Loading...
Logo TinLit
Read Story - Psikiater-psikiater di Dunia Skizofrenia
MENU
About Us  

Bab 49

Dokter Rina

 

 

Hari ini Papa mengajak liburan ke Salatiga selama tiga hari. Lala menikmati liburannya. Mereka makan bakso dan soto di warung. Murah meriah. Namun, saat hendak meminum obatnya dan Lala merogoh-rogoh tasnya, ia tidak bisa menemukan obatnya. Ia membongkar tasnya dan menumpahkan seluruh isinya di meja kayu cokelat di warung soto, tetapi obatnya tetap tidak ada.

 

“Astaga! Ke mana obatku!” seru Lala. Ia mencoba mengingat-ingat kembali di mana obatnya sebenarnya berada. Ternyata, kemarin, setelah ia habis meminumnya, ia lupa memasukkannya kembali ke dalam tas.

 

Papa Mama memutuskan untuk mencarikan obat yang sejenis di apotek terdekat. Namun, dari apotek-apotek yang mereka kunjungi, tak satu pun yang menyediakan atau mau memberikan obat Lala. Obat Lala tergolong langka dan tak semua apotek menjualnya. Kalaupun ada, obatnya harus ditebus dengan resep dokter. Papa bisa menulis resep, tetapi ia tidak membawa lembaran-lembaran resepnya.

 

Demi Mama Papa lihat bahwa Lala sudah stabil, mereka menguatkan Lala untuk tidak usah minum obat dulu dan menikmati semuanya sampai liburan berakhir. Mama Papa mengajak Lala menginap di hotel dan menikmati makanan hotel yang lezat-lezat dan beraneka ragam. Ada steak, sandwich, nasi goreng, bubur ayam, dan sereal. Minumannya beraneka ragam jus, seperti jus jeruk, jus jambu, dan jus semangka.

 

Pulangnya, segalanya masih terlihat baik-baik saja. Lala tidak menunjukkan gejala kekambuhan. Ia masih menyanyi riang di mobil.

 

Setelah sampai di rumah, kembali Lala mendengar suara-suara yang berusaha diabaikannya dengan cara tidur. Namun, bangun tidur, wahamnya menguat. Ia tidak mau minum obat lagi. Ia merasa bahwa Mama Papa hendak meracuninya. Ia pernah mendengar Papa berkata kepada Mama, “Obat-obatan itu bisa membuat gendut.”

 

“Perutku yang membuncit ini gara-gara Papa Mama yang memaksaku minum obat,” pikir Lala.

 

Sampai seminggu, Lala tidak minum obat tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya. Hari ketujuh, saat Lala berpapasan dengan Papa di ruang tamu, Lala melihat Papa seperti monster yang kejam. Itu karena Papa pernah memukul dan membentak-bentaknya.

 

Bulu-bulu di tangan Papa menjadi panjang-panjang menjuntai, disusul dengan bulu-bulu di tubuhnya yang menyeruak dari balik kaus singletnya. Kuku-kuku Papa menjadi panjang-panjang dan meruncing tajam. Matanya melotot. Air liur menetes dari sudut mulutnya.

 

“Aku harus melawannya sekarang atau tidak sama sekali. Nanti sudah terlambat. Aku yang melukainya atau ia yang melukaiku,” gumam Lala.

 

Lala melakukan gerakan tiba-tiba untuk menyerang Papa. Lala menghamburkan tubuhnya ke arah Papa seraya tangannya mendorong dan memukul-mukul sekuat tenaga. Ia memang sudah sering berlatih meninju-ninju dinding, lantai, dan pohon. Tadinya, hendak digunakan untuk membalas teman-teman yang pernah merundungnya.

 

Papa kaget setengah mati. Ia balik mendorong Lala. Lala tersudut di sofa. Lala tidak kehabisan akal. Dicakarnya tangan-tangan Papa dengan kuku-kukunya yang panjang karena belum dipotong. Serta-merta, tangan Papa luka-luka dan berdarah. Papa menyuruh Mama menelepon temannya yang adalah seorang psikiater di rumah sakit tempat Papa bekerja.

 

“Halo? … Saya mau memesan janji temu …. Saya tidak bisa membayar biaya rawat inap …. Uangnya sudah dipakai untuk liburan …. Baik …. Terima kasih!” sapa Mama di telepon. Entah apa yang dikatakan oleh orang di seberang sana.

 

Malamnya, Lala berbaring di lantai ruang tamu. Mama menggoyang-goyang tubuhnya dan membujuk, “Ayo, Lala tidur di kamar!”

 

Lala bergeming. Papa Mama mencoba mengangkat tubuh Lala, tetapi Lala menahan tubuhnya sedemikian rupa sampai Mama Papa keberatan. Mama berinisiatif mengambilkan obat di atas nakas di kamar Lala. Papa meminumkan obatnya secara paksa ke mulut Lala. Lala pun menelannya walaupun tidak sengaja. Posisi Lala yang sedang berbaring mempermudah obat masuk melewati kerongkongan dan menuju ke lambung. Sesaat kemudian, Lala menjadi tenang. Tengah malam, Lala sudah mau masuk ke kamar.

 

Besoknya, Mama mengantar Lala ke psikiater yang baru-baru ini diteleponnya, yaitu pada saat Lala mengamuk. Lagi-lagi, mereka harus menunggu antrian. Lala menggerak-gerakkan kaki tidak sabar.

 

Akhirnya, nama Lala dipanggil. Lala dan Mama masuk ke ruangan. Psikiater menyambut mereka dengan senyuman. Sapanya, “Halo? Nama saya Dokter Rina.”

 

Mama tersenyum, tetapi Lala tetap cemberut. Mama segera menceritakan panjang lebar tentang Lala yang mengamuk. Dokter Rina menulis-nulis di selembar kertas, “Saya resepkan haloperidol, karena mamanya Lala ada riwayat diabetes. Efek samping terkena diabetes lumayan kecil dengan Haloperidol.”

 

Sejak mengonsumsi Haloperidol yang berwarna pink itu, tangan Lala terus saja tremor dan gerakannya menjadi kaku seperti robot. Ia teringat masa lalu di mana keadaannya lebih parah.

 

Waktu itu, ia mengonsumsi obat racikan yang tidak ia ketahui kandungannya karena sudah dimasukkan ke dalam kapsul-kapsul biru. Di jalan, ia membawa kapsul-kapsul itu, tetapi ia lupa membawa obat yang juga harus diminum bersamaan dengan kapsul-kapsul itu. Mama mendesaknya meminum sebutir kapsul tanpa obat penyerta.

 

Sesampainya mereka di supermarket, kepala Lala miring-miring. Lala berusaha meluruskannya, tetapi kepala Lala terus saja miring kembali. Mama marah, “Lala! Jangan gitu!”

 

Mama berpikir bahwa Lala sengaja. Setelah dikonsultasikan dengan psikiater, ternyata itu adalah efek samping karena obat penyerta tidak diminum.

 

Sekarang, ingatan Lala kembali ke masa kini sewaktu Mama berkata, “Kita harus kembali ke Dokter Rina.”

 

Mama kembali membawa Lala ke Dokter Rina dan menyampaikan keluhan Lala. Dokter Rina menulis ‘Heksimer XXX’ di kertas resepnya. Mama menebusnya di apotek. Sembari menunggu antrian, Lala membuka percakapan, “Ma, kenapa banyak yang datang dan menunggu di depan ruangan Dokter Rina?”

 

“Itu pasien narkoba,” sahut Mama.

 

“Maksudnya?” tanya Lala, penasaran.

 

“Mereka adalah mantan pemakai narkoba. Mereka sudah kecanduan. Jadi, mereka membutuhkan obat khusus untuk menghilangkan kecanduan mereka perlahan-lahan, hari demi hari,” jelas Mama. Lala tidak berani bertanya apa-apa lagi dengannya.

 

Maka, setelah nomor antrian Lala dipanggil dan ia mendapatkan obatnya, ia segera mengonsumsi heksimer. Berangsur-angsur, hari demi hari, tremor Lala semakin berkurang. Namun, ia ingat perkataan seorang psikiater saat ia mengikuti ceramah di Taman Asmukata, “Heksimer bisa menurunkan fungsi kognitif.”

 

“Apa boleh buat. Kalau aku kesakitan, aku harus meminum sesuatu. Setidak-tidaknya, beberapa jam setelah aku mengonsumsi heksimer, aku akan sembuh,” pikir Lala.

 

Untuk mempertahankan fungsi kognitifnya, Lala berusaha untuk banyak membaca dan belajar. Buku apa saja dilahapnya, termasuk buku-buku Papa yang materinya berat-berat. Papanya Lala dokter dan sangat cerdas. Buku-bukunya adalah buku-buku kedokteran. Kalaupun Papa membeli novel-novel, semuanya termasuk materi berat. Ada yang tentang hukum, detektif, dan fiksi ilmiah.

 

Kini, Lala mengalami keluhan lagi. Rasa sakit itu menderanya kembali terutama kalau ia membaca materi yang terlalu berat dan lupa untuk berhenti. Bagian-bagian cerita seperti pembunuhan dan penyiksaan membuatnya tidak kuat menahan hati. Ia berteriak-teriak sambil berderai air mata.

 

Mama kembali membawa Lala ke Dokter Rina. Mama menceritakan keadaan Lala ke Dokter Rina. Ia berkata, “Akhir-akhir ini, Lala tidak bisa menahan diri.”

 

“Ada apa, La?” selidik Dokter Rina.

 

“Kepala saya sakit sekali, Dok. Rasa sakit yang tidak biasa dan tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Saya merasa bagaikan dimahkotai duri yang menancap tembus ke otak,” keluh Lala.

 

Kembali Dokter Rina mencorat-coret kertas resep. Diberikannya resep itu ke tangan Mama. Tertulis, “Analsik XXX,” yang berarti Analsik tiga puluh butir.

 

Kembali Mama menebus resep di apotek dan memberikan obatnya ke tangan Lala. Sejak saat itu, hampir tiap hari, Lala mengonsumsi Analsik, yang terkadang hanya mengurangi sedikit sakitnya sebelum ia benar-benar sembuh dan terkadang ia segera sembuh begitu saja. Ia tidak peduli kepada Papa yang berkata, “Hati-hati dengan efek samping.”

 

“Apa peduliku dengan efek samping. Toh, aku sakit dan kalau tidak minum obat, aku tidak bisa berfungsi,” pikir Lala.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
WINGS "You Never Walk Alone"
653      414     2     
Fan Fiction
Vi, pria dingin dengan sikap acuhnya dan dingin membuat siapapun tidak mau berurusan dengan dirinya. Pria itu begitu teguh pada pendiriannya dan tidak mudah goyah. Ia didik begitu keras oleh Ayahnya. Hingga ia bertemu dengan gadis bernama Rua yang memiliki sikap konyol dan selalu membuatnya kesal. Dibalik sikap konyol Rua ternyata gadis itu menyimpan penderitaan yang sama dengan Vi. Mereka butuh ...
Loveless
9103      4442     612     
Inspirational
Menjadi anak pertama bukanlah pilihan. Namun, menjadi tulang punggung keluarga merupakan sebuah keharusan. Itulah yang terjadi pada Reinanda Wisnu Dhananjaya. Dia harus bertanggung jawab atas ibu dan adiknya setelah sang ayah tiada. Wisnu tidak hanya dituntut untuk menjadi laki-laki dewasa, tetapi anak yang selalu mengalah, dan kakak yang wajib mengikuti semua keinginan adiknya. Pada awalnya, ...
Melihat Tanpamu
187      145     1     
Fantasy
Ashley Gizella lahir tanpa penglihatan dan tumbuh dalam dunia yang tak pernah memberinya cahaya, bahkan dalam bentuk cinta. Setelah ibunya meninggal saat ia masih kecil, hidupnya perlahan runtuh. Ayahnya dulu sosok yang hangat tapi kini berubah menjadi pria keras yang memperlakukannya seperti beban, bahkan budak. Di sekolah, ia duduk sendiri. Anak-anak lain takut padanya. Katanya, kebutaannya...
BestfriEND
59      52     1     
True Story
Di tengah hedonisme kampus yang terasa asing, Iara Deanara memilih teguh pada kesederhanaannya. Berbekal mental kuat sejak sekolah. Dia tak gentar menghadapi perundungan dari teman kampusnya, Frada. Iara yakin, tanpa polesan makeup dan penampilan mewah. Dia akan menemukan orang tulus yang menerima hatinya. Keyakinannya bersemi saat bersahabat dengan Dea dan menjalin kasih dengan Emil, cowok b...
Lepas SKS
206      180     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
Premium
Sepasang Mata di Balik Sakura (Complete)
15091      2086     0     
Romance
Dosakah Aku... Jika aku menyukai seorang lelaki yang tak seiman denganku? Dosakah Aku... Jika aku mencintai seorang lelaki yang bahkan tak pernah mengenal-Mu? Jika benar ini dosa... Mengapa? Engkau izinkan mata ini bertemu dengannya Mengapa? Engkau izinkan jantung ini menderu dengan kerasnya Mengapa? Engkau izinkan darah ini mengalir dengan kencangnya Mengapa? Kau biarkan cinta ini da...
Let Me be a Star for You During the Day
1235      689     16     
Inspirational
Asia Hardjono memiliki rencana hidup yang rapi, yakni berprestasi di kampus dan membahagiakan ibunya. Tetapi semuanya mulai berantakan sejak semester pertama, saat ia harus satu kelompok dengan Aria, si paling santai dan penuh kejutan. Bagi Asia, Aria hanyalah pengganggu ritme dan ambisi. Namun semakin lama mereka bekerjasama, semakin banyak sisi Aria yang tidak bisa ia abaikan. Apalagi setelah A...
SABTU
3910      1510     10     
True Story
Anak perempuan yang tumbuh dewasa tanpa ayah dan telah melalui perjalanan hidup penuh lika - liku, depresi , putus asa. Tercatat sebagai ahli waris cucu orang kaya tetapi tidak merasakan kekayaan tersebut. Harus kerja keras sendiri untuk mewujudkan apa yang di inginkan. Menemukan jodohnya dengan cara yang bisa dibilang unik yang menjadikan dia semangat dan optimis untuk terus melanjutkan hidupn...
Love Yourself for A2
36      33     1     
Short Story
Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan". Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, a...
Only One
1317      866     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...