Dsiclaimer: Bab-bab yang saya tulis ini belum rapi karena saya tulis terburu-buru dan belum saya edit berhubung dengan keterbatasan waktu dan baru mulai saya tulis setelah lomba dimulai. Biasanya, saya bisa menulis dengan tenang selama satu bulan untuk satu karangan sepanjang 20.000 kata.
Prolog
Sepasang suami istri menikah dan mendaftarkan pernikahan mereka di catatan sipil. Tidak ada satu pun anggota keluarga yang hadir karena ibu dari laki-laki tersebut tidak menyetujui pernikahan mereka. Ibunya berpendapat bahwa si perempuan tidak cocok untuk anak laki-lakinya karena si perempuan berasal dari keluarga miskin. Namun, si laki-laki bersikeras menikahi si perempuan karena sudah terlanjur cinta.
Beberapa tahun kemudian, si perempuan hamil. Sayangnya, ibu mertuanya meminta untuk tinggal bersama mereka karena ayah mertuanya baru saja meninggal. Ibu mertuanya menjadi sebatang kara dan kesepian.
Si laki-laki mengizinkan ibunya tinggal bersama si laki-laki dan istrinya. Ia tidak enak hati kepada ibunya karena ibunya telah merawat dan mengasuhnya sejak kecil. Bahkan, ibunya telah sangat memanjakannya dan membuatkannya masakan-masakan yang lezat.
Mengetahui bahwa si perempuan hamil, ibu mertuanya bukannya malah menyayanginya. Kebenciannya terhadap perempuan itu makin bertambah-tambah karena ibu mertuanya berpikir bahwa perempuan itu menikahi anaknya karena harta. Setiap hari, ia mengomel dan membebankan pekerjaan yang berat-berat kepada perempuan itu.
“Kenapa kamar mandi ini kotor sekali? Dasar kamu adalah istri yang tidak becus!” omel ibu mertuanya.
“Apakah pakaian-pakaian itu sudah dicuci? Ingat, kamu tidak boleh mencucinya dengan mesin cuci. Nanti, pakaian-pakaian mahalku rusak semua.” Ibu mertuanya memperingatkan.
“Ini piring-piring masih amis. Cuci ulang!” Demikianlah, ibu mertuanya terus saja mengomel sepanjang hari. Bahkan, ketika kandungannya mulai membesar, ibu mertuanya masih saja menyuruhnya bekerja rumah tangga.
Akhirnya, waktu melahirkan pun tibalah. Suaminya memergokinya sedang kesakitan seraya memegangi perut di lantai dapur. Suaminya pun menggendongnya ke mobil dan membawanya ke rumah sakit.
Anak perempuan mereka lahir dengan selamat sambil menangis. Namun, mereka belum mengetahui kalau kelak, ia akan menderita kelainan mental. Kelainan itu bisa terjadi karena tekanan yang diderita ibunya semenjak ia berada dalam kandungan.
Suami istri itu membawa anak mereka ke rumah setelah istrinya dinyatakan sudah kuat untuk pulang ke rumah. Mereka menamai anak mereka Lala, tetapi ibu dari laki-laki itu mengusulkan nama Bianglala. Mereka pun setuju saja sambil bertanya-tanya dalam hati, apa arti dari nama tersebut.
“Arti dari nama itu tidak jelek kok walaupun aku tidak menyukai istrimu. Sebuah bianglala kan bisa menghibur juga,” celetuk ibu dari si laki-laki.