju ke tahap ini. 

 

Perjuangaku nggak sia-sia saat akhirnya juri mengumumkan siapa saja yang berhak menjadi perwakilan Indonesia di ajang International Physics Olympiad. Namaku ada dalam daftar lima orang terpilih itu. 

 

Dan di saat anak-anak lain sedang sibuk menyiapkan diri untuk ikut ujian masuk perguruan tinggi, aku sibuk menyiapkan perbekalan untuk terbang menuju Prancis. 

 

"Semua sudah beres, Sayang?" tanya Tante Elliana yang datang menghampiriku ke kamar. 

 

Aku tersenyum dan meletakkan satu set terakhir baju ke dalam koper. Tante Elliana membeli beberapa pakaian dan sepatu baru buatku. Padahal itu sebenarnya nggak perlu. 

 

"Itu jaket yang akan kalian pakai nanti ya? Keren," tanya Tante Elliana memandang jaket dari panita penyelenggara yang akan kupakai nanti. Jaket yang sengaja kugantung biar nggak lupa. 

 

Aku juga bangga saat mengenakan jaket itu. Ada ukiran namaku di punggung jaket tersebut. Jaket itu yang kelak akan jadi bukti perjuanganku selama ini. 

 

"Ibu kamu di sana pasti bangga. Kamu bukan hanya pintar, tapi tumbuh jadi anak yang baik. Tetaplah rendah hati dalam kondisi apa pun, ya, Sayang."

 

"Iya, Tante. Makasih buat supportnya." Aku beneran tulus saat mengatakan ini. 

 

Tangan wanita cantik itu terjulur dan mengusap lembut kepalaku. "Besok berangkat pagi kan?" 

 

"Iya." 

 

"Good. Sekarang kamu istirahat ya. Biar besok pagi jauh lebih segar. Kami semua akan mengantar kamu ke bandara." 

 

"Termasuk, Prince?" tanyaku cepat. Meski nggak yakin, aku berharap dia ikut mengantarku juga. 

 

"Itu nanti tante tanyakan lagi ya." Mantan majikan ibu itu menepuk pipiku pelan, sebelum beranjak keluar dari kamarku. 

 

Ada rasa bersalah tiap kali aku mengingat Prince. Setelah obrolan kami sehari sebelum ujian nasional waktu itu, kami nggak terlibat obrolan serius lagi. Prince seperti sengaja menghindar. Tiap aku mulai bicara, dia akan menyingkir. Huuft. Bisa-bisanya aku berharap cowok itu mau ikut mmengantar ke bandara setelah aku mengecewakannya. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • kori

    Colokin aja tuh daun ke matanya

    Comment on chapter Bab 2
  • kori

    Prince tipe yang kudu ditampol dulu

    Comment on chapter Bab 1
  • shasa

    Bakal seru ini wkwk...

    Comment on chapter Bab 1
  • jewellrytion

    Bener-bener bad Prince!! Sesuai dengan judulnya. Baru baca Bab 1 aja udah bikin spaneng sama kelakuannya πŸ˜©πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Sekilas Masa Untuk Rasa
3885      1267     5     
Romance
Mysha mengawali masa SMAnya dengan memutuskan untuk berteman dengan Damar, senior kelas dua, dan menghabiskan sepanjang hari di tribun sekolah sambil bersenda gurau dengan siapapun yang sedang menongkrong di sekolah. Meskipun begitu, Ia dan Damar menjadi berguna bagi OSIS karena beberapa kali melaporkan kegiatan sekolah yang menyimpang dan membantu kegiatan teknis OSIS. Setelah Damar lulus, My...
Nadine
5765      1546     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
Trying Other People's World
136      118     0     
Romance
Lara punya dendam kesumat sama kakak kelas yang melarangnya gabung OSIS. Ia iri dan ingin merasakan serunya pakai ID card, dapat dispensasi, dan sibuk di luar kelas. Demi membalas semuanya, ia mencoba berbagai hidup milik orang lainβ€”pura-pura ikut ekskul jurnalistik, latihan teater, bahkan sampai gabung jam tambahan olimpiade MIPA. Kebiasan mencoba hidup-hidup orang lain mempertemukannya Ric...
HABLUR
673      344     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...
Darah Dibalas Dara
619      351     0     
Romance
Kematian Bapak yang disebabkan permainan Adu Doro membuat Dara hidup dengan dihantui trauma masa lalu. Dara yang dahulu dikenal sebagai pribadi periang yang bercita-cita menjadi dokter hewan telah merelakan mimpinya terbang jauh layaknya merpati. Kini Dara hanya ingin hidup damai tanpa ada merpati dan kebahagiaan yang tiada arti. Namun tiba-tiba Zaki datang memberikan kebahagiaan yang tidak pe...
I Found Myself
42      38     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
Jalan Menuju Braga
390      304     4     
Romance
Berly rasa, kehidupannya baik-baik saja saat itu. Tentunya itu sebelum ia harus merasakan pahitnya kehilangan dan membuat hidupnya berubah. Hal-hal yang selalu ia dapatkan, tak bisa lagi ia genggam. Hal-hal yang sejalan dengannya, bahkan menyakitinya tanpa ragu. Segala hal yang terjadi dalam hidupnya, membuat Berly menutup mata akan perasaannya, termasuk pada Jhagad Braga Utama--Kakak kelasnya...
Hematidrosis
393      263     3     
Short Story
Obat yang telah lama aku temukan kini harus aku jauhi, setidaknya aku pernah merasakan jika ada obat lain selain resep dari pihak medis--Igo. Kini aku merasakan bahwa dunia dan segala isinya tak pernah berpihak pada alur hidupku.
Dimensi Kupu-kupu
14116      2743     4     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
Comfort
1288      566     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.