Loading...
Logo TinLit
Read Story - Di Bawah Langit Bumi
MENU
About Us  

Semua mata tertuju padanya saat ia berdiri di ambang pintu.

Wajahnya dingin. Tatapannya tajam. Luka memar di pipinya belum sepenuhnya pudar, justru menambah kesan kokoh pada sosoknya siang itu. Di tangannya, ia menggenggam sebuah map—erat, seperti menggenggam kebenaran itu sendiri.

Perlahan, Sophia melangkah masuk ke dalam ruangan.

“Permisi, Pak Jafar. Saya Sophia,” ucapnya tenang, namun mantap. “Maaf kalau saya tiba-tiba masuk ke pembicaraan ini. Saya ingin bicara… sebagai pihak korban.”

Tatapannya menancap lurus ke arah Ratna.

Bumi, yang berdiri tak jauh dari meja guru, hanya bisa menatapnya tanpa berkedip.

Bukan karena luka di wajahnya. Tapi karena sorot matanya.

Itu bukan Sophia yang ia kenal.

Bukan gadis pemalu yang sering ragu dan menunduk.

Gadis di depannya kini adalah seseorang yang berbeda. Percaya diri. Tegas. Seolah tak ada apa pun yang bisa menghalangi langkahnya.

Sophia melangkah mendekat ke arah meja pertemuan, lalu melempar map yang digenggamnya ke atas permukaan meja—suara berdebamnya menggema.

Ia kembali menatap Ratna. Suaranya terdengar jelas, bahkan terlalu jernih di tengah keheningan ruangan.

“Saya Sophia. Siswi yang kemarin ditarik ke dalam kelas dan dipukuli oleh anak Anda, Raka, dan teman-temannya.”

Tangan Ratna mengejang di pangkuan.

“Di dalam map itu,” lanjut Sophia, “ada hasil visum dan laporan polisi. Saya siap membawa kasus ini ke ranah hukum dan menuntut anak Anda atas tindak penganiayaan.”

Ruangan seketika hening.

Beberapa guru saling berpandangan. Kepala sekolah menelan ludah. Bahkan Rajasa, yang tadi duduk santai bersedekap, kini mulai menegakkan tubuhnya.

Tapi Ratna… justru mendengus keras.

Ia berdiri, posturnya tinggi dan congkak, menatap Sophia dengan sorot penuh tantangan.

“Silakan saja,” katanya ketus. “Kami juga siap kalau kamu mau bawa ini ke jalur hukum.”

Ia melirik ke arah suaminya, lalu menoleh ke Bumi. “Tapi itu berarti kami juga akan membawa anak ini...”—ia mengangguk ke arah Bumi—“...ke ranah hukum.”

Bumi mengepalkan tangan. Rahangnya mengeras. Tapi sebelum ia sempat bicara, Sophia tersenyum.

Senyum yang tidak sekadar tenang—tapi penuh persiapan. Seolah ia sudah tahu kalimat itu akan keluar.

“Saya belum selesai, Bu Ratna,” katanya pelan. “Saya tidak cuma akan membawa polisi ke kasus ini…”

Senyumnya bertambah lebar.

“...tapi juga media.”

Kali ini, mata Ratna dan Rajasa melebar.

Ratna melangkah mundur satu langkah tanpa sadar, sementara Rajasa kini benar-benar duduk tegak. Ketegangannya terpancar jelas.

Sophia menyilangkan tangan di depan dada. Wajahnya tak tergoyahkan.

“Mungkin Bu Ratna belum tahu,” ucapnya pelan, “nenek saya adalah mantan jurnalis media nasional. Beliau punya koneksi ke banyak redaksi, bahkan internasional. Dan siang ini, beliau sedang ‘reuni’ dengan salah satu temannya di ruang redaksi media nasional.”

Sophia mengangguk ke arah map di atas meja.

“Semua yang ada di dalam map itu… sedang beliau pegang.”

Ratna menoleh ke map dengan ragu. Perlahan, ia mengambilnya dan membuka halaman pertama.

Tangan yang biasanya tegas kini sedikit gemetar.

Di dalamnya, tersusun rapi: salinan laporan visum, foto-foto luka lebam yang mengerikan di tubuh Sophia, salinan surat keterangan kepolisian, salinan kronologi kejadian lengkap dengan nama-nama pelaku, serta catatan detail siapa melakukan apa—ditulis tangan oleh Sophia.

Dan di bagian belakang, lembaran cetak foto-foto Raka, diambil dari akun Friendsternya, dalam berbagai pose yang tidak membantu citranya.

Sophia mengeluarkan sesuatu lagi dari saku roknya—sebuah flash disk.

Ia meletakkannya di meja. Suara kecil tuk terdengar nyaring.

“Itu adalah rekaman audio. Isinya pernyataan para saksi, dan korban-korban lain… dari anak Anda.”

Sophia menatap Ratna lurus-lurus.

“Iya, Bu Ratna. Anak Anda adalah pelaku perundungan. Dan korbannya bukan cuma saya.”

Ratna mengambil flash disk itu perlahan. Wajahnya mulai pucat.

Sophia kembali menambahkan, suaranya masih datar namun tajam, “Tenang saja. File yang sama juga sedang dipegang nenek saya sekarang.”

Ratna membeku. Matanya membelalak.

Rajasa memalingkan wajah, rahangnya mengatup.

Bumi, di sudut ruangan, hanya bisa memandang gadis itu.

Matanya tak bisa lepas dari sosok Sophia yang berdiri di tengah ruangan, dengan luka di tubuh tapi kepala tegak.

Dan untuk pertama kalinya…

Mulut Bumi sedikit terbuka.

Dalam diam, ia terkesima.

 

***

Wanita berambut keriting dengan uban yang telah sepenuhnya menguasai kepalanya. Ia menyesap kopi hitamnya perlahan. Wajahnya dikerut usia, tapi sorot matanya masih tajam. Tak ada yang berubah dari tatapannya—sama seperti saat ia dulu duduk di ruangan ini, di meja yang sama, puluhan tahun lalu.

Di hadapannya, sebuah map terbuka. Ia mengeluarkan isinya satu per satu dengan gerakan pelan namun pasti. Rapi. Terencana.

Salah satu lembarannya adalah tulisan tangan cucunya—Sophia. Sebuah laporan kronologis yang detail, nyaris seperti laporan investigasi seorang wartawan muda. Lengkap dengan nama, waktu, lokasi, hingga peran masing-masing pelaku.

Omma Maya tersenyum kecil.

Anak pintar, pikirnya.

Di sampingnya, sebuah flash disk tergeletak. Di dalamnya, rekaman suara para siswa lain—korban-korban lama dari seorang anak bernama Raka. Suara-suara yang selama ini hanya berani berbisik, kini terang dan terdokumentasi.

Ketika tahu siapa ayah Raka. Seorang polisi. Bukan polisi biasa—berpangkat, punya koneksi.

Ia tahu, kemungkinan menang di jalur hukum tidak besar.

Tapi cucunya tidak takut.

Sophia tidak hanya menyusun bukti yang bisa menekan di pengadilan.

Ia menyusun narasi yang bisa mengguncang opini publik.

Omma Maya mengangguk pelan, memasukkan kembali dokumen-dokumen itu ke dalam map. Lalu ia melirik ke arah satu map lain—berisi dokumen hasil penyelidikan dari koneksinya di dinas dan kepolisian tentang kasus yang cucunya minta ia selidiki. Tangannya belum sempat meraihnya ketika suara langkah cepat terdengar mendekat.

Seorang pria berkacamata muncul tergopoh-gopoh dengan senyum lebar. Di lehernya tergantung ID card besar bertuliskan Editor-in-Chief.

“Waduh... Omma! Kok tumben ke sini? Udah ngopi belum?” sapanya ceria.

Omma Maya melambai santai ke arah secangkir kopi hitam yang masih mengepul di meja.

“Memangnya kenapa? Masa saya nggak boleh datang ke sini?” jawabnya enteng sambil membalik-balik lembaran dokumen di tangannya. 

“Ng–nggak gitu juga, sih...” pria itu tergelak kecil, salah tingkah. Tangannya mengusap tengkuk.

Ia tahu persis siapa wanita di hadapannya.

Ini bukan hanya seorang nenek yang mampir reuni. Ini adalah Maya Reksaningtyas—nama yang melegenda di dunia jurnalistik. Perempuan yang pernah mengungkap skandal pejabat, korupsi BUMN, dan jaringan perdagangan manusia di wilayah perbatasan.

Kehadirannya bukan main-main. Dan bila ia muncul dengan map tebal dan senyum tipis seperti sekarang...

…maka seseorang, di luar sana, akan segera kehilangan tidurnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • linschq

    suka dengan bagaimana kamu ngebangun ketegangan di awal, adegan di toilet itu intens, tapi tetap terasa realistis. Dialog antar karakter juga hidup dan natural, terutama interaksi geng cewek yang penuh nostalgia masa SMA; kaset AADC dan obrolan ringan itu ngena banget.

    Comment on chapter Pandangan Pertama
  • adiatamasa

    Semangat, ya, kak.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Night Wanderers
17805      4182     45     
Mystery
Julie Stone merasa bahwa insomnia yang dideritanya tidak akan pernah bisa sembuh, dan mungkin ia akan segera menyusul kepergian kakaknya, Owen. Terkenal akan sikapnya yang masa bodoh dan memberontak, tidak ada satupun yang mau berteman dengannya, kecuali Billy, satu roh cowok yang hangat dan bersahabat, dan kakaknya yang masih berduka akan kepergiannya, Ben. Ketika Billy meminta bantuan Julie...
Regrets
1045      566     2     
Romance
Penyesalan emang datengnya pasti belakangan. Tapi masih adakah kesempatan untuk memperbaikinya?
Putaran Roda
564      379     0     
Short Story
Dion tak bergeming saat kotak pintar itu mengajaknya terjun ke dunia maya. Sempurna tidak ada sedikit pun celah untuk kembali. Hal itu membuat orang-orang di sekitarnya sendu. Mereka semua menjauh, namun Dion tak menghiraukan. Ia tetap asik menikmati dunia game yang ditawarkan kotak pintarnya. Sampai akhirnya pun sang kekasih turut meninggalkannya. Baru ketika roda itu berputar mengantar Dion ke ...
Anggi
663      489     2     
Short Story
Benar kata pepatah lama. Kita tidak pernah sadar betapa pentingnya seseorang dalam hidup kita sebelum dia pergi meninggalkan kita. Saat kita telah menyadari pentingnya dia, semua telah terlambat karena dia telah pergi.
Let me be cruel
4732      2629     545     
Inspirational
Menjadi people pleaser itu melelahkan terutama saat kau adalah anak sulung. Terbiasa memendam, terbiasa mengalah, dan terlalu sering bilang iya meski hati sebenarnya ingin menolak. Lara Serina Pratama tahu rasanya. Dikenal sebagai anak baik, tapi tak pernah ditanya apakah ia bahagia menjalaninya. Semua sibuk menerima senyumnya, tak ada yang sadar kalau ia mulai kehilangan dirinya sendiri.
Our Perfect Times
911      650     7     
Inspirational
Keiza Mazaya, seorang cewek SMK yang ingin teman sebangkunya, Radhina atau Radhi kembali menjadi normal. Normal dalam artian; berhenti bolos, berhenti melawan guru dan berhenti kabur dari rumah! Hal itu ia lakukan karena melihat perubahan Radhi yang sangat drastis. Kelas satu masih baik-baik saja, kelas dua sudah berani menyembunyikan rokok di dalam tas-nya! Keiza tahu, penyebab kekacauan itu ...
Segitiga Sama Kaki
583      411     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...
Matches
640      382     4     
Short Story
A cute little thing about two best friends
Sweet Like Bubble Gum
1065      765     2     
Romance
Selama ini Sora tahu Rai bermain kucing-kucingan dengannya. Dengan Sora sebagai si pengejar dan Rai yang bersembunyi. Alasan Rai yang menjauh dan bersembunyi darinya adalah teka-teki yang harus segera dia pecahkan. Mendekati Rai adalah misinya agar Rai membuka mulut dan memberikan alasan mengapa bersembunyi dan menjauhinya. Rai begitu percaya diri bahwa dirinya tak akan pernah tertangkap oleh ...
H : HATI SEMUA MAKHLUK MILIK ALLAH
31      29     0     
Romance
Rasa suka dan cinta adalah fitrah setiap manusia.Perasaan itu tidak salah.namun,ia akan salah jika kau biarkan rasa itu tumbuh sesukanya dan memetiknya sebelum kuncupnya mekar. Jadi,pesanku adalah kubur saja rasa itu dalam-dalam.Biarkan hanya Kau dan Allah yang tau.Maka,Kau akan temukan betapa indah skenario Allah.Perasaan yang Kau simpan itu bisa jadi telah merekah indah saat sabarmu Kau luaska...