Bab 50
Dr. Vini
Bulan berikutnya, kembali Lala harus berpindah rumah sakit karena jatah BPJS-nya berubah. Padahal, rumah sakit sebelumnya adalah rumah sakit tempat Papa bekerja.
Ternyata, rumah sakit yang baru lebih dekat dengan rumah Lala, hanya sekitar dua kilometer. Kini, Lala berdebar-debar. Apakah dokternya baik? Apakah obatnya akan cocok?
Jadwal kontrol Lala jam empat sore. Lala datang bersama dengan Mama. Lala memakai kaos kuning dan celana jeans. Ia tidak berani memakai rok seperti Mama. Ia takut itu akan menyulitkannya kalau ia kambuh. Ia akan kuatir terlihat pakaian dalamnya.
Karena baru kontrol pertama kali, Lala dan Mama tidak tahu bagaimana cara agar mendapatkan nomor antrian yang kecil. Seorang wanita cantik berambut keriting yang duduk di sebelah Mama berkata, “Kalau mau dapat nomor kecil, Ibu harus mendaftar tadi pagi. Seperti saya. Saya dapat nomor satu.”
“Oh …. Terima kasih informasinya, Bu,” ucap Mama.
Wanita itu dipanggil pertama segera setelah dokter datang. Sementara Mama dan Lala harus menunggu sampai malam. Lala membolak-balik kartu periksa dan membacanya. Tertulis nama dokter yang akan memeriksa Lala: ‘dr. Vini’.
Lala dan Mama masuk ruangan segera setelah nama Lala dipanggil. Dokter segera bertanya, “Apakah terdapat gejala ekstrapiramidal?”
Maksud Dokter Vini, apakah terdapat gejala seperti orang Parkinson, yaitu tremor dan kekakuan akibat efek samping obat.
“Iya, Dok,” sahut Lala. Ia mengulurkan tangannya yang bergetar-getar.
“Haloperidol saya ganti dengan Risperidon,” ucap Dokter Vini.
“Apakah saya akan mendapatkan Heksimer lagi?” tanya Lala.
“Tidak usah saja,” sahut Dokter Vini.
“Tapi saya sering sakit semacam serangan panik,” jelas Lala.
“Saya akan meresepkan Clozapin dan Amytriptlin,” urai Dokter Vini.
“Apakah saya tidak mendapatkan Analsik lagi seperti yang sudah-sudah?” tanya Lala.
“Analsik tidak baik untuk dikonsumsi jangka panjang,” terang Dokter Vini.
“Oh …. Baik, Dok, tapi saya tetap meminta Heksimer untuk berjaga-jaga,” jawab Lala.
“Baik, saya beri seperempat,” jawab Dokter Vini.
“Bagaimana kalau setengah?” bujuk Lala.
“Heksimer tidak baik untuk kecerdasan otak,” sahut Dokter Vini. Akhirnya, Lala mengalah.
Setelah beberapa hari, Lala mengonsumsi obat yang berbeda, ia tidak sakit selama tujuh hari. Tangannya pun sudah tidak gemetar lagi sehingga ia tidak memerlukan heksimer lagi.
Kini, obat rutin Lala adalah Risperidon. Kalau sakit, Lala akan mengonsumsi obat bila perlu, yaitu Clozapin dan Amytriptlin. Untuk mencegah tremor, Amytriptlin hanya boleh dikonsumsi setengah.
Dokter Vini menyuruh Lala menjulurkan tangannya saat kontrol berikutnya. Dokter Vini melihat tangan Lala dan menyatakan bahwa sudah tidak ada gejala ekstrapiramidal. Dokter Vini tidak meresepkan Heksimer lagi.
Lala merayu Dokter Vini, “Bagaimana kalau obatnya dikurangi?”
Namun, Mama berkata, “Tapi belum lama ini, Lala relaps.”
“Kalau begitu, obatnya belum bisa dikurangi. Harus tetap minum satu butir. Kalau tidak, ia tidak akan terkontrol,” sahut Dokter Vini.
Semula, Lala mengira bahwa Dokter Vini galak dan akan memarahinya. Ternyata, setelah meminum obatnya dengan teratur, Lala merasa suasana hatinya menjadi lebih baik. Kualitas hidupnya pun ikut membaik. Lala jadi bisa beraktivitas meskipun tidak seintens orang normal. Setidaknya, ia bisa bekerja dan menghasilkan beberapa ratus ribu sebulan.
Bersamaan dengan itu, Papa pensiun karena sudah lansia. Uang pensiun Papa sekitar dua juta per bulan. Pekerjaan Lala sebagai pekerja lepas tidak cukup untuk kebutuhan keluarga. Maka, Papa mencarikan barang dagangan yang bisa Lala jual, yaitu abon ayam, abon sapi, dan teh hijau.
Abon dagangan Lala adalah buatan rumahan dan tidak mengandung campuran kecuali bumbu rempah-rempah. Keluarga Lala selalu menjual abon yang baru karena abon yang lama mereka konsumsi sendiri.
Teh hijau dagangan Lala, Papa ambilkan dari pabrik perusahaan tempat Papa bekerja sebagai penulis dulu. Papa dulu menulis artikel-artikel tentang beraneka ragam teh dan khasiatnya.
Selain dijual, teh hijau itu juga Lala konsumsi sendiri karena salah satu efek samping mengonsumsi obat jiwa adalah kenaikan berat badan. Dengan demikian, berat badan Lala tetap stabil. Tak lupa, Lala mengatur pola makan, berolahraga, dan istirahat yang cukup.
Istirahat yang cukup juga mendukung tidak terjadinya kenaikan berat badan karena metabolismenya menjadi bagus. Jadi, istirahat bukannya malah menambah berat badan seperti yang biasa orang-orang kira.
Nasihat Dokter Vini yang selanjutnya pada saat kontrol berikutnya adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Ia bertanya, “Apa saja yang sudah kamu lakukan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan?”
“Berdoa, membaca Kitab Suci, dan ke gereja,” sahut Lala.
“Bagus. Seseorang harus mendekatkan diri kepada Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing,” ujar Dokter Vini.
Setiap hendak kontrol ke Dokter Vini di sore hari, Mama mengajak Lala berjalan kaki ke rumah sakit di pagi hari untuk mendaftar agar tidak mendapat nomor antrian yang besar. Lala menurut walaupun keringatnya bercucuran di sepanjang perjalanan. Kaos yang dipakainya pun basah setelah sampai di rumah sakit. Namun, ternyata, Mama masih kuat untuk mengajak Lala pulang dengan kembali berjalan kaki.
“Aku tidak boleh mengeluh. Jalan kaki itu sehat,” gumam Lala.
Lama-kelamaan, Mama menyuruh Lala pergi sendiri ke rumah sakit agar mandiri. Kalau pergi sendirian, Lala malas berjalan kaki. Ia pun pergi pulang dengan sepeda motor online saat mendaftar di pagi hari. Saat kontrol di sore hari, ia pergi pulang dengan mobil online.
Setelah beberapa tahun, Lala kontrol di rumah sakit itu, Bapak Satpam memberi Lala selebaran. Lala membacanya. Ternyata, cara mendaftar online dengan JKN mobile. Sejak saat itu, Lala selalu mendaftar online sejak jauh-jauh hari. Ia hanya perlu hadir saat hari H di sore hari dan mendapatkan nomor antrian yang kecil. Hanya sesekali saja, ia tidak bisa seperti itu, yaitu saat aplikasi sedang eror.