Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Detik-detik memori Mimpi & Co. terlempar kembali ke dunia nyata, segala kebingungan muncul di kepala masing-masing yang terlibat. Satu pertanyaan yang terbesit dalam benak Aidan setelah ingatan itu kembali adalah: Bagaimana bisa dia melupakan kekasihnya yang baru ia dapatkan kemarin? Dia bergegas berlari keluar kamar kost dan pergi dengan motornya. Saat dia pergi, kedua teman sekamarnya tidak menyadari. Rian telah tertidur sedangkan Oliver tengah berada di kamar mandi.

Aidan menepikan motor di depan minimarket lalu bertemu Axel yang berdiri di mulut gang. Aidan memarkirkan motornya di halaman minimarket lalu menghampiri Axel dan menanyakan apa yang sedang dilakukan Axel di sana. Axel menjawab pertanyaan itu dengan ekspresi kebingungan.

“Lo tahu cewek yang tadi datang ke kafe bareng ayahnya? Gue mau nyamperin ke rumahnya, tapi gue nggak tahu di mana. Gue cuma tahu kalau kalau tiap berangkat sama pulang kuliah, dia lewat jalan ini.”

Aidan balas bertanya dengan ekspresi tak kalah bingung, “Bang Axel kenal Ami?”

Axel bertanya lagi, “Lo kenal?”

Aidan menjawab, “Dia cewek gue.”

Lalu Axel diam sesaat sampai akhirnya dia menggeleng. “Gue nggak percaya. Gue sama dia udah deket. Gue udah nembak dia, tapi dia nggak ngasih gue penolakan. Lo yakin yang kayak gitu udah punya pacar?”

Ada sedikit rasa kesal saat Aidan mendengar kalimat itu. Dia tidak menyangka bahwa akan ada Ami di antara persahabatannya dengan Axel. Namun, Aidan tetap tidak mau kalah. Dia justru semakin ingin membuktikan kepada Axel bahwa Ami adalah miliknya.

“Lo nggak tahu rumahnya, kan? Gue tahu. Gue bahkan kenal sama bokapnya,” pungkas Aidan.

“Kalau lo kenal bokapnya, terus kenapa di kafe tadi lo nggak nyapa?” balas Axel.

Aidan tidak bisa menjawab itu. Sebaliknya, ia tanyakan hal serupa kepada Axel, “Kalau lo kenal Ami, kenapa tadi lo juga nggak nyapa?”

Axel juga tidak memiliki jawaban. Tanpa ingin berbasa-basi terlalu lama, Aidan melangkah lebih dulu memasuki gang menuju rumah Ami. Axel buru-buru mengikuti.

Di tempat lain, Ron tengah berkendara dan nyaris celaka saat ingatannya tentang Ami muncul kembali di kepala. Ron seketika melamun di jalan dan tanpa sengaja menerobos lampu merah. Untungnya, dia segera berbelok saat nyaris terhantam mobil. Dia menepi dan berhenti beberapa saat untuk mencerna segala memori yang baru saja kembali sekaligus menarik napas dalam-dalam dan bersyukur atas keselamatannya–dan akhirnya dia berputar balik dan menuju rumah Ami.

Saat langkah Aidan berhenti di depan sebuah rumah minimalis sederhana, Axel menebak bahwa mereka sudah sampai. Dia melihat Aidan kebingungan antara mengetuk pintu atau tidak karena setiap ruangan di rumah itu sudah gelap. Akhirnya, dia menghubungi nomor Ami. Setelah menunggu beberapa saat, Ami akhirnya menerima telepon darinya. Tanpa sapa, Aidan lekas bicara.

“Ami, kamu pacar aku, kan? Tadi pagi kita sempet ketemu, kan? Kenapa aku nggak ingat kalau kamu pacar aku? Aku ngerasa aneh. Aku nggak tahu kenapa, tapi seingat aku, kita pacaran. Ami, jawab aku! Kita pacaran, kan? Kamu pacar aku, kan? Aku sama Bang Axel udah di depan rumah kamu. Katanya dia kenal kamu juga.”

Aidan menoleh dan saling pandang dengan Axel untuk beberapa saat. Axel yang mendapati Aidan bisa menelepon Ami pun seketika merasa kalah. Jika sahabatnya itu memanglah kekasih dari perempuan yang ia taksir, maka itu adalah kemungkinan terburuk yang sangat ingin Axel hindari. Bagaimanapun, perasaannya kepada Ami juga terasa sangat dalam di lubuk hatinya. Hanya melihat Aidan menelepon Ami, rasa sakit hati telah menyeruak dalam dada. Di tambah lagi saat terdengar suara pintu terbuka dan Ami benar-benar keluar dari rumah itu. Ami keluar dengan ponsel yang masih digenggam dan ditempelkan di telinga. Jelas sekali ponsel Ami masih terhubung dengan Aidan. Rasa sakit hati Axel terasa semakin menjalar dan dia tidak siap mendengar kebenaran bahwa mereka benar-benar berpacaran. Masalah baru muncul saat Ron tiba-tiba ikut hadir di antara mereka. Ron datang dengan motornya dan berhenti di tepi jalan kecil itu. Begitu melepas helm, tatapan mereka segera bertemu satu sama lain.

Di waktu yang sama, ingatan Je kembali saat dia tengah berada di studio tari. Di depan cermin, ia menari lalu perlahan berhenti setelah sesuatu secara tiba-tiba mengganggu pikirannya. Ada ingatan yang tiba-tiba merasuk ke kepala dan membuatnya buru-buru pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka. Dia bingung dengan ingatannya sendiri yang tiba-tiba datang sehingga mencoba menghentikan aktivitas sejenak dan mendinginkan kepala. Ia pijat keningnya sebentar lalu ia keluarkan ponsel untuk menghubungi nomor Ami. Namun, Ami ternyata sedang dalam panggilan lain.

Oliver pun bernasib sama. Di depan kamar kost, dia menelepon nomor Ami seraya memandang langit malam yang berbintang. Sayangnya, Ami sedang melakukan panggilan dengan orang lain sehingga tidak bisa dihubungi. Malam ini, kepalanya dipenuhi kebingungan antara rasa cintanya kepada Ami, luar angkasa dan alien. Anehnya, ingatan yang kembali membuatnya benar-benar mengingat setiap kejadian aneh yang sempat terjadi. Aneh, tapi menarik. Bisa-bisanya dia punya pengalaman berteman dengan alien dan bepergian ke luar angkasa bersama Ami?

Oliver menyerah menghubungi Ami dan memilih duduk di ambang pintu seraya menatap bintang. Jika ada kemungkinan menghampiri, maka dia akan datang menghampiri. Sayang sekali dia tidak tahu alamatnya.

Dan malam ini, Ami menjadi yang paling kalut. Dia serasa dipaksa oleh takdir untuk berhadapan dengan tiga orang pria di depan rumahnya. Di saat semuanya meminta penjelasan, Ami tidak tahu harus menjelaskan bagaimana dan dari mana. Jika dia menjelaskan dari awal mula menemukan situs Mimpi & Co., apakah mereka semua akan percaya? Saat ini, Ami juga memiliki pertanyaannya sendiri: Kenapa hal semacam ini bisa terjadi? Kenapa ingatan mereka kembali? Apa yang terjadi dengan Mimpi & Co.? Bukankah mimpi sudah selesai?

Ami ingin menghubungi Pak Guska, tapi untuk saat ini sepertinya tidak memungkinkan. Dia butuh waktu untuk mempersiapkan diri sebelum memberitahu segalanya. Kedatangan para mimpi yang terlalu mendadak membuatnya tidak punya pilihan lain selain menghadapi langsung. Mungkin inilah risiko atas keserakahannya yang sangat ingin dikagumi.

Terdengar suara langkah kaki dari belakang lalu Ami menoleh. Ayahnya datang. Lampu ruang tamu menyala lalu Ami melihat ayahnya yang datang menghampiri. Sang ayah ikut keluar menuju teras dan bertemu dengan tiga pria yang datang menemui putrinya lalu menyapa satu-satunya yang ia kenal.

“Aidan? Ada perlu apa malam-malam?”

Setelah ayah Ami keluar, baik Aidan maupun Axel dan Ron segera memperbaiki postur tubuhnya agar lebih tegak untuk menghormati kehadiran orang yang lebih tua. Axel yang bersandar dinding segera mengangkat punggungnya dan maju selangkah seraya menyapa dengan senyuman. Meskipun tanpa turun dari motor, Ron rela menepis sikap dinginnya sejenak sekadar untuk menyapa dengan senyuman dan anggukan kepala. Karena Aidan adalah satu-satunya yang mengenal ayah Ami, maka Aidan terpaksa menjadi yang mengendalikan suasana.

“Begini … Om, saya kesini mau bayar hutang–kemarin pinjam seratus ke Ami,” dustanya seraya merogoh saku celana belakang.

Ide macam apa itu? Ami tidak bisa mengelak karena ia sendiri juga kebingungan sejak tadi. Semua mata tertuju kepada Aidan yang tengah merogoh saku celana dan mencari uang seratus ribu, tapi yang ia temukan hanya selembar uang lima puluh ribuan. Aidan bertambah bingung karena uangnya ternyata tidak mampu menebus hutang palsunya. Dia menoleh ke arah Axel untuk minta bantuan, tapi Axel memberi isyarat bahwa dia tidak bawa dompet setelah menunjukkan isi saku celana yang kosong. Saat Aidan beralih memandang Ron, pria dingin itu justru menatapnya tajam pertanda penolakan karena tidak suka ide itu.

Karena sudah kepalang tanggung, Aidan mendekati Ami dan meraih tangannya lalu menyelipkan uang lima puluh ribuan ke tangan Ami seraya memberi isyarat agar Ami mau menerimanya. “Lima puluh dulu ya, Ami? Sisanya besok. Pasti aku bayar kok,” katanya kemudian memandang ayah Ami yang berdiri di belakang putrinya seperti seorang pengawal, “Gitu aja sih, Om. Saya sama temen-temen pamit dulu, ya?”

“Ini kalian bonceng tiga?” tanya ayah Ami lagi.

Aidan menjawab terbata-bata karena kehabisan ide, “I–iya, Om. Soalnya … tadi … anu …”

“Tadi kita lagi ngumpul, Om,” celetuk Axel mencoba menyelamatkan Aidan.

Aidan segera mengangguk menyetujui. “Iya, Om. Saya minta dianterin ke sini dulu sekalian pulang.”

“Kenapa mesti bonceng tiga? Kan ada ojol? Bahaya lho,” kata ayah Ami.

Driver kita udah pro kok, Om,” celetuk Axel seraya menunjuk Ron. “Nggak bahaya soalnya pake kecepatan 10km/jam. Jangankan bonceng tiga, bonceng tujuh aja dia bisa. Om juga boleh kok kalau mau gabung di tengah.”

“Oke!” seru Aidan seraya tertawa kikuk sebelum Axel semakin mengada-ngada. “Kita pamit dulu ya, Om,” kata Aidan seraya melangkah mundur menghampiri Axel lalu menyeretnya menuju Ron.

Ron yang mendadak punya peran sebagai driver pun tidak mampu melawan karena gerak-geriknya tampak diamati. Dengan malas dia memutar motor ke arah berlawanan lalu dengan pasrah membiarkan dua sahabatnya membonceng di belakang.

“Lain kali jangan lupa pakai helm! Jangan driver-nya aja!” seru ayah Ami sebelum motor itu berjalan.

Aidan membalas dengan seruan setelah motor melaju, “Siap, Om!”

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Dunia Leonor
150      131     3     
Short Story
P.S: Edisi buku cetak bisa Pre-Order via Instagram penulis @keefe_rd. Tersedia juga di Google Play Books. Kunjungi blog penulis untuk informasi selengkapnya https://keeferd.wordpress.com/ Sinopsis: Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua seke...
Tetesan Air langit di Gunung Palung
471      330     0     
Short Story
Semoga kelak yang tertimpa reruntuhan hujan rindu adalah dia, biarlah segores saja dia rasakan, beginilah aku sejujurnya yang merasakan ketika hujan membasahi
To the Bone S2
1758      948     1     
Romance
Jangan lupa baca S1 nya yah.. Udah aku upload juga .... To the Bone (untuk yang penah menjadi segalanya) > Kita tidak salah, Chris. Kita hanya salah waktu. Salah takdir. Tapi cintamu, bukan sesuatu yang ingin aku lupakan. Aku hanya ingin menyimpannya. Di tempat yang tidak mengganggu langkahku ke depan. Christian menatap mata Nafa, yang dulu selalu membuatnya merasa pulang. > Kau ...
Love Each Other
1473      868     2     
Romance
Sepuluh tahun tidak bertemu, pertemuan pertama Liora dengan Darren justru berada di salah satu bar di Jakarta. Pertemuan pertama itu akhirnya membuat Liora kembali secara terus menerus dengan Darren. Pertemuan itu juga berhasil mengubah hidup Liora yang tenang dan damai.
Amherst Fellows
6855      1973     5     
Romance
Bagaimana rasanya punya saudara kembar yang ngehits? Coba tanyakan pada Bara. Saudara kembarnya, Tirta, adalah orang yang punya segunung prestasi nasional dan internasional. Pada suatu hari, mereka berdua mengalami kecelakaan. Bara sadar sementara Tirta terluka parah hingga tak sadarkan diri. Entah apa yang dipikirkan Bara, ia mengaku sebagai Tirta dan menjalani kehidupan layaknya seorang mahasis...
Fragmen Tanpa Titik
90      83     0     
Inspirational
"Kita tidak perlu menjadi masterpiece cukup menjadi fragmen yang bermakna" Shia menganggap dirinya seperti fragmen - tidak utuh dan penuh kekurangan, meski ia berusaha tampak sempurna di mata orang lain. Sebagai anak pertama, perempuan, ia selalu ingin menonjolkan diri bahwa ia baik-baik saja dalam segala kondisi, bahwa ia bisa melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, bahwa ia bis...
Premium
GUGUR
16050      2263     9     
Romance
Ketika harapan, keinginan, dan penantian yang harus terpaksa gugur karena takdir semesta. Dipertemukan oleh Kamal adalah suatu hal yang Eira syukuri, lantaran ia tak pernah mendapat peran ayah di kehidupannya. Eira dan Kamal jatuh dua kali; cinta, dan suatu kebenaran yang menentang takdir mereka untuk bersatu. 2023 © Hawa Eve
U&I - Our World
413      293     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
Dead Time
0      0     0     
Action
Tak ada yang tahu kapan waktu mulai berhenti. Semuanya tampak normal—sampai detik itu datang. Jam tak lagi berdetak, suara menghilang, dan dunia terasa membeku di antara hidup dan mati. Di tempat yang sunyi itu, hanya ada bayangan masa lalu yang terus berulang, seolah waktu sendiri menolak untuk bergerak maju. Setiap langkah membawa pertanyaan baru, tapi tak pernah ada jawaban yang benar-be...
Winter Elegy
1231      802     4     
Romance
Kayra Vidjaya kesuma merasa hidupnya biasa-biasa saja. Dia tidak punya ambisi dalam hal apapun dan hanya menjalani hidupnya selayaknya orang-orang. Di tengah kesibukannya bekerja, dia mendadak ingin pergi ke suatu tempat agar menemukan gairah hidup kembali. Dia memutuskan untuk merealisasikan mimpi masa kecilnya untuk bermain salju dan dia memilih Jepang karena tiket pesawatnya lebih terjangkau. ...