Bab 47
WIsata
Papa Mama memutuskan mengajak Lala jalan-jalan dengan keluarga besar. Mereka semua keluar kota dan mengunjungi tempat-tempat yang menarik, seperti taman wisata dan toko-toko pusat oleh-oleh. Lala naik turun mobil untuk mengikuti kegiatan mereka. Ia berkeliling-kelililing.
Menjelang siang, Lala merasa sangat lelah. Tubuhnya terasa lunglai. Kaki-kakinya gemetar. Otomatis, penyakitnya kambuh lagi. Ia menelan sebutir obat tetapi tidak mempan. Tantenya memegang tangannya dan berseru, “Tanganmu dingin sekali!”
“Pasti dia lapar!” seru Mama. Ia mengangsurkan sate ayam ke tangan Lala. Sahut Lala, “Aku tidak selera.”
“Kamu harus makan. Nanti pasti sembuh,” bujuk Mama.
Lala berusaha memakan satu tusuk sate, tetapi sakitnya malah semakin menjadi. Kecemasannya meningkat tajam. Daging ayam yang terselip di antara gigi-giginya membuatnya berpikir bahwa gigi-giginya akan rusak. Daging ayam itu akan membusuk di sana dan membuat gigi-giginya keropos. Lala mengaduh kesakitan seraya menceracau.
“Sabar ya, La! Sebentar lagi, kita akan istirahat di hotel,” hibur Mama.
Namun, bukannya menuju hotel, mereka malah berhenti di suatu tempat terlebih dahulu untuk membeli buah-buahan. Padahal, antriannya panjang sekali. Doa Lala dalam hati, “Tuhan, tolonglah aku! Hentikanlah semua siksaan ini.”
Akhirnya, Mama dan Tante berhasil mendapatkan apa yang mereka inginkan dan kembali ke mobil. Lala masih berusaha menahan sakit. Ia merasa bahwa tubuhnya terlempar ke mana-mana.
Sopir segera melajukan mobil ke hotel. Untungnya, Papa sudah memesan kamar sehari sebelum berangkat.
Sesampainya di hotel, Lala menanyakan nomor kamar kepada siapa pun yang berada di situ. Papa mulai merasa jengkel dan berkata-kata dengan cepat. Lala tidak bisa mengerti. Begitu didengarnya suatu nomor, entah dari siapa, “111,” ia segera setengah berlari dan mencari kamar itu.
Lala menemukan kamarnya dan mencoba berbaring di kasur. Keluarganya berhamburan masuk kamar, diikuti sopir. Ia berkata, “Saya bisa menghipnotis sehingga Lala sembuh.”
“Boleh, Pak!” kata Mama.
Maka, bapak sopir berambut keriting dan berkulit hitam itu berusaha menghipnotis Lala. Katanya, “Sekarang Lala akan menekuk tangan.”
Lala menekuk tangannya. Kata Bapak Sopir, “Tangan Lala menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan lagi. Coba gerakkan tangannya!”
Lala menggerakkan tangannya dan ternyata, tangannya masih bisa digerakkan. Kata Bapak Sopir, “Sekarang, Lala memegang balon helium. Balon helium itu mengangkat tangan Lala ke atas.”
Lala mengangkat tangannya ke atas.
Kata Bapak Sopir, “Apakah kejadian menyakitkan yang baru-baru ini, Lala alami.”
“Patah hati,” sahut Lala.
“Siapa nama cowok itu?” tanya Bapak Sopir.
“Soni,” jawab Lala.
“Sekarang, timbul keyakinan dalam diri Lala bahwa Soni akan datang kembali. Sekarang, Lala melihat bahwa Soni sudah hadir di hadapannya,” sugesti Bapak Sopir. Lalu, katanya lagi, “Sekarang, lihat saya! Apakah kamu sudah melihat Soni hadir di hadapanmu?”
Lala menggeleng.
Tanya Pak Sopir, “Siapakah saya?”
“Pak Sopir,” jawab Lala.
Sebenarnya, Pak Sopir merasa gagal, tetapi ia menutup-nutupinya dengan berkata kepada Mama, “Lala ini kurang santai, Bu, jadi hipnotisnya tidak maksimal. Sebentar lagi, ia pasti akan tertidur.”
Benar saja. Sebentar kemudian, Lala mulai terserang kantuk dan tertidur seperti bayi. Ia tidak lagi merasakan keluarganya yang sedang berkerumun di dekatnya dan tidak mengetahui apa saja yang sedang mereka lakukan.
Malamnya, Lala terbangun dan langsung memakan dengan lahap nasi bungkus yang tersedia di atas nakas. Celetuk Mama, “Pintar ya Pak Sopir. Ia bisa menyembuhkanmu.”
“Pintar apanya. Aku mengantuk karena obatnya sudah bekerja dan aku sembuh juga karena obatnya sudah bekerja,” gumam Lala.