"Sindy! Lama banget dah!"
Aku menghela napas untuk ketiga kali saat lagi-lagi mendengar teriakan Prince dari luar halaman. Sifat nggak sabarannya kumat.
Aku baru selesai mengikat tali sepatu ketika dia berteriak lagi dari luar diikuti suara raungan motornya yang amat berisik.
"Lama banget sih lo! Dandan lo ya?! Ngapain sih, nggak ada yang lirik juga," ujarnya mulai songong. Pagi-pagi mulutnya sudah minta diulek.
"Siapa yang dandan?! Gue tadi nyari tali sepatu," sahutku sebal seraya menghampiri Prince.
"Udah. Cepetan naik. Lo mau kita telat?" Prince menarik gas, raungan motornya kembali berisik. "Nih pake helm." Dia menyodorkan sebuah helm berwarna hitam dengan kaca berbentuk cembung.
Sekarang aku bingung bagaimana cara menaiki motor setinggi ini? Motor Prince itu sejenis motor sport dengan posisi boncengan yang lebih tinggi dari pada jok pengemudi. Motor ciri khas anak muda yang banyak gaya.
"Kok bengong? Buruan naik!"
"Lo bisa ganti motor aja nggak sih? Gue susah naiknya. Ini tinggi banget."
"Solusinya nggak gitu juga." Prince menepuk pundaknya sendiri. "Nih lo pegangan ini buat bantu lo naik."
Aku berdecak. Ini benar-benar repotin.
"Nggak usah norak deh. Lo harusnya bersyukur bisa bonceng motor gue. Di sekolah banyak cewek yang ngarep gue boncengin."
Aku memutar bola mata. Dan tanpa banyak tanya lagi segera menaiki motor Prince. Sesuai arahannya aku naik dengan cara berpegangan pada pundak cowok itu.
Ini cuma perasaanku apa gimana. Saat kami memasuki gerbang sekolah lalu berbelok menuju tempat parkir motor, semua mata seolah tertuju kepada kami. Sebenarnya aku heran kenapa Prince nggak menurunkan aku di jalan dekat sekolah saja. Jadi nggak akan menimbulkan perhatian kayak gini.
Teman-teman cowok itu tengah berkumpul di parkiran ketika motor Prince memasuki halaman parkir. Sama kayak anak-anak lain, mereka pun menatap kami dengan pandangan bertanya-tanya.
Begitu Prince mematikan mesin motor, aku bergegas turun dan melepas helm.
"Nanti siang lo pulang duluan aja. Gue ada ekskul di Club Fisika," kataku seraya menyerahkan helm padanya.
"Ada angin apa nih? Tumben kalian berdua bareng?" tanya Toni anak kelas sebelah sekaligus teman nongkrong Prince. Selain Toni ada Ricky, dan juga Bams.
"Berisik kalian," hardik Prince bergerak menghampiri teman-temannya.
Sementara aku bergegas melangkah menjauhi halaman parkir. Ini masih pagi dan aku nggak mau jadi bulan-bulanan Prince dan gerombolannya.
"Jangan bilang lo lagi pedekate sama Cinderella?"
Telingaku masih bisa menangkap percakapan mereka.
"Mending bacot lo pada diem deh. Ngapain kalian pada di sini? Ke lapangan aja, yuk."
Aku memperlebar langkah agar segera sampai di lobi sekolah. Tapi saat sampai di lobi, tepatnya di mading terlihat begitu ramai. Entah pengumuman apa yang bikin mereka tertarik dan berdesak-desakan melihat mading.
"Itu Sindy!" seru salah satu dari mereka. Dan hal itu bikin anak-anak lain yang ada di depan mading menoleh ke arahku.
Aku mengerjap melihat reaksi mereka yang lain dari biasanya. Ribuan tanya mendadak hinggap di kepala.
"Gue sih ngeship Regan," ujar seseorang entah siapa.
"Gue kapten basket kita dong," sahut lainnya membuatku tambah bingung.
Kumpulan mereka lantas terurai dan beranjak meninggalkan papan mading. Penasaran dengan apa yang terjadi, aku pun mendekati mading. Mataku sontak membulat ketika di dalam papan mading ada selembar foto yang memuat gambarku di antara Regan dan Prince. Yang menyebalkan di bawah foto itu tertulis sebaris caption.
Di antara dua pilihan.
Seketika tanduk di kepalaku muncul. Hidungku kembang kempis menahan kesal. Ini masih pagi tapi ada saja orang kurang kerjaan membuat ulah begini.
"Gue bilang juga apa!"
Kara datang bersama Meysa. Keduanya sudah berdiri di sisiku sambil melihat foto kerjaan orang iseng.
"Kar, lo punya kunci mading, kan? Mana buruan. Sebelum Regan atau Prince tau gue mau ambil foto itu." Aku menadahkan tangan ke Kara. Dia salah satu anggota mading aktif.
"Gue lagi nggak bawa kunci mading. Kalau nggak salah dipegang Bagus sama Citra," sahut Kara.
Aku berdecak cukup keras. Dibawa Bagus sama Citra itu artinya salah satu dari mereka yang melakukan ini.
"Kalau gitu antar gue cari salah satu dari mereka."
Aku baru akan menggaet tangan Kara ketika Meysa bersuara.
"Seandainya gue yang digosipin gitu, pasti gue bakal bangga. Lo sekarang populer, Sin."
Populer pala lo kejedot pintu!
Tatapku melirik ke pintu lobi, Regan masuk dengan langkah tegap. Wajahnya bersinar dan terlihat begitu glowing. Bagaimana ada cowok secantik itu? Untuk beberapa saat aku, Kara, dan Meysa terpana saat cowok itu melempar senyum.
Dia itu jelmaan Cha Eun Woo versi Indonesia aku rasa. Manis banget.
"Selamat pagi," sapa Regan ketika berdiri di depan kami bertiga.
"Pagi, Kak," sahut Meysa dan Kara bebarengan.
"Kalian sedang ngapain di sini?" tanya Regan, kepalanya bergerak dan matanya melirik mading di belakang kami. "Ada pengumuman penting, ya?"
Regan hampir saja mau melihat mading, tapi buru-buru aku cegah. "Itu nggak ada yang penting kok. Cuma berita gosip doang. Iya, kan, Kar?"
Kara mengangguk-angguk. "I-iya, Kak. Nggak penting. Kak Regan pasti nggak suka gosip kan?"
Tampaknya Regan percaya. Dia mengangguk dan memilih urung melihat mading. Namun ketika baru sejenak bernapas lega, Prince dan teman-temannya muncul. Gawat kalau dia sampai melihat berita konyol mading.
Kami bertiga berusaha menghalangi mading ketika cowok itu menoleh. Bahkan Kara dan Meysa melempar senyum, tapi dibalas dengan dahi mengernyit.
"Kalian kenapa mukanya pada tegang gitu?" tanya Prince menunjukku dan dua temanku.
Bisa enggak sih dia nggak usah nyapa? Lurus terus jalan saja, nggak usah peduli apa yang kami lakukan.
"Tegang? Nggak kok. Kita kan tadi senyum, iya kan, Kar?" sahut Meysa dengan mimik mencurigakan.
"Dasar cewek aneh," gerutu Prince lantas kembali melangkah setelah sebelumnya melirik Regan yang masih bertahan berdiri di dekatku. Namun, baru beberapa langkah cowok itu berbalik dan dengan cepat menghampiri kami, lalu menyingkirkan kami yang berdiri di depan mading. Sehingga dia bisa melihat foto dan caption konyol itu.
"Siapa yang nempel ini di sini. Lo?" tanya Prince asal nuduh sambil mendelik padaku.
"Idih, kurang kerjaan banget gue lakuin itu," bantahku manyun. Tatapku melirik Regan yang akhirnya bisa melihat hal yang sejak tadi aku tutupi.
Nggak ada reaksi apa pun dari cowok itu. Dia masih tenang, nggak seperti Prince yang kehebohan. Bahkan kapten tim basket putra itu sekarang menuduh Kara.
"Ya kali gue!" protes Kara nggak terima.
"Lo kan anggota mading."
Kara mendelik. Meski dia fans Prince, tapi dia nggak bucin seperti Meysa. Sesekali dia berani melawan kalau sikap nyebelin Prince kumat.
"Ya terus kalau gue anggota mading jadi gue gitu yang nempel foto kalian? Gue aja nggak pegang kuncinya."
Prince meraup muka lalu kepalanya menoleh dan memperhatikan satu per satu murid-murid lain yang mulai banyak berdatangan. Aku melihat Bagus baru saja memasuki pintu lobi dan ketika cowok itu melewati kami dengan tatap takut-takut, dia segera ngacir.
Tapi ... itu nggak mudah, Ferguso. Karena Bams dengan sigap menarik kerah belakang cowok itu.
"E-eh, ada apa ini?" tanya Bagus panik. Cowok berkaca mata tebal itu tampak ketakutan. Nggak heran, Prince-kan memang berandal.
"Mau ke mana santai dulu, Bro," ujar Bams menepuk pundak Bagus.
Prince maju selangkah lalu bersedekap tangan, menatap tajam cowok di depannya. "Lo bawa kunci mading, kan?"
Bagus tidak langsung menjawab. Dia malah melirikku dan lainnya. Aku yang sengaja memelotot padanya membuat cowok rambut klimis itu tampak jeri. Bagus mengangguk, lalu tangannya merogoh saku celana dan mengeluarkan beberapa anak kunci dari sana.
"Buka madingnya gih," perintah Prince seraya mengedikkan dagu.
Bagus menurut dan membuka mading. Begitu kaca mading digeser, Prince langsung mencabut foto itu.
"Denger baik-baik. Bilang sama temen-temen mading lo pasang aja info yang berguna. Kalau gue nemu kayak gini lagi, gue bakal pastikan club mading sekolah nggak akan pernah ada lagi. Ngerti?" ancam Prince, lalu menepuk kepala Bagus dengan foto yang dia pegang.
Bagus hanya nyengir seraya mengangguk.
Prince dan teman-temannya lantas beranjak pergi. Syukurlah Bagus nggak kena sasaran Prince. Aku lihat emosi Prince sedikit terkendali.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Regan, menatap Bagus yang sedikit tampak pucat.
Bagus menggeleng. "Nggak apa-apa, Kak. Kalau begitu gue permisi." Seolah takut bakal kena introgasi, cowok berkacamata itu langsung kabur.
"Kira-kira siapa ya yang nempel foto itu? Yang pegang kunci kan Citra, tapi gue nggak yakin dia pelakunya," ucap Meysa tiba-tiba.
"Close case-kan? Siapa pun orangnya semoga kejadian kayak gini nggak terulang," sahut Regan yang langsung mendapat anggukan setuju dariku dan juga Kara.
"Tapi Kak Regan ... " Meysa kembali bersuara membuatku refleks memasang siaga. Firasatku mendadak nggak enak. "Kak Regan nggak beneran suka sama Sindy, kan? Seperti yang gosip itu bilang."
Tuh kan!
Regan sampai terbengong lalu mengerjap-ngerjapkan mata. Detik berikutnya dia tersenyum canggung sambil melirikku.
"Nggak usah nanya aneh-aneh, mending kita ke kelas," ucapku gemas. Rasanya sudah pengin nampol mulut Meysa.
"Gue cuma mau mastiin. Jangan sampai Club Pecinta Regan pada patah hati. Jadi, please, ya, Kak. Kamu jangan sampai suka sama Sindy."
Regan tampak makin bingung dengan ucapan nggak jelas Meysa. Aku memberi kode Kara untuk menggeret Meysa dari hadapan Regan.
Dalam hitungan tiga, cewek manis itu pun menggaet lengan Meysa. "Ayo, kita balik ke kelas. Bentar lagi bel," ujarnya menarik paksa Meysa yang lantas mencak-mencak.
"Gue cuma mau mastiin. Kak Regan, please, jangan sampe suka sama Sindy," seru Mesya lagi sebelum menghilang dari balik tembok koridor.
"Maaf buat kejadian pagi ini. Aku usahakan ini nggak akan terjadi lagi," ucapku merasa nggak enak dengan Regan. Biar gimana juga dia masih tergolong murid baru, tapi sudah diterpa pergosipan unfaedah begini.
"Nggak masalah kok," balas Regan seraya tersenyum.
Aku lega mendengarnya. "Aku harap nggak usah diambil hati ya. Anak-anak di sini memang kadang kelewatan."
Cowok dengan tulang hidung tinggi itu mengangguk. "Aku ngerti. Tapi, Sindy ...." Regan menggantung kalimatnya. Dia lantas menatapku lekat-lekat. "Seandainya itu beneran. Siapa yang akan kamu pilih? Aku atau Prince?"
Eh? Gimana? Kok aku mendadak roaming, ya.
Colokin aja tuh daun ke matanya
Comment on chapter Bab 2