Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Bawah Langit Bumi
MENU
About Us  

“Eh, lo tau nggak? Nyokap-bokapnya Raka ditangkep polisi!”

“Iya! Gue liat di TV tadi pagi. Gila, itu suami-istri kompak banget malingnya!”

Gosip itu menyebar seperti api di padang ilalang. Lorong-lorong sekolah dipenuhi bisik-bisik dan tatapan penuh sensasi. Semua yang punya televisi di rumah sudah menonton tayangan pagi itu—cuplikan dramatis ketika kedua orang tua Raka, sang mantan penguasa sekolah, digiring keluar dari rumah mewah mereka oleh polisi berseragam lengkap.

Kasusnya bukan main. Korupsi pengadaan fasilitas sekolah. Anggaran pendidikan dimark-up untuk membeli alat-alat yang bahkan tidak pernah ada. Kerugian negara? Triliunan.

Yang membuat semuanya lebih mengguncang adalah ketika jejak dokumen yang bocor ke media mengarah ke permainan kotor yang jauh lebih dalam—persengkongkolan di tubuh pemerintahan. Sebuah jaringan besar yang selama ini tersembunyi rapi.

Namun, tidak ada satu pun yang tahu bahwa semua ini bermula dari seorang gadis—Sophia.

Kecurigaannya muncul saat melihat unggahan Raka di Friendster: mobil baru, jam tangan mahal, dan makan malam mewah yang tak masuk akal untuk ukuran pelajar SMA. Ia tak menyuarakan apapun, hanya diam. Lalu dengan tenang, meminta neneknya yang seorang mantan jurnalis untuk menyelidikinya.

Sophia tidak pernah menceritakan ini kepada siapa pun. Ia tak merasa perlu diakui.

Dan justru itulah yang membuat Bumi… semakin jatuh cinta.

Sementara itu, setelah Sophia mengancam akan membawa kasus perundungan itu ke jalur hukum dan media, pihak sekolah akhirnya mengambil tindakan tegas. Mereka memutuskan untuk mengeluarkan semua siswa yang terlibat—Gina, Karla, Nora, Raka, dan kelima teman lainnya.

Bella sempat bercerita. Di hari terakhir mereka di sekolah, ketiga siswi itu terlihat menangis diam-diam di kelas. Hubungan mereka dengan Rika memburuk. Tak ada sepatah kata pun dari Rika untuk membela mereka, padahal mereka yakin semua kekacauan itu terjadi atas nama solidaritas terhadapnya.

Dan setelah mereka pergi, Rika tak lagi punya siapa-siapa.

Bella memastikan kabar itu menyebar ke seluruh penjuru sekolah: bahwa perundungan keji yang menimpa Sophia terjadi karena hasutan Rika. Meskipun sekolah tidak bisa menyentuhnya secara hukum karena kurangnya bukti keterlibatan langsung, reputasinya hancur di mata semua orang.

Ia bukan lagi kembang sekolah yang dielu-elukan. Ia kini hanya seorang siswi kelas XII yang naksir cowok kelas X, ditolak, lalu menghasut teman-temannya untuk merundung pacar si cowok.

Menyedihkan.

Hari-hari Rika berubah menjadi sunyi. Setiap langkahnya di koridor disambut tatapan tak ramah—jijik, nyinyir, seolah ia wabah penyakit yang harus dihindari. Halaman Friendsternya yang dulu dipenuhi pujian kini dibanjiri cacian dan sindiran.

Sore itu, ia pergi ke perpustakaan—satu-satunya tempat yang masih memberinya ruang bernapas. Ia melangkah ke rak paling pojok, berharap tak ada yang memperhatikannya.

Namun langkahnya terhenti.

Di sana, berdiri seorang cowok dengan tubuh tegap dan sikap santai. Bumi. Ia sedang memilih buku, matanya fokus menyapu deretan judul di rak.

Dada Rika terasa sesak. Semua ini... semua kesialan ini... terjadi karena cowok itu. Seandainya saja ia tidak jatuh cinta padanya. Tapi yang paling menyiksa adalah—ia tak bisa membencinya.

“Bumi...” panggilnya pelan.

Bumi menoleh. Tatapannya datar. Dingin. Ia hanya melirik sekilas, lalu kembali menaruh buku yang dipegang, berbalik, dan melangkah pergi. Begitu saja. Seolah Rika tak pernah ada.

“BUMI!” pekiknya, kali ini lebih keras.

Langkah Bumi terhenti. Tapi ia tak menoleh. Tak berkata apa-apa.

Rika bergerak mendekat. Napasnya berat. Matanya berkaca-kaca.

“Kenapa lo kayak gini ke gue? Setelah lo bikin gue jatuh, terus lo tinggalin gitu aja? Kenapa?”

Bumi tetap diam.

Rika menggigit bibir, mencoba menahan air mata yang mulai menggenang.

“Gue suka sama lo…” bisiknya lirih.

Masih tak ada jawaban.

“Selama ini semua orang nuntut gue jadi cewek sempurna—apalagi orang tua gue. Dan gue berusaha nurutin semua itu...”

Ia menatap punggung Bumi yang tak bergerak sedikit pun.

“...cuma lo yang bikin gue ngerasa dilihat... dengan cara berbeda. Tapi kenapa...?”

Air mata Rika jatuh. Ia mulai terisak.

Perlahan, Bumi berbalik. Tatapannya tetap datar, tanpa rasa.

Ia melangkah pelan mendekat. Jantung Rika berdebar kencang. Saat jarak mereka tinggal sejengkal, Bumi mencondongkan tubuhnya. Napasnya menyentuh pipi Rika.

“Lo pikir gue peduli?” bisiknya dingin.

Jantung Rika serasa ambruk.

Bumi menjauhkan wajahnya. Tatapannya kini dipenuhi kebencian.

“Asal lo tahu. Gue enggak pernah janji apa-apa. Gue juga enggak ngasih harapan apa-apa. Jadi apapun yang lo rasain... itu urusan lo sendiri.”

Matanya penuh dengan amarah dingin yang membuat Rika bergidik. 

“Lo udah nyakitin cewek gue. Dan lo pikir gue bakal kasian sama lo?”

Rika menahan napas.

“Harusnya lo bersyukur. Sophia enggak mau nuntut lebih jauh. Dia enggak mau ada balas dendam lagi. Tapi kalau sekali lagi lo ganggu dia...”

Bumi mendekat lagi. Wajahnya menyeringai dingin.

“...gue bakal bikin hidup lo di sini kayak neraka.”

Rika merasa tubuhnya gemetar hebat. Senyuman mengerikan itu menghancurkan sisa-sisa harga dirinya.

Bumi mundur satu langkah. “Ini terakhir kalinya lo nampakin diri di depan gue.”

Ia berbalik, lalu menoleh sekilas dengan nada jijik.

“Jangan pernah tampakin muka jelek lo lagi di hadapan gue.”

Dan ia pergi.

Rika masih berdiri di sana, membeku. Tangannya dingin. Air matanya mengalir deras, tapi ia tak bisa mengeluarkan suara.

Beberapa detik kemudian, ia mendengar suara yang membuatnya mual. 

“Kamu ngomong sama siapa tadi?” tanya Sophia.

“Bukan siapa-siapa... Nggak penting,” jawab Bumi datar.

Napas Rika tercekat.

Lalu, sedetik kemudian suara Bumi berubah lembut, hangat, penuh perhatian. Kelembutan yang dulu ia harapkan ditujukan padanya.

“Kamu kedinginan ga? Di sini AC-nya kenceng banget. Mau pake jaket aku?”

“Boleh,” jawab Sophia sambil tertawa kecil.

Tawa hangat mereka terdengar samar di balik rak-rak buku.

Sementara kehampaan di hati Rika semakin pekat.

 

***

 

Pagi itu adalah hari exhibition sekolah. Untuk pertama kalinya, Sophia akan tampil sebagai mayoret marching band. Luka-luka di wajahnya telah pulih sepenuhnya—setidaknya, yang bisa dilihat oleh mata.

Kelas X-E sedang ramai dengan tawa dan obrolan ketika pintu terbuka.

Sophia melangkah masuk.

Ia mengenakan seragam mayoret biru-putih yang membingkai tubuh rampingnya dengan potongan sempurna. Rambut pendeknya dijepit dengan rapi. Kakinya jenjang. Wajahnya bersinar malu-malu di bawah cahaya matahari pagi yang masuk dari jendela.

“Gilaaa!! Sophia! Lo cantik banget!” seru Bella lantang.

Sontak, yang lain ikut berseru, kagum dan takjub.

Sophia tersenyum malu. Ia berjalan menuju bangkunya di baris paling belakang. Di sana, Bumi sudah duduk seperti biasa. Diam. Matanya tak berkedip, menatapnya seolah dunia sedang berhenti.

Sophia menunduk membereskan tas. “Kok kamu ngeliatin kayak gitu sih?” gumamnya pelan, kikuk.

Bumi mengangkat bahu. “Mau gimana lagi. Kamu cantik banget.”

Sophia berusaha menyembunyikan senyumnya.

“Nanti kita nonton ya, Sop! Semangat!” teriak Niken yang duduk di sebelah Bella.

“Iya, Sop! Kita bakal teriak paling kenceng waktu lo keluar!” sambung Geri.

Sophia membungkuk sopan, menggumamkan terima kasih, lalu melangkah keluar kelas menuju lantai satu, tempat tim marching band berkumpul.

“Cantik banget ya…” gumam Mario yang duduk di depan Bumi, tanpa sadar. Tatapannya masih tertuju ke arah pintu, ke tempat Sophia terakhir terlihat.

Bumi langsung menoleh. Tatapannya tajam, menusuk.

Mario yang menyadari tatapan membunuh itu pun terkesiap. Ia buru-buru menunduk ke bukunya.

“Enggak, Bum… enggak…” bisiknya cepat.

Bumi menyilangkan tangan di dada. Sepertinya, setelah ini, ia tak bisa lagi pura-pura tidak peduli. Posesif mungkin bukan kata yang tepat. Tapi satu hal yang pasti—ia tidak ingin kehilangan Sophia.

Ia menghela napas panjang, lalu mengambil sesuatu dari laci mejanya—beberapa lembar kertas.

Yang pertama adalah formulir pendaftaran ekskul karate. Ia telah memutuskan—mulai semester depan, ia akan bergabung. Ekskul karate ini punya reputasi bagus, dan ia pikir… mungkin ini saatnya ia belajar bertarung dengan cara yang lebih benar.

Lembar berikutnya adalah form career support dari OSIS.

Ia menatap kolom kosong di bagian Aspirasi Masa Depan cukup lama.

Lalu tersenyum kecil. Menarik napas pelan. Mengambil pulpen.

Dan mulai menulis.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • linschq

    suka dengan bagaimana kamu ngebangun ketegangan di awal, adegan di toilet itu intens, tapi tetap terasa realistis. Dialog antar karakter juga hidup dan natural, terutama interaksi geng cewek yang penuh nostalgia masa SMA; kaset AADC dan obrolan ringan itu ngena banget.

    Comment on chapter Pandangan Pertama
  • adiatamasa

    Semangat, ya, kak.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Love or Friendship ?
657      443     4     
Short Story
Love or Friendship? What will you choose?
Laut dan Mereka
195      126     0     
Fan Fiction
"Bukankah tuhan tidak adil, bagaimana bisa tuhan merampas kebahagiaanku dan meninggal kan diriku sendiri di sini bersama dengan laut." Kata Karalyn yang sedang putus asa. Karalyn adalah salah satu korban dari kecelakaan pesawat dan bisa dibilang dia satu satunya orang yang selamat dari kecelakaan tersebut. Pesawat tersebut terjatuh di atas laut di malam yang gelap, dan hampir sehari lamanya Ka...
The Boy Between the Pages
1101      765     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
626      283     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Di Antara Luka dan Mimpi
586      346     52     
Inspirational
Aira tidak pernah mengira bahwa langkah kecilnya ke dalam dunia pondok akan membuka pintu menuju mimpi yang penuh luka dan luka yang menyimpan mimpi. Ia hanya ingin belajar menggapai mimpi dan tumbuh, namun di perjalanan mengejar mimpi itu ia di uji dengan rasa sakit yang perlahan merampas warna dari pandangannya dan menghapus sebagian ingatannya. Hari-harinya dilalui dengan tubuh yang lemah dan ...
API DI DEPAN MATA
525      372     0     
Short Story
cerita ini menceritakan kisah seorang anak yang bekerja untuk membantu ibunya untuk mencukupi semua kebutuhan hidupnya, dirinya harus bertahan sementara kakaknya selalu meminta uang dari ibunya.
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
351      262     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
Alicia
1376      664     1     
Romance
Alicia Fernita, gadis yang memiliki tiga kakak laki-laki yang sangat protektif terhadapnya. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatian sekolahnya karena memiliki banyak kelebihan. Tanpa mereka semua ketahui, gadis itu sedang mencoba mengubur luka pada masa lalunya sedalam mungkin. Gadis itu masih hidup terbayang-bayang dengan masa lalunya. Luka yang berhasil dia kubur kini terbuka sempurna beg...
Langkah Pulang
362      270     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Reality Record
3000      1038     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...