Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinderella And The Bad Prince
MENU
About Us  

Hal yang nggak pernah aku sangka. Aku berhasil menyabet juara olimpiade sains tingkat provinsi dan bakal lanjut ke tingkat nasional. Ibu pasti bangga mendengar kabar ini. Kabar itu langsung menyebar di sekolah. Bahkan di upacara hari Senin, aku disuruh maju ke depan untuk menerima ucapan selamat dari kepala sekolah. 

 

Sebenarnya malu dilihatin ratusan murid Dwi Warna, tapi aku menghargai kebahagiaan yang sedang terjadi di antara mereka. Lalu ketika kembali ke kelas, teman-teman berebut menyalamiku. Memberikan ucapan selamat dan kata-kata pujian yang bagiku terlalu berlebihan. 

 

Padahal maju ke tingkat nasional artinya aku masih harus berjuang kembali. Bahkan pihak sekolah sudah mengalokasikan dana untuk bimbingan langsung ke ahli fisika yang biasa menangani OSN. 

 

"Otak lo memang perlu dikloning," kata Kara sambil duduk. Rambutnya yang kriwil hari ini digerai. 

 

"Bahaya pengkloningan itu. Akan jadi apa dunia?" sambut Mesya, sambil terus melamoti es krim berbentuk hati. 

 

"Kan otak kayak dia langka, Sya." 

 

"Ya kali, ada dua Sindy. Ngeri lah." 

 

"Otak, Sya. Otaknya yang dikloning bukan orangnya." Kara terdengar gemas. 

 

"Terus kalau udah dikloning mau taruh di mana?" 

 

"Tau! Taruh di kepala lo kali." 

 

Obrolan unfaedah itu berujung kericuhan. Aku hanya bisa menggeleng dengan kelakuan mereka. Tepat saat itu pandanganku tanpa sengaja mampir ke meja Prince. Sejak hubungan kami memburuk, dia lebih memilih meja yang ada di pojokan kelas. 

 

Aku menemukannya tengah menatap ke arahku. Tapi saat aku balik menatapnya, dia dengan cepat memalingkan wajah. Dia menghindariku bukan hanya di rumah, tapi di sekolah juga.  

 

"Sin, Kak Regan tuh!" seru Kara, yang membuatku kontan menengok ke pintu kelas. 

 

Benar Regan ada di sana. Dia melambaikan tangan saat tatapku menangkapnya. Senyum manisnya dia umbar. 

 

"Iri deh," ujar Mesya merengek. "Lo beruntung banget sih. Makin deket sama dia." Bibirnya yang dipoles lipgloss manyun. 

 

Memang sudah menjadi rahasia umum. Dan mungkin banyak yang mengira aku dan Regan jadian. Mereka nggak tahu saja keakrabanku dengan Regan hanya seputar materi fisika. Dan karena kedekatan ini, asumsi salah kaprah mereka yang anggap aku dan Prince jadian pun gugur seketika.

 

Regan sampat mengirim pesan akan menemuiku, tapi nggak nyangka saja pertemuan yang dimaksud ternyata di depan kelas. 

 

"Udah buruan samperin pangeran lo. Ntar keburu disamber orang." Sebuah tabokan keras mampir ke punggung ketika aku hendak beranjak. 

 

"Gue awasin lo dari sini," ujar Mesya sambil menunjuk mata dengan dua jarinya, dan beralih menunjuk mataku lalu mata Regan dari jauh.  

 

Aku mengabaikan ocehannya dan bergerak menghampiri Regan. Dia langsung menyambutku dengan uluran tangan. 

 

"Congrats, aku yakin kamu bisa. Dan, liat. Maju juga kan ke nasional," ujarnya tersenyum. Aku bisa menangkap ketulusan di sana. 

 

"Makasih, ya. Berkat kamu juga." 

 

Regan mengajakku duduk di bangku panjang depan kelas. Sempat aku menoleh ke dalam kelas sebelum mengekori dia. Dan lagi-lagi tatapku tanpa sengaja bertemu dengan mata Prince yang tengah menatapku tajam. Jika beberapa saat lalu dia langsung membuang muka, kali ini nggak. Dari jauh dia terus mengawasiku. 

 

"Aku janji sama kamu kan kalau kamu berhasil lolos ke nasional, aku akan kasih hadiah sama kamu. Jadi, luangkan waktu Minggu ini. Bisa?" 

 

Aku segera mengalihkan perhatian pada Regan. "Minggu?" 

 

Cowok itu mengangguk. "Iya. Bisa kan?" 

 

Hari Minggu jadwalku menjenguk ibu. Biasanya aku tinggal seharian di rumah sakit. Tapi aku juga nggak ingin bikin Regan kecewa. Aku yakin dia sudah menyiapkan segalanya.

 

Kepalaku mengangguk, dan detik berikutnya bibir Regan melengkung sempurna. 

 

"Nanti aku jemput kamu."

 

"Eh, nggak usah. Nanti kita on the spot aja ketemunya. Soalnya aku harus ke RS dulu." 

 

"No problem. Aku antar kamu ke RS sekalian, gimana?"

 

"Tapi—"

 

"Aku ingin menjenguk ibu kamu juga, Sindy." 

 

Hm, apa aku bisa melarang? Sejak aku cerita tentang ibu, Regan nggak pernah absen menanyakan tentang kondisi ibu. 

 

***

 

Jika biasanya aku hanya bertemu dengan Regan di jam sekolah, hari ini kami bakal ketemu di luar jam sekolah. Di hari weekend pula. Kara dan Mesya bilang sih ini ngedate. Aku nggak kepikiran ke sana. Yang aku yakini Regan hanya sedang menepati janjinya. Meskipun sebenarnya aku nggak nagih juga. 

 

Aku sempat kebingungan memilih outfit yang akan aku kenakan. Nggak seperti remaja lain, pakaianku sangat terbatas. Di rumah aku lebih suka mengenakan kaos longgar dan celana pendek di bawah lutut. Mengambil praktisnya karena aku juga sering bantu-bantu Bi Tuti. 

 

Cukup lama berdiam diri di depan lemari, akhirnya aku memutuskan mengambil sweater crop batwing dan celana kulot tiga perempat. Dan, untuk pertama kalinya, aku mengenakan sepatu pemberian Nyonya Eliana. Sepatu jenis sneaker berwarna putih. Oleh-oleh dari Singapura. 

 

"Neng Sindy mau ke mana? Cantik banget," tanya Bi Tuti saat aku melewati dapur. 

 

"Mau ke rumah sakit." Aku mengambil tempe goreng hangat dari piring. 

 

"Tapi kok keren banget tumben, nggak biasanya." Bi Tuti makin kepo saja. 

 

"Masa sih? Perasaan Bi Tuti aja itu mah." 

 

"Mau naik sepeda atau angkot, Neng?" 

 

"Aku dijemput, Bi." 

 

Spontan Bi Tuti menoleh dan menghentikan aktivitasnya sesaat. "Dijemput siapa?" 

 

"Teman." 

 

"Temannya cowok apa cewek?" Pertanyaan Bi Tuti makin detail saja. 

 

"Bibi kepo, deh," ujarku terkikik. Lantas merogoh saku celana ketika ponselku bergetar. Pesan masuk dari Regan. Dia mengatakan sudah ada di depan rumah Prince. 

 

"Bi, temenku udah datang. Aku berangkat dulu, ya." Aku menenggak air putih sebelum melesat pergi. Karena terburu-buru aku malah lewat pintu depan alih-alih pintu samping. Nggak mungkin juga balik ke belakang. Dan.... 

 

"Aduh!" Aku memekik pelan ketika bahuku menabrak seseorang dari arah berlawanan. Tepat di belokan menuju ruang tamu. 

 

Refleks aku memegangi bahu yang terasa nyeri. Ternyata yang menabrak Prince. Dia nggak minta maaf malah memindai penampilanku. Aku pikir dia bakal komplen atau seenggaknya mengomel, tapi ternyata enggak. Dia pergi begitu saja, tampak nggak peduli. 

 

Bodo amatlah! Memang dia doang yang bisa cuek. 

 

Mobil Regan terparkir tepat di seberang rumah Prince. Dia melambaikan tangannya begitu melihatku. 

 

"Kamu siap kan?" tanya cowok itu ketika aku masuk mobil. 

 

"Maaf, ya nunggu lama." 

 

"It's okay. Kita berangkat sekarang?" 

 

Aku mengangguk. Agak grogi melihat penampilan Regan sekarang. Nggak akan ada yang tahu kalau ternyata dia masih berstatus sebagai pelajar dengan penampilan seperti itu. 

 

"Sin, kalau kita langsung ke tempat yang aku mau gimana?" tanya Regan ketika mobilnya sudah meninggalkan komplek perumahan elit milik keluarga Suganda. 

 

Rencana awal kami akan ke rumah sakit dulu, tapi Regan pasti punya alasan mengubah rencana awal. 

 

"Aku janji besok sepulang sekolah antar kamu ke rumah sakit," imbuhnya lagi seolah takut aku marah. 

 

Sebenarnya aku sudah kangen sama ibu, tapi melihat wajah memohon cowok itu, akhirnya aku menyetujui permintaannya. 

 

"Maaf, Bu. Sindy janji besok bakal jenguk ibu," ucapku dalam hati. 

 

"Kita mau ke mana?" tanyaku ketika kendaraan Regan memasuki gerbang tol. Lalu bergabung di jalan tol lingkar luar Jakarta.

 

"Ntar kamu juga tau," sahut Regan sebelum nge-tap kartu e-toll. 

 

Aku yang memang buta sama jalanan rumit Jakarta cuma diam saja sambil memperhatikan jalan raya yang terbilang cukup lancar di hari Minggu.  

 

Nyaris satu jam Regan mengendari mobil tanpa berhenti. Sampai akhirnya kami memasuki sebuah kawasan yang membuat punggungku menegak. 

 

"Ini kan ...." Mataku mengedar memerhatikan jalan yang penuh dengan papan petunjuk arah. 

 

"Kamu bisa nebak kita mau ke mana?" tanya Regan seraya mengulum senyum.

 

"Ancol?" 

 

"Tepat!" 

 

Jujur aku seneng banget. Buat orang yang jarang piknik kayak aku, datang ke Ancol tentu saja hal yang menggembirakan banget. Dadaku sampai berdegup kencang ketika mobil berhenti di gerbang timur Ancol. Regan melakukan registrasi dengan meng-scane tiket barcode. Nggak lama kami lantas bergerak kembali. 

 

Bundaran air mancur shympony of the sea menyambut kemudian. Bahkan Regan sengaja mengitari air mancur itu terlebih dahulu sebelum mengambil arah salah satu jalan. 

 

"Apa kita mau ke pantainya?" tanyaku dengan senyum lebar. 

 

"Kita akan ke pantai pas sore. Sekarang kita ketemu teman-teman laut kita dulu," ujar Regan sambil terus konsen menyetir. 

 

Ternyata Regan membawaku ke SeaWorld. Terakhir aku ke sini saat lulusan SD. Selebihnya aku nggak pernah ikut lagi kegiatan tamasya sekolah karena memakan biaya yang lumayan besar. Untuk piknik sendiri pun rasanya sayang. Lagi pula, aku bisa piknik virtual melalui internet. Gratis. Hehe. 

 

"Jadi, ini hadiah kamu?" tanyaku ketika kami mendapatkan sebuah cap di tangan kami masing-masing oleh petugas. 

 

"Ini baru hadiah pertama, sih," sahut Regan nyengir, lalu tangannya terulur. 

 

Aku sempat ragu dan menatap tangannya. Namun, demi menghargai dia akhirnya aku menyambut uluran tangan itu. 

 

Cukup lama kami berada di ruang tertutup ini. Kami juga menyaksikan feeding time ikan hiu dan beberapa ikan lainnya. Berfoto-foto di setiap sudut akuarium raksasa, juga berkeliling ke toko souvenir membeli baju couple dan boneka hiu. 

 

Selama kurang lebih dua jam kami berada di akuarium raksasa. Saat jarum jam menunjuk ke angka sebelas, kami memutuskan keluar. 

 

"Seneng nggak?" tanya Regan begitu kami keluar dari area SeaWorld. 

 

"Seneng. Makasih, ya." 

 

"Kita makan siang di dunia fantasi aja, ya," ujarnya membuatku serta merta menoleh. 

 

"Kita ke Dufan juga?" tanyaku memastikan. 

 

"Iya dong, Sin. Percuma ke sini kalau nggak sekalian mampir ke dufan," katanya seraya menggerak-gerakkan alis. "Mumpung cuaca cerah." 

 

Ini sih ngedate betulan. Kara dan Mesya nggak salah. Jujur aku senang mendapat reward setelah berjuang keras di tingkat provinsi kemarin, tapi entah kenapa ada perasaan yang mengganjal. Aku nggak tahu penyebabnya apa. 

 

Beruntung Regan langsung bisa menghangatkan suasana dengan menarikku untuk mencoba beberapa wahana di sana. Jadi, perasaan yang mengganjal itu sedikit berkurang. 

 

"Pusing enggak?" tanya Regan kami baru turun dari wahana tornado. Wajahnya yang putih memerah karena di atas sana terus berteriak.

 

"Pusinglah. Nggak normal kalau nggak pusing," ujarku tertawa. 

 

"Kita istirahat sebentar habis itu main basah-basahan ya." 

 

Mataku mengerjap. Basah-basahan?

"Aku nggak bawa baju ganti."

 

"Gampang, nanti kita beli jas hujan plastik biar nggak basah banget." 

 

Kara dan Mesya pasti iri kalau aku cerita kegiatanku seharian ini bersama Regan. 

 

Seperti rencana Regan, kami baru menuju pantai saat sore menjelang. Berjalan di tepi pantai sambil makan es krim. Kami sudah seperti sepasang remaja yang dimabuk asmara. 

 

Langit sudah mulai berubah menjadi empat warna. Biru, putih, jingga, dan kehitaman. Matahari juga tampak makin condong ke batas cakrawala. 

 

Regan mengangkat ponsel dan memotret bola berwarna merah itu. "Cantik banget nggak sih?" tanya dia begitu berhasil membidik satu gambar. Dia memperlihatkannya padaku.

 

Aku kaget ketika siluet-ku ada di dalam foto itu juga. "Ini kenapa ada aku juga?" 

 

Cowok yang masih tampan meskipun matahari hampir terbenam itu terkekeh. "Bagus, kan? Cantiknya saingan sama matahari." 

 

"Apaan, sih." 

 

"Serius. Kenapa sih kamu itu selalu nggak percaya sama diri kamu sendiri? Sindy, kamu itu hebat dan keren. Sadar enggak?" 

 

Aku menunduk. Pujian Regan terlalu berlebihan. "Hebat apa? Aku biasa aja."

 

"Enggak. Kamu itu luar biasa. Kalau enggak mana mungkin aku suka sama kamu. Hanya cowok buta yang nggak bisa lihat keistimewaan kamu." 

 

Mataku mengerjap mendengar ucapan Regan barusan. Su-suka? Saat aku kembali menatapnya, dia juga tengah menatapku sambil tersenyum. Dadaku mendadak deg-degan. Regan sukses membuatku salah tingkah. 

 

"Aku punya sesuatu buat kamu." 

 

Apalagi? Hari ini buatku sudah lebih dari cukup.

 

Dia merogoh saku celana dan mengeluarkan sesuatu. "Boleh pinjam tangan kamu?" 

 

Meskipun bingung, aku mengulurkan tangan. Ternyata dia memberiku sebuah gelang. Ada dua gelang berwarna sama. Gelang hitam dengan list keperakan. 

 

"Satu buat aku, satu buat kamu," ujarnya sambil memasangkan benda itu ke pergelangan tanganku. "Kita punya gelang sama sekarang," katanya lagi setelah berhasil memasang gelang itu. Dia menggoyangkan tangannya, menunjukkan gelang yang terpasang di pergelangan tangannya juga. 

 

"Makasih, ya. Harusnya kamu nggak perlu repot. Udah dibawa ke sini aja, aku udah seneng kok. Sekali lagi makasih, Regan," ujarku sesaat sebelum melempar pandangan ke langit senja yang makin menggelap. 

 

"Sindy, aku suka sama kamu." 

 

Sontak aku tertegun mendengar kata itu terlontar kedua kalinya dari mulut Regan. 

 

"Bukan suka sebagai teman. Tapi suka sebagai lawan jenis. Kamu pasti paham, dan tau kan?" lanjutnya lagi, membuat otakku makin ngeblank. 

 

Walaupun Kara dan Mesya bilang ini ngedate, tapi jujur aku nggak siap kalau Regan confess begini. Aku nggak punya jawaban apa pun jika dia memintaku untuk ....

 

"Aku harap hubungan kita bisa lebih dari sekedar teman ...." 

 

=========

Hayoloh! Jangan lupa ramaikan dengan komen dan like ya teman-teman

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • kori

    Colokin aja tuh daun ke matanya

    Comment on chapter Bab 2
  • kori

    Prince tipe yang kudu ditampol dulu

    Comment on chapter Bab 1
  • shasa

    Bakal seru ini wkwk...

    Comment on chapter Bab 1
  • jewellrytion

    Bener-bener bad Prince!! Sesuai dengan judulnya. Baru baca Bab 1 aja udah bikin spaneng sama kelakuannya 😩😂😂

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Comfort
1287      565     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
Merayakan Apa Adanya
394      286     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
CTRL+Z : Menghapus Diri Sendiri
120      107     1     
Inspirational
Di SMA Nirwana Utama, gagal bukan sekadar nilai merah, tapi ancaman untuk dilupakan. Nawasena Adikara atau Sen dikirim ke Room Delete, kelas rahasia bagi siswa "gagal", "bermasalah", atau "tidak cocok dengan sistem" dihari pertamanya karena membuat kekacauan. Di sana, nama mereka dihapus, diganti angka. Mereka diberi waktu untuk membuktikan diri lewat sistem bernama R.E.S.E.T. Akan tetapi, ...
Metamorf
146      120     0     
Romance
Menjadi anak tunggal dari seorang chef terkenal, tidak lantas membuat Indra hidup bahagia. Hal tersebut justru membuat orang-orang membandingkan kemampuannya dengan sang ayah. Apalagi dengan adanya seorang sepupu yang kemampuan memasaknya di atas Indra, pemuda berusia 18 tahun itu dituntut harus sempurna. Pada kesempatan terakhir sebelum lulus sekolah, Indra dan kelompoknya mengikuti lomba mas...
Camelia
590      331     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Peri Untuk Ale
5433      2263     1     
Romance
Semakin nyaman rumah lo semakin lo paham kalau tempat terbaik itu pulang
BINTANG, Cahayamu Akan Selalu Ada.
55      49     3     
Short Story
Seorang pelukis bernama senja yang terkurung dalam duka setelah kehilangan tunangannya, Bintang. Dia selalu mengabadikan sosok bintang kedalam bentuk lukisan. Hingga ebuah kotak kenangan misterius dan seorang sahabat lama muncul, membawa harapan sekaligus membuka lembaran baru yang tak terduga. Akankah Senja menemukan kembali cahayanya, dan siapakah sebenarnya yang menantinya di ujung kesedihan? ...
Konstelasi
895      468     1     
Fantasy
Aku takut hanya pada dua hal. Kehidupan dan Kematian.
Fusion Taste
136      125     1     
Inspirational
Serayu harus rela kehilangan ibunya pada saat ulang tahunnya yang ke lima belas. Sejak saat itu, ia mulai tinggal bersama dengan Tante Ana yang berada di Jakarta dan meninggalkan kota kelahirannya, Solo. Setelah kepindahannya, Serayu mulai ditinggalkan keberuntunganya. Dia tidak lagi menjadi juara kelas, tidak memiliki banyak teman, mengalami cinta monyet yang sedih dan gagal masuk ke kampus impi...
Mermaid My Love
2031      1033     3     
Fantasy
Marrinette dan Alya, dua duyung yang melarikan diri dari Kerajaan laut Antlantis yang sudah diluluhlantakkan oleh siluman piranha. Mereka terus berenang hingga terdampar disebuah pantai. Kemudian mereka menyamar dan menjalani kehidupan seperti manusia. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, Marrinette bekerja di sebuah kafe sedangkan Alya direstorant. Ditempat Marrinette bekerja malah bertemu dengan ...