Loading...
Logo TinLit
Read Story - Cinderella And The Bad Prince
MENU
About Us  

Disclaimer:

Cerita ini hanya fiktif belaka. Kalau ada kesamaan kejadian, nama tokoh, tempat dalam cerita ini. Itu hanya kebetulan semata tanpa ada unsur kesengajaan. 

 

===============

"Sin! Kaos kaki basket gue di mana?!" 

Teriakan itu lagi. Pagi ini entah untuk ke berapa kalinya suara itu terus berteriak karena hal remeh temeh. Ya Tuhan, padahal tanganku cuma dua dan sekarang lagi pegang wajan plus ulekan. Perkara kaos kaki saja harus manggil aku. 

"Di drawer paling bawah!" teriakku dari arah dapur. Saat ini aku sedang membuat nasi goreng kesukaan Tuan Muda Menyebalkan yang hobi teriak itu. Dia tahu nggak sih, kalau pagi ini kesibukanku ngalahin presiden dua periode? Apa dia nggak punya tangan dan kaki buat sedikit geser ke drawer yang aku yakin cuma berjarak kurang dari setengah meter dari tempatnya sekarang? 

"Kagak ada! Kebiasaan banget, sih. Kalau naruh yang bener dong!" 

Selain suka berteriak, dia juga suka nyalahin orang. Kalau bukan karena majikan, sudah aku toyor itu kepala busi supra. Nyebelin banget. 

Aku mengembuskan napas kasar. Kalau begini artinya aku harus sprint lagi ke atas. Aku bersumpah akan meletakkan kaos kaki itu ke hidungnya langsung kalau benda itu ditemukan di tempatnya yang benar seperti biasanya. 

Ke lima laci drawer semua keluar dan yang menyebalkan isinya berhamburan. Padahal baru kemarin aku membereskannya. Setengah mati aku menahan diri untuk tidak mengumpat melihat situasi ini. 

"Mana?" Lelaki dengan potongan rambut two block yang ada di depan drawer itu merentangkan tangan. Wajah putihnya sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah karena lagi-lagi berhasil membuat ubun-ubunku berasap. 

Tanpa membalas pertanyaan singkatnya yang menyebalkan itu, aku bergerak menuju laci drawer paling bawah. Beberapa tumpukan kaus kaki dan celana boxer ada di sana. Semua ditata rapi sesuai organizer masing-masing. 

Hanya sekali lihat saja, aku langsung bisa menemukan barang yang dia cari. Aku melepas napas muak dari hidung, lalu mengambil sepasang benda yang bikin manusia menyebalkan itu teriak-teriak. 

"Kalau nyari tuh pake mata, kaki, dan tangan. Jangan cuma pake mulut." Aku menempel dengan kasar kaus kaki itu ke jidatnya alih-alih hidung seperti yang sudah kurencanakan.  Lalu keluar dari kamar Tuan Muda. 

"Woi! Sopan banget lo! Diem di situ nggak?!" 

Dia teriak lagi, tapi aku nggak peduli dan terus melangkah untuk turun ke lantai bawah. Bicara soal kesopanan, dia yang tingkat kesopanannya di bawah rata-rata. Minusnya parah malah. 

"Gue pecat baru tau rasa!" 

Entah sudah berapa kali kalimat itu terlontar dari mulutnya yang penuh racun itu. Aku udah kebal, dan memang nggak berpengaruh juga. 

"Jangan mentang-mentang mami selalu belain lo, lo jadi belagu ya!" 

Dia mengejarku ke dapur. Ini pasti akan melelahkan. Aku berusaha tidak mendengar kata-katanya dan tetap fokus pada nasi goreng yang sedang aku buat. 

"Kelakuan lo bakal gue aduin ke papi biar dia cabut beasiswa lo!"

Aku nggak peduli ocehannya dan terus menuang nasi goreng yang sudah matang ke piring. 

"Ini makan dulu," ujarku seraya menaruh satu piring nasi goreng ke meja makan. Namun, sebelum piring itu mendarat ke permukaan meja, piring itu lebih dulu mencium lantai dan membuat isinya berhamburan. 

Aku menatap piring dan nasi goreng yang berceceran di lantai dengan mata melebar. Tanganku mengepal, dan dadaku mendadak panas. Aku sontak menatap laki-laki di depanku dengan tajam.

"Apa?! Lo mau marah?" Lelaki itu tak kalah melotot. "Itu nggak seberapa, ya. Anggap aja peringatan! Gue bisa lakuin lebih daripada ini kalau lo masih songong sama gue!" Dia bergerak mendorong bahuku sebelum beranjak meninggalkan dapur. 

Kalau bukan karena kata-kata ibu yang memintaku mengalah kalau si Tuan Muda manja ini lagi emosi, sudah aku serang lelaki itu dengan satu atau dua jurus. Ini benar-benar menyebalkan. 

"Sabar, ya, Neng. Pagi ini mood Den Prince lagi kacau gara-gara dapat kabar Tuan sama Nyonya mundur pulang ke Indonesia."

Aku mendongak ketika mendengar suara lembut itu. Itu suara Bi Tuti, asisten rumah tangga di sini. Jabatannya sama sih kayak aku. Cuma aku masih SMA dan ditugaskan khusus buat momong si Tuan Muda, sementara Bi Tuti sudah agak tua dan bertugas meng-handle semua pekerjaan rumah bersama dua asisten lainnya. 

Hampir satu semester aku terjebak lama di rumah besar ini. Ceritanya panjang, kalau aku tulis di sini keburu telat berangkat sekolah. 

***

Suara teriakan para cewek terdengar saat kakiku menginjak koridor kelas. Ini masih pagi, tapi rombongan para cewek SMA Dwiwarna sudah memenuhi lapangan basket outdoor yang berada di tengah-tengah kawasan gedung. 

Mataku menyipit, menyaksikan dari jauh Prince mengoper bola basket ke salah seorang rekannya. Masih pagi mereka sudah memproduksi keringat. 

Teriakkan para cewek yang melihat kegiatan itu dari dekat terdengar lagi ketika Prince berhasil memasukkan bola ke ring. Untuk beberapa saat aku melihat Prince melakukan high five dengan teman-temannya. 

"Heh! Bengong lo! Kalau mau gabung, gabung aja lagi." 

Aku menoleh dan mendapati Kara sudah ada di dekatku. Cewek berambut kriwil itu nyengir, tatapnya lantas terlempar ke lapangan basket sana. Detik berikutnya dia berseru seperti penonton lain. 

"Omo! Prince masukin three point. Kerennya benar-benar nggak ada obat." 

Terpaksa aku menoleh dan dari jauh kulihat Prince menatap ke arahku. Tatapannya terlihat sengit, dan mataku yang tajam bisa melihat sudut bibirnya terangkat. Aku merasa semua nggak akan baik-baik saja. 

Aku nggak peduli dan segera beranjak menuju kelas. 

"Sin! Kok pergi?! Gue kira lo mau nonton Prince main." Kara mengejarku. 

"Nggak. Gue mau baca buku."

Desahan kasar terdengar jelas dari Kara. "Buku lagi, buku lagi. Lo nggak bosen apa tiap hari peluk buku?" 

Aku berbelok dan masuk kelas. Suasana kelas sudah ramai. Ya, tentu saja, bel masuk kurang sepuluh menit lagi. Untungnya tidak ada tragedi ban bocor segala di jalan. Tingkah Prince tadi pagi bikin aku terpaksa melakukan double job bersih-bersih. 

"Sin, nitip dong." 

Aku belum sampai ke bangku saat Meisya menghadang langkahku. Cewek dengan poni tebal itu meringis, membuatku menghela napas. Di tangannya ada sebuah kotak kado, entah isinya apa. 

"Kenapa nggak lo kasih sendiri aja, sih?" sahutku malas dan sedikit mendorong bahunya agar aku bisa lewat. 

Seperti biasa Meisya akan merengek dan meminta agar aku mau membantunya. Padahal sumpah demi apa pun, selama ini hadiah-hadiah titipan dia buat Tuan Muda Prince selalu berakhir di tong sampah. 

"Ini yang terakhir," katanya masih membujuk, lalu duduk di depanku. 

"Udah, Sin. Bantu dia aja. Penging kuping gue denger rengekan dia," timpal Kara, yang sekarang sudah duduk di kursi sebelah. 

"Nggak janji selamat." Dengan terpaksa aku meraih kado berbentuk kubus itu. 

Kontan wajah Meisya berbinar-binar.  "Makasih, Sin! Lo the best!" serunya sambil berbisik lalu kembali ke kursinya. 

Meisya itu penggemar berat Prince. Seminggu sekali biasanya dia akan menitipkan bingkisan buat cowok sengak itu. Dia dan Kara tahu kalau aku tinggal di rumah Prince dan memberikan les buat cowok bengal itu. 

Tepat saat itu rombongan Prince memasuki kelas. Mereka sudah selesai bersenang-senang rupanya. 

Diam-diam aku melirik beberapa murid cewek, dan rata-rata memiliki tatap sama seperti Meisya dan Cheira.  Tatap memuja. 

Aku baru saja hendak menenggak minuman saat Prince berjalan melewati mejaku. Namun tiba-tiba tangannya yang kurang ajar itu merebut botol minumku dan langsung menenggak isinya. 

Mataku kontan melebar melihatnya kembali bertingkah menyebalkan. Dia meminum isi botol hingga tinggal setengah saja. 

"Ah! Segar," serunya sembari meletakkan botol itu ke meja, lalu berlalu begitu saja. 

"Prince!" panggilku merasa bosan, muak, dan entah perasaan apa lagi yang bisa mendefinisikan rasa kesalku sekarang. 

"Apa?" tanya dia kembali memutar badan. 

"Ganti minuman gue," ujarku, mati-matian menahan ekspresi agar tampak tenang. 

Dia terkekeh, dan kekehan itu langsung menulari centeng-centengnya. 

"Ganti?" Sebelah alis Prince terangkat. Dia kembali melangkah mendekatiku. "Itu kan masih ada setengahnya. Lo minum aja sisanya." 

Aku menatap tajam anak majikan ibu itu tanpa mengucapkan satu patah kata pun. 

"Kenapa? Marah?" tanya Prince lagi dengan senyum menyebalkan andalannya. 

"Lo harusnya bersyukur dong bisa minum bekas gue. Cewek-cewek di Dwiwarna pasti pada iri," lanjutnya, masih dengan senyum sok manis yang memuakkan. Senyum yang juga bikin cewek-cewek di sini menggandrunginya. 

"Nggak usah ganggu gue di sini," desisku pelan. 

Dia boleh ganggu aku di rumahnya, tapi nggak di sekolah. Bagi aku kedudukan kami sama saat sedang di sekolah. 

Prince menarik sudut bibir, tatapnya meremehkan. "Nggak janji."  

Setelah mengatakan itu dia benar-benar mundur, kembali ke mejanya, bersamaan dengan bunyi bel masuk. 

"Kalau lo nggak mau, minuman itu buat gue," bisik Kara. 

Aku mengernyit. Serius dia mau bekas minum orang?

"Siapa tahu aja Prince bisa jatuh cinta sama gue," lanjutnya terkekeh sambil nyengir. Dan di saat yang sama aku mendorong botol minum itu padanya. 

Bu Abel datang nggak lama kemudian. Hari ini ada jadwal praktikum mengamati klorofil pada daun, lalu menggambar jaringan daun yang akan kami amati. 

"Ibu akan membagi kelompok praktikum kalian. Kelompok ini sifatnya permanen yang artinya untuk seterusnya setiap ada tugas kelompok, ibu nggak perlu lagi membagi kelompok," ucap Bu Abel di depan sana. Di tangannya sudah ada buku presensi. 

"Gue harap bisa satu kelompok sama lo," bisik Kara, yang cuma aku aminkan dalam hati. 

"Agar kerja kelompok kalian efisien, hanya ada dua anggota dalam kelompok tersebut. Oke, ibu mulai, ya." 

Bu Abel mulai menyebutkan satu per satu nama kami lengkap dengan pasangannya. 

"Kara dan Ricky, Feri satu kelompok dengan Nanda ...."

Kara sontak mencebik kecewa ketika namanya disebut. Dia menengok ke belakang. "Kenapa gue sama si Ricky, sih? Males banget sumpah," gerutunya. 

Aku terkikik geli. Pasalnya Ricky itu lagi gencar mendekati Kara. Untung di Ricky, nggak untung buat Kara. 

"Next, Prince dan Sindy, Rita dan Silva ...." 

Tunggu! 

Ini aku nggak salah dengar, kan? Sontak aku menoleh ke belakang, dan menemukan Prince tengah menatapku dengan seringai lebar. 

"Sindy, gue iri banget sama lo bisa bareng Prince."

Dari belakang Meisya mengguncang bahuku. Nggak hanya itu, Kara juga melakukan hal sama. 

Aku memejamkan mata seraya menarik napas. Mereka nggak tau, sekelompok dengan Prince bagiku itu musibah. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • kori

    Colokin aja tuh daun ke matanya

    Comment on chapter Bab 2
  • kori

    Prince tipe yang kudu ditampol dulu

    Comment on chapter Bab 1
  • shasa

    Bakal seru ini wkwk...

    Comment on chapter Bab 1
  • jewellrytion

    Bener-bener bad Prince!! Sesuai dengan judulnya. Baru baca Bab 1 aja udah bikin spaneng sama kelakuannya πŸ˜©πŸ˜‚πŸ˜‚

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Ineffable class
421      276     12     
Mystery
Seluruh penghuni kelas XII IPS E rata-rata tidak waras. Di mana ketua bucin menjadi wakil ketua dan ketua kelas sendiri adalah musuhnya guru BK. Dari 15 siswa separuhnya kerapkali hilang saat jam pelajaran, 5 lainnya tidur, sisanya pura-pura menyimak guru. 15 kepribadian berbeda yang jarang akur ini, harus bersatu mencari wali kelas dikabarkan menghilang selama seminggu. Gawatnya, tuduhan tidak...
NADI
6132      1686     2     
Mystery
Aqila, wanita berumur yang terjebak ke dalam lingkar pertemanan bersama Edwin, Adam, Wawan, Bimo, Haras, Zero, Rasti dan Rima. mereka ber-sembilan mengalami takdir yang memilukan hingga memilih mengakhiri kehidupan tetapi takut dengan kematian. Demi menyembunyikan diri dari kebenaran, Aqila bersembunyi dibalik rumah sakit jiwa. tibalah waktunya setiap rahasia harus diungkapkan, apa yang sebenarn...
Love Yourself for A2
26      24     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
I'm Growing With Pain
13942      2099     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
The Black Hummingbird [PUBLISHING IN PROCESS]
21821      2431     10     
Mystery
Rhea tidal tahu siapa orang yang menerornya. Tapi semakin lama orang itu semakin berani. Satu persatu teman Rhea berjatuhan. Siapa dia sebenarnya? Apa yang mereka inginkan darinya?
Secercah Harapan Yang Datang
7082      2854     5     
Short Story
Ini adalah cerita yang dipinta aurora diterbitkan sang fajar ditenggelamkan sang makar sebuah kisah terkasih dalam dunia penuh cerita, dan ini adalah kisah yang dibawa merpati untuk sebuah kisah persahabatan yang terakhir. #^_^
Melihat Tanpamu
141      115     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
Love 90 Days
4262      1788     2     
Romance
Hidup Ara baikbaik saja Dia memiliki dua orangtua dua kakak dan dua sahabat yang selalu ada untuknya Hingga suatu hari seorang peramal mengatakan bila ada harga yang harus dibayar atas semua yang telah dia terima yaitu kematian Untuk membelokkan takdir Ara diharuskan untuk jatuh cinta pada orang yang kekurangan cinta Dalam pencariannya Ara malah direcoki oleh Iago yang tibatiba meminta Ara untu...
Comfort
1287      565     3     
Romance
Pada dasarnya, kenyamananlah yang memulai kisah kita.
CREED AND PREJUDICE
3227      1013     0     
Mystery
Banyak para siswa yang resah karena pencurian beruntun yang terjadi di kelas VII-A. Amar, sebagai salah satu siswa di kelas itu, merasa tertantang untuk menemukan pelaku dibalik pencurian itu. Berbagai praduga kian muncul. Pada akhirnya salah satu praduga muncul dan tanpa sadar Amar menjadikannya sebagai seorang tersangka.