Fayena merebahkan diri di kasurnya dengan nyaman. Jemari lentiknya mulai mengetikkan sesuatu pada benda pipih yang ia pegang. Sebuah foto yang dikirimkan oleh Juanda adalah topik yang ia bahas dengan pria itu. Entah ini penting atau tidak, Fayena sungguh merasa terganggu dengan pikirannya yang selalu tertuju pada foto sebuah lukisan yang mana objeknya sangat mirip dengannya.
Fayena
Maaf kalau saya ganggu. Itu kok ada foto lain yang kamu kirim? Foto lukisan lho itu. Kamu yang lukis kah?
Juanda
Oh, maaf ya, Faye. Kayaknya kelebihan kirim waktu itu. Iya itu lukisan saya. Jadi malu malah terkirim ke Faye. Maaf, Faye.
Fayena
Gapapa kok, Juan. Tapi itu objeknya mirip saya, ya? Apa saya cuma salah liat aja apa gimana? Cuma kayak saya versi rambut keriting gitu. Bajunya juga sederhana.
Juanda
Cewek yang dulu saya suka, Faye. Dia tinggal di desa Grawang Telu. Walau kelihatan sederhana, tapi dia cantik banget bagi saya. Sama persis kayak Faye wajahnya.
Fayena
Oh, jadi beneran mirip saya? Pikir cuma pendapat saya doang yang nilai itu cewek mirip sama saya. Berarti fix sih cewek yang kamu suka cantik banget.
Juanda
Hehe. Iya sama-sama cantik. Jadi pengin mempertemukan Faye sama dia. Seandainya bisa ke sana bareng Faye. Eh, kok lancang sih saya. Maaf Faye cuma bercanda doang.
Fayena
Gapapa. Kayaknya seru juga kalau saya ke sana dan liat langsung seberapa mirip kami. Oke noted desa Grawang Telu. ya.
Juanda
Hehe. Iya, Faye.
Fayena hanya membaca pesan terakhir dari Juanda. Ia memikirkan sesuatu tentang Juanda. Baru pertama kali chatingan mengapa rasanya sudah akrab begini? Fayena heran akan hal itu. Padahal dirinya tipikal yang tak senang chatingan dengan orang asing.
"Apa Juanda aja ya yang jadi asisten gue? Kok gue kayak nyaman gitu ngobrol sama dia? Orangnya ramah, sopan, terus nggak macem-macem dari mukanya. Yang pastinya nih orang suka sama gue, pasti dia bakal mati-matianlah lindungin gue. Oke fix gue ajak ketemuan aja deh," monolog Fayena. Ia kembali mengirimkan pesan pada Juanda untuk mengutarakan maksudnya.
Fayena
Juan, kamu mau nggak ketemuan sama saya besok di kafe Brilliant? Ada yang mau saya omongin sama kamu. Sekalian traktir kamu karena udah ngasih saya foto-foto manggung yang bagus banget kayak gini. Kamu ada waktu?
Juanda
Mau banget, Faye. Ya ampun mimpi apa kemarin diajakin idola sendiri ketemuan.
Fayena
Haha. Biasa aja, Juan. Saya ada perlu sama kamu. Oke jam empat sore, ya? Soalnya saya pagi ada jadwal pemotretan sampe siang
Juanda
Siap, Faye!
Fayena tersenyum membaca pesan dari Juanda. Pemuda itu tampak sangat antusias sekali diajak ketemuan. Apalagi dikasih pekerjaan yang selalu dekat dengannya. Fayena yakin Juanda sangat kaget mendengar tawarannya tersebut. Mengapa Fayena yang tak sadar melihat ekspresi senang pemuda itu?
"Aduh kok gue yang salting astaga," keluh Fayena geleng-geleng kepala.
Tiba-tiba ada pesan masuk dari Regina, Fayena pun langsung membuka pesan dari managernya itu.
Manager Regina
Faye, lo harus tau. Gue udah tahu duluan siapa lawan main lo di series Give Your Love. Yang menang GABRIEL. Catet nih, GABRIEL! Tantrum nggak sih tuh Alfino kalau tau?
Eh, tapi lo jangan ngundurin diri hanya karena ini, ya? Bisa-bisa nama lo tercoreng. Parahnya lagi berita nanti bikin narasi sendiri kalau lo mengundurkan diri setelah tahu lawan main lo Gabriel. Bisa-bisa dirujak netizen lo, Faye. Apalagi fans Gabriel banyak dan pada fanatik. Mereka pasti nggak terima kalau lo ngehindarin drama ini karena idola mereka. Gue harap lo profesional, Faye. Jangan mikirin soal cinta mulu. Biarin Alfino ngambek, kalau dia beneran cinta sama lo ya nggak bakal permasalahin ini karena lo itu bintang terkenal. Ya seorang bintang harus profesional dong. Jangan ya, Faye?
Fayena
Duh, ada-ada aja deh. Kok sampai dipilih Gabriel sih? Kan ada dua lagi yang cocok. Tapi gue nggak bisa ngehindar juga sih. Fans gue nunggu banget drama gue yang satu ini. Soalnya gue bakal jadi pemeran utama untuk pertama kalinya, kan.
Manager Regina
Nah, itu dia. Pokoknya skip soal cinta dulu, Faye. Cinta cuma bikin citra lo buruk aja. Jangan sampai deh lo pentingin Alfino yang egois minta ampun itu sampai ngorbanin karir sendiri. Ingat, lo bintang terkenal dan banyak banget yang suka sama lo. Dapetin kek Alfino mah gampang banget.
Eh kok gue kayak jadi perusak hubungan orang, ya. Haha
Fayena
Ya emang lo pengin ngerusak hubungan kami dari dulu. Kampret lo, Regina. Tapi lo tenang aja, gue bakal pertimbangin buat terus maju di drama ini. Kayaknya Alfino nggak bakal semarah itu deh. Tau ah, gue bakal bujuk dia juga nanti supaya mau berdamai sama keputusan gue. Coba aja dulu ya kan.
Manager Regina
Itu karean Alfino seegois itu dan nyebelin, Faye. Makanya gue mau kalian putus. Gemes bgt gue pengen getok tuh kepala Alfino. Oke gue harap lo buat keputusan yang baik. Oke Bye, jangan lupa besok bangun pagi ya, Nyonya.
Fayena
Siap
Di sisi lain, Juanda kegirangan di kamarnya ketika mendapat pesan dari Fayena bahwa ia ingin bertemu dan mentraktirnya di sebuah kafe. Rasanya Juanda benar-benar menjadi penggemar yang beruntung bisa nge-date dengan idolanya sendiri. Tiba-tiba saja pintu terbuka, menampilkan sosok Alfino yang menerobos masuk ke dalam kamarnya, lalu mengambil power bank miliknya tanpa izin di dalam laci.
"Izin dulu napa. Bisa kan rada sopan dikit?" tegur Juanda pada Alfino yang hendak melangkah kelaur lagi.
Alfino menoleh pada Juanda dengan senyuman remehnya. "Emang perlu izin? Gue rasa nggak perlu izin tuh. Toh yang beliin ini bokap gue. Dari dulu duit bokap gue ya punya gue."
Alfino memang selalu seperti itu padanya. Juanda jadi menyesal telah memilih takdir ini, di mana ia harus menjadi adik tiri seorang Alfino Ziacler yang angkuh dan emosian minta ampun. Sudah sekali Juanda merasakan pukulan mematikan dari pria itu. Ia tak ingin hal tersebut terulang kembali. Maka ia biarkan Alfino keluar dari kamarnya.
Juanda duduk di sisi kasurnya, ia jadi teringat awal mula mengapa dirinya bisa berada di sini. Pada kehidupan sebelumnya, Juanda adalah salah satu warga desa Grawang Telu. Ia adalah sosok pemuda tampan yang sangat dirawat dengan baik oleh orang tuanya. Orang tunya—Bani dan Fatmala—sangat over protectiv dengan segala sesuatu yang ia lakukan. Mulai dari pertemanan, pendidikan, dan juga makanan. Juanda bahkan dilarang berteman dengan Fayena yang sudah ia sukai sedari dulu. Pada saat terpuruk karena dirinya harus mau kuliah di luar negeri dan akan dijodohkan setelah wisuda, membuat Juanda tertekan dan melakukan hal yang sama dengan apa yang Fayena lakukan. Ia memilih takdir menjadi anak orang kaya yang tak terlalu dikekang dan dijaga oleh orang tuanya.
"Rasanya gue mau balik lagi ke kehidupan gue yang sebelumnya. Walau dikekang orang tua, tapi mereka peduli banget sama gue. Beda sama yang sekarang. Orang tua gue yang sekarang nggak ada yang peduli. Bahkan keinginan gue punya saudara pun ternyata nggak cocok buat gue," celoteh Juanda menyesali langkahnya telah sampai pada tahap ini.
Ketika pagi menjelang, Fayena dibangunkan oleh suara alarm yang nyaring. Bukan dirinya yang mengatur alarm itu, tetapi Regina. Memang mengesalkan sekali sosok manager-nya itu. Fayena dengan mata setengah tertutup berjalan menuju kamar mandi untuk segera menyadarkan dari kelenaan tidur yang menyenangkan.
Jangan harap seorang Regina terlambat barang sedetik saja. Wanita dengan kepribadian dewasa dan tegas itu sudah sampai di depan rumah Fayena. Tanpa menekan bel atau meneriaki nama Fayena, Regina masuk ke dalam dengan memasukkan pin rumah itu. Regina menuju kamar Fayena, senyumannya terukir melihat Fayena baru saja keluar dari kamar mandi.
"Manjur dong ya setelan alarm dari gue," celetuk Regina berjalan menuju ruangan pakaian.
"Manjur banget sampai kuping gue sakit," sahut Fayena duduk di depan meja rias. "Re, gue dandan sendiri, ya? Kok Chika nggak datang ke sini sih?''
Regina yang berada di dalam ruangan itu masih mendengar suara Fayena yang berbicara padanya. "Chika tadi gue liat ada masalah sama orang depan komplek. Mau nanya tapi gue malas sih ngomong sama dia," sahut Regina seraya keluar dari ruangan pakaian membawa setelan yang cocok untuk Fayena.
"Ck, ada masalah apa lagi sih tuh orang. Udah beberapa kali tau nggak dia tuh telat datang kalau gue butuh make over. Kalau di agensi, baru deh gercep. Emang carmuk banget tuh orang," gerutu Fayena sambil memakai skin care rutinnya.
"Dahlah lo dandan sendiri aja. Masih ada waktu setengah jam. Bukannya lo jago make up, ya. Nih outfit lo gue taruh di kasur, ya. Lo butuh bantuan, nggak? Kalau enggak gue siapin sarapan dulu. Beli buryam Mang Iman gue tadi di jalan."
"Wih, mantep tuh. Ya udah lo siapin sarapan aja. BTW, thanks, Re," ucap Fayena senang.
"Yoi." Regina segera meninggalkan kamar Fayena.
Fayena mulai make over dirinya sendiri. Tak lama pintu kamarnya terbuka kembali, menampilkan sosok wanita berambut panjang dikucir berwarna pirang. Fayena melirik malas sosok Chika yang baru saja datang.
"Sorry gue telat, Faye. Tadi di depan nggak sengaja nabrak kucing. Ya salah kucingnya main nyerudup aja," ucap Chika sambil mengeluarkan alat make up dari tas hitam.
"Makanya di jalan komplek atau perumahan jangan laju-laju, di sana banyak yang punya peliharaan. Lo nabrak kucing gimana?"
"Kucing biasa, cuma si satpam marah-marah. yang punya juga bukan," sahut Chika.
"Tetap aja lo kudu minta maaf. Udah ketebak sih lo pasti balik marah, makanya sampai telat ke sini. Udah lo kuburin belum kucingnya?"
"Ya lali gue yang ngubur. Gue bayar orang buat ngubur. Syukur juga gue mau tanggung jawab," sahut Chika ringan. Ia mendekati Fayena seraya menyisir rambutnya.
"Ini terakhir kalinya lo telat, Chika. Gue nggak mau disalahin mulu sama agensi terus dicap lamban. Padahal lo yang sering telat nyamperin ke rumah gue," ujar Fayena merengut.
Chika tak menjawab, tetapi raut wajahnya menjelaskan bagaimana kesalnya ia diberi peringatan seperti itu.