Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinderella And The Bad Prince
MENU
About Us  

 

 

Ada yang nggak beres dengan kepalaku. Aku yakin 100 persen. Gimana bisa semua yang Prince lakukan sekarang terlihat begitu keren dan... Menawan? Demi apa pun aku nggak mau mengakui ini, tapi beberapa kali aku dibuat terbengong oleh tindakan cowok itu. 

 

Seperti sekarang, dia lagi sibuk telepon melalui handsfree yang dia pakai di telinga. Mukanya tampak serius saat memberi instruksi anggota panitia lain. Lalu tiba-tiba aku yang baru saja keluar dari toilet gedung terpana melihat itu. Konyol kan? 

 

"Sin, lo baik-baik aja kan?" 

 

Aku terkesiap mendapat sebuah tepukan di bahu. Aku menoleh dan menemukan Prince yang tahu-tahu sudah ada di dekatku. 

 

"G-gue baik." Nggak beres. Aku harus cepat-cepat kabur. Namun sebelum itu terjadi, Prince meraih tanganku. 

 

Seperkian detik aku seperti kehilangan napas. Waktu juga seakan berjalan melambat. Embusan angin lembut tiba-tiba datang menerpaku ketika Prince meletakkan sebiji permen coklat tepat di telapak tanganku sambil tersenyum. 

 

"Jangan kebanyakan bengong," katanya sebelum melangkah mundur dan melambaikan tangan. Dia segera sibuk kembali dengan aktivitasnya mengawasi jalannya acara. 

 

Spontan aku membuang napas saat udara di sekitar mulai kembali normal. Aku menatap permen cokelat pemberian cowok itu. Sebelah tanganku yang bebas lantas naik menyentuh dada. Gila! Aku sudah seperti orang yang terserang penyakit jantung dadakan. Sindy, Sindy, kamu kenapa? 

 

Acara pelepasan siswa kelas XII berjalan sukses. Sponsor yang meramaikan acara juga sudah membagikan doorprize. Banyak yang kecipratan kebahagiaan hari ini. Meysa dan Kara bahkan dapat hadiah payung cantik dan kipas angin. Sementar aku? Aku harus puas hanya menerima sebiji permen coklat dari Prince. 

Konon kata anak-anak, ini adalah acara perpisahan paling meriah sepanjang sejarah Dwi Warna, karena melibatkan sponsor tanpa meminta pungutan biaya dari wali murid. Nggak heran kalau ketua panitia acara banyak menuai pujian. Kerja keras Prince menjadi pemimpin acara terbayarkan. 

 

"Sindy!" 

 

Panggilan Prince membuat aku, Meysa, dan Kara kompak menoleh. Cowok itu berjalan mendekat. And here we go! Kedua teman resek di sebelahku mulai bercuit nggak jelas. 

 

"Hai, Prince! Kenapa panggilnya cuma Sindy doang? Kan ada gue dan Meysa," sapa Kara mengambil bagian julid pertama kalinya. 

 

"Soalnya gue nggak ada urusan sama kalian," sahut Prince apa adanya. 

 

Kara pura-pura sebal. "Noh, Sindy lo." 

 

Aku memelotot saat dia mendorong pelan lenganku. Tapi cewek itu malah terkikik geli. Kara dan Meysa pun memutuskan pamit pulang lebih dulu. Aku kembali memusatkan perhatian pada cowok tinggi di depanku ini. 

 

"Ada apa?"

 

"Udah mau balik?" 

 

Aku mengangguk. Ada gurat lelah yang kulihat di wajah cowok itu. 

 

"Gue kayaknya belum bisa balik ke rumah. Soalnya masih harus beresin ini. Sampein ke nyokap ya," ujar Prince mengatakan maksud dan tujuannya memanggil. Nothing special, kan? Padahal semalam saja dia menginap demi memastikan semua berjalan sesuai rencananya. Setelah mengantarku pulang kemarin, dia kembali lagi ke gedung ini dan belum balik ke rumah sampai sekarang. 

 

"Oh, oke." 

 

"Yuk!" Dia memutar langkah. 

 

"Loh, Prince! Katanya lo belum bisa balik?" tanyaku heran melihat dia beranjak menuju ke arah pintu keluar. 

 

"Iya. Gue cuma mau anter lo ke depan kok."

 

Hah? Aku tahu ini norak, tapi dalam hati aku melompat kegirangan hanya karena hal sepele begini. 

 

"Prince nggak perlu. Lo kan lagi sibuk. Gue bisa--" 

 

Mulutku bungkam seketika saat Prince tiba-tiba menarik tanganku keluar dari gedung. Masih banyak anak-anak di sini, tapi cowok itu dengan santai melewati mereka. Begonya, aku malah diam saja. Nggak berontak atau pun menghindar seperti yang biasa aku lakukan. 

 

Sepanjang jalan menuju ke depan gedung aku terus menundukkan wajah. Hawa panas yang menjalar ke sekujur tubuh pasti sudah sukses bikin wajahku memerah. Aku baper parah gara-gara pentolan basket sekolahku ini. 

 

"Gue pesenin gocar aja ya," ujar Prince sembari mengutak-atik ponsel. Kami sudah ada di area luar gedung. Beberapa murid lain tampak sedang menunggu jemputan. 

 

"Nggak perlu, gue bisa naik angkot," balasku segera. Naik taksi online artinya harus merogoh kocek lebih dalam. Nggak ramah buat saku pelajar sepertiku. 

 

"Tenang, udah gue bayar lewat aplikasi kok. Lo tinggal naik aja."

 

"Tapi--"

 

"Udah gue pesenin." Prince menunjukkan layar ponsel sembari tersenyum lebar, nunjukin deretan giginya yang rapi dan berkilau. 

 

Sumpah jantungku berisik banget. Gaduh dan bikin aku makin malu. "Padahal tadi nggak usah dipesenin," gumamku. Tanpa sengaja mataku menubruk tangan Prince yang masih menggenggam erat pergelangan tanganku. 

 

"Terus dengar omelan mami sepanjang hari gara-gara gue nggak anter lo balik?" 

 

Aku meringis. Harusnya aku sadar Prince melakukan ini demi nggak dapat ceramah nyokapnya. Bisa-bisanya aku sempat GR. 

 

"Nah, tuh taksinya udah datang."

 

Tangan Prince refleks melepas tanganku. Dan nggak tau kenapa itu bikin aku merasa... Kehilangan. Fix! Aku butuh obat sekarang biar otakku waras lagi. 

 

***

 

Motor Prince terdengar memasuki halaman rumah. Nyaris pukul sepuluh malam dia baru pulang. Dan selama itu pula aku masih melek nunggu dia balik sementara penghuni rumah sudah pada tidur. Suara pintu yang dibuka terdengar pelan. Lalu langkah kaki seseorang terdengar. Aku terpaksa menandai batas buku yang kubaca karena jantungku mendadak jumpalitan hanya karena mendengar langkah kaki Prince memasuki ruang tengah. Norak banget kan? 

 

"Sindy? Lo belum tidur?" tanya cowok itu melepas topinya yang dipasang terbalik. "Nungguin gue ya?" 

 

Mukanya kelihatan capek tapi herannya masih bisa narsis. Aku membuang napas lalu menutup sampul buku persis ketika Prince duduk di sebelahku. Kupasang wajah datar sebisa mungkin untuk menutupi rasa gugup yang tiba-tiba menyerang. "Iya. Tante Elliana minta gue mastiin lo sampe rumah. Berhubung lo udah balik...." Aku berdiri. "Gue ke kamar dulu."

 

Sejurus kemudian aku kembali jatuh terduduk lantaran Prince menarik tanganku. Tanpa mengatakan apa-apa, dia menjatuhkan kepalanya ke bahuku. Heh! Biji kedongdong! Apa-apaan ini? Aku baru akan melayangkan protes ketika Prince lebih dulu bersuara. 

 

"Gue capek banget, Sin. Biar gini aja dulu sebentar," ujarnya terdengar lelah. Aku jadi nggak tega dorong kepala dia. 

 

Nggak ada pilihan. Meskipun ini nggak baik buat kesehatan jantungku, nyatanya momen ini membawa sensasi aneh yang lumayan menyenangkan. Please, getok kepalaku sekarang. 

 

"Kalau capek tidur sana di kamar lo." Aku tetap harus mempertahankan harga diri meskipun senang bukan kepalang melihat dia bersikap manja begini. Ya Tuhan, selama ini aku paling muak sama sikap kolokan cowok itu, tapi kenapa sekarang malah sebaliknya? Mungkin karena aku tahu Prince hanya bertingkah begini kalau bersamaku saja. 

 

"Males naik ke atasnya. Ngantuk banget." 

 

"Iya makanya langsung ke atas aja. Biar lo bisa lebih enak tidurnya. Kalau begini malah bikin badan lo tambah sakit. Besok kita masih harus sekolah. Dan gue yakin--" 

 

Aku berhenti mengoceh saat suasana mendadak sunyi. Hanya deru napas Prince yang terdengar teratur. Pelan aku menoleh dan menemukan dia sudah terlelap. Cepat banget. Dia benar-benar kelelahan. Tapi aku juga nggak bisa bertahan lama dengan posisi begini. Bisa-bisa badanku sakit semua. 

 

Pelan-pelan aku mengangkat kepalanya dari bahuku. Lalu secara hati-hati merebahkannya di sandaran sofa. Aku berdiri, menatapnya selama beberapa saat. Prince dalam kondisi tidur terlihat sangat berbeda. Baru aku sadar kalau dia memiliki bulu mata panjang. Alis tebalnya yang panjang membingkai matanya yang terpejam. Dia memiliki bibir tipis, pantas kalau bawel. Dan bagian yang paling aku suka adalah lekuk antara tulang dahi dan hidungnya yang begitu tegas. 

 

Aku mengerjap dan menggeleng pelan menyadari kekonyolanku sekarang. Mengabaikan Prince yang makin pulas, aku bergerak menuju laundry room untuk mengambil selimut bersih. Sebelum mematikan lampu ruang tengah, aku menyelimuti cowok itu dengan selimut tersebut. 

 

"Selamat malam, Prince," gumamku lirih sebelum beranjak masuk kamar. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • kori

    Colokin aja tuh daun ke matanya

    Comment on chapter Bab 2
  • kori

    Prince tipe yang kudu ditampol dulu

    Comment on chapter Bab 1
  • shasa

    Bakal seru ini wkwk...

    Comment on chapter Bab 1
  • jewellrytion

    Bener-bener bad Prince!! Sesuai dengan judulnya. Baru baca Bab 1 aja udah bikin spaneng sama kelakuannya πŸ˜©πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
SURAT CINTA KASIH
617      449     6     
Short Story
Kisah ini menceritakan bahwa hak kita adalah mencintai, bukan memiliki
Unknown
271      218     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Atraksi Manusia
949      619     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
NADI
6508      1884     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Suara Kala
7153      2357     8     
Fantasy
"Kamu akan meninggal 30 hari lagi!" Anggap saja Ardy tipe cowok masokis karena menikmati hidupnya yang buruk. Pembulian secara verbal di sekolah, hidup tanpa afeksi dari orang tua, hingga pertengkaran yang selalu menyeret ketidak bergunaannya sebagai seorang anak. Untunglah ada Kana yang yang masih peduli padanya, meski cewek itu lebih sering marah-marah ketimbang menghibur. Da...
Just Me [Completed]
32235      3986     1     
Romance
Gadis cantik bersifat tomboy itu adalah Viola dia biasa dipanggil Ola, dibalik sifatnya yang tomboy dia menyimpan duka yang teramat dalam yang hanya keluarganya yang dia tahu dia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan tentang kondisinya. dia anak yang pintar maka dari itu dia bisa sekolah di Amerika, tapi karena kondisinya sekarang dia harus pindah ke Jakarta lagi semenjak ia sekolah di Ja...
Anderpati Tresna
2793      1131     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Unexpectedly Survived
351      297     0     
Inspirational
Namaku Echa, kependekan dari Namira Eccanthya. Kurang lebih 14 tahun lalu, aku divonis mengidap mental illness, tapi masih samar, karena dulu usiaku masih terlalu kecil untuk menerima itu semua, baru saja dinyatakan lulus SD dan sedang semangat-semangatnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP. Karenanya, psikiater pun ngga menyarankan ortu untuk ngasih tau semuanya ke aku secara gamblang. ...
Sebelah Hati
2827      1359     0     
Romance
Sudah bertahun-tahun Kanaya memendam perasaan pada Praja. Sejak masih berseragam biru-putih, hingga kini, yah sudah terlalu lama berkubang dengan penantian yang tak tentu. Kini saat Praja tiba-tiba muncul, membutuhkan bantuan Kanaya, akankah Kanaya kembali membuka hatinya yang sudah babak belur oleh perasaan bertepuk sebelah tangannya pada Praja?
CHERRY & BAKERY (PART 1)
4550      1327     2     
Romance
Vella Amertaβ€”pindah ke Jakarta sebagai siswi SMA 45. Tanpa ia duga kehidupannya menjadi rumit sejak awal semester di tahun keduanya. Setiap hari dia harus bertemu dengan Yoshinaga Febriyan alias Aga. Tidak disangka, cowok cuek yang juga saingan abadinya sejak jaman SMP itu justru menjadi tetangga barunya. Kehidupan Vella semakin kompleks saat Indra mengajaknya untuk mengikuti les membuat cu...