Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Boy Between the Pages
MENU
About Us  

2025

Untuk Anne,

Percayalah bahwa tidak ada mimpi yang tidak masuk akal. Termasuk mimpimu. Mungkin sekarang kamu belum menyadarinya; berkata bahwa mimpimu adalah sesuatu yang mustahil. Tapi percayalah, kamu akan menjadi seorang penulis yang hebat–yang mampu menggugah perasaan pembaca melalui kata-katamu yang tulus.

Anne, aku ingin sekali bercerita banyak tentang empat tahun terakhir. Mungkin terdengar payah, karena aku seperti seorang cowok remaja yang tidak memiliki kehidupan karena satu-satunya yang berarti adalah kamu. Teman di atas kertas. 

Namun, akan kuceritakan saja. Simpan penghakiman darimu di akhir, walaupun aku tahu kamu akan menuliskannya di awal surat.

Empat tahun yang lalu, karena suatu keadaan mendesak, aku dan kedua orang tuaku harus pindah ke kota lain. Makanya aku tidak bisa menuliskan surat perpisahan padamu. Aku bahkan ke perpustakaan diam-diam, karena hari itu kami sudah harus pindah dan aku tidak dibolehkan ke mana-mana. Di hari itu, aku rela dimarahi demi membaca surat darimu.

Lalu, tiba-tiba saja semua menjadi baru: sekolah baru, lingkungan baru, teman-teman baru, suasana baru, tapi tidak ada surat baru darimu. Dan itu membuat hari-hariku terasa sepi.

Dan, ya. Aku memang melihat pustakawan itu, Anne. Bisakah aku cerita juga tentang hal itu? Karena jujur, hal itu membuatku merasa bersalah dari hari ke hari; seperti sesuatu yang menggerogoti.

- Gilbert 

Di kamarnya, Aruna mendekap surat dari Gilbert di dadanya. Dadanya terasa hangat saat membaca betapa Gilbert mendukung impian gadis itu hingga saat ini, dan betapa bahagianya Aruna saat Gilbert mengatakan bahwa gadis itu dan surat-surat mereka selama ini sangat berarti bagi Gilbert.

Namun, ada juga bagian dari surat itu yang membuat hati Aruna terasa perih. Hari-hari Gilbert yang serba baru, dan rasa sesak yang dirasakan cowok itu karena menyimpan rasa bersalah terhadap Tante Sandrina karena mungkin telah melihat sesuatu empat tahun yang lalu.

Aruna segera menuliskan surat balasannya. Diambilnya secarik kertas dari buku catatan yang paling dekat dengannya, sebuah pena berwarna biru, dan gadis itu mulai menulis.

Untuk Gilbert,

Kamu benar. Aku akan menulis penghakiman di awal surat. Banyak hal yang bisa aku jadikan argumen di hari terakhir kamu di kota ini empat tahun yang lalu. Tapi kurasa membahas itu lagi akan terasa sia-sia. Bukankah lebih baik kita fokus pada masa sekarang daripada masa lalu? Toh, masa lalu sudah kita tinggalkan.

Aku sedih saat membaca bahwa kamu kelihatan sulit beradaptasi di kota tempat tinggalmu yang baru, juga tentang pustakawan itu. Namun, aku juga bahagia karena ternyata... sama sepertiku, surat-surat kita sangatlah berarti, dan aku senang kamu juga berpikir demikian.

Tentu kamu bisa cerita tentang pustakawan itu, Gilbert. Ceritakan padaku. I'm all ears. 

- Anne

Saat membaca ulang, surat Aruna sangat singkat, tetapi juga menghadirkan sisi rapuh gadis itu. Bersama Gilbert, Aruna selalu bisa menunjukkan sisi rapuhnya yang tidak pernah bisa ia tampilkan pada orang lain–bahkan pada orang tuanya sekali pun. Mungkin, karena kekuatan identitasnya yang hanya sebagai 'Anne'. Mungkin juga karena Aruna menaruh hati pada Gilbert. Tapi gadis itu takut kalau-kalau ternyata Gilbert bukanlah orang yang ia harapkan. Lebih parah lagi, bagaimana jika selama ini Aruna telah salah membaca tanda, dan Gilbert adalah laki-laki dewasa yang creepy?

"Gilbert teman surat menyuratmu itu laki-laki, Na," kata Tante Sandrina empat tahun yang lalu sambil tertawa kecil. Aruna dan Tante Sandrina sedang makan es krim potong di bangku taman di dekat Perpustakaan Lentera. Waktu itu, mama Aruna habis memarahi gadis itu gara-gara rankingnya turun. Dan Aruna menceritakan rahasianya tentang sahabat penanya itu.

Mata Aruna berbinar, tapi ada tatapan skeptis di matanya. "Gimana Tante bisa tahu?"

"Tante kan kerja di sini. Tentu aja Tante tahu. Tante pernah lihat anak seumuran kamu menyelipkan kertas di buku Anne of Green Gables. Dan dia laki-laki." Tante Sandrina mengedipkan sebelah mata dan memakan es krimnya lagi.

"Dan kamu mau tahu?" kata Tante Sandrina. "Kertas itu isinya surat. Untuk Anne..." 

"Tante baca suratnya?" potong Aruna panik.

Tante Sandrina terkekeh. "Tenang aja, cuma bagian itu aja, kok. Tante tahu dong, kalau itu privasi kalian."

Aruna menghembuskan nafas lega dan menyesap es krimnya sendiri.

"Terus Tante lihat kamu juga naruh kertas di situ. Lalu, Tante pikir, 'oh jadi mereka saling kirim surat'."

"Tante tahu siapa namanya?" Aruna penasaran.

Mata Tante Sandrina melebar. "Oh, jadi kamu sama sekali nggak tahu sahabat pena kamu?" Aruna menggeleng.

"Ah, jadi kalian berdua pakai inisial nama tokoh dari buku itu, ya? Anne dan Gilbert? Manisnya," komentar Tante Sandrina. "Tante tahu namanya. Pernah lihat di catatan pengunjung. Tapi ada baiknya kalau kamu tanya sendiri ke sahabat penamu itu. Dia pasti akan lebih menghargainya." Tante Sandrina tersenyum.

"Aruna... takut," bisik gadis itu.

Tante Sandrina mengusap pelan lengan Aruna. "Tante ngerti. Terlalu nyaman di atas kertas, kamu takut kalau harus mengenal orang tersebut di dunia nyata dan ternyata nggak sesuai dengan harapan kamu, ya kan?" Aruna mengangguk.

"Tapi percaya sama Tante. Sahabat penamu kelihatannya cowok yang baik. Wajahnya juga manis," goda Tante Sandrina. "Ulang tahun kamu tanggal satu bulan depan kan? Pas kamu ultah bakal Tante kasih clue orangnya seperti apa." kata Tante Sandrina.

Tetapi, ketika tanggal satu bulan Februari tiba, beliau tidak pernah bisa menepati janjinya, dan identitas si sahabat pena Aruna akan selamanya menjadi tanda tanya. 

*** 

Selesai menaruh surat balasannya, Aruna menunggu Adam di gazebo Perpustakaan Lentera. Pikiran gadis itu masih berputar di surat balasan dari Gilbert.

Adam: 5 menit lagi aku sampai. Ini lagi pengantaran kue terakhir. Maaf, ya.

Aruna tersenyum kecil tanpa sadar. Dari tadi Adam beberapa kali meminta maaf karena tiba-tiba harus mengantar pesanan kue langganan mamanya, padahal Aruna sudah berkata untuk santai saja. Gadis itu juga mengerti bahwa Adam memiliki kewajiban-kewajiban lain seperti membantu mamanya. Dan sejujurnya, Aruna terenyuh melihat sifat Adam yang seperti itu.

Hari ini hari Kamis, dan karena perkuliahan mereka selesai pukul sebelas siang tadi, mereka memutuskan untuk pergi ke alamat seseorang yang menurut Adam adalah sahabat Tante Sandrina. Adam bersikeras agar mereka pergi bareng dengan satu kendaraan karena alamat sahabat Tante Sandrina memang cukup jauh.

Aruna sibuk dengan tablet dan gambar yang ia buat sehingga ia baru sadar kalau Adam sudah berlari-lari kecil ke arahnya. Aruna otomatis menutup tabletnya.

"Maaf, udah lama nungguin?" kata Adam. Rambut ikal Adam sedikit berantakan tetapi tidak mengurangi betapa tampannya wajah cowok itu. Sadar rambutnya diperhatikan, Adam menyugar rambutnya, mencoba merapikan ikal-ikalnya.

Aruna mengalihkan pandangan dan melirik arlojinya. Jam setengah dua siang lewat lima menit. Hanya lewat lima menit dari waktu mereka janjian. "Nggak, kok, Dam. Baru juga lewat lima menit."

Adam mengehembuskan nafas lega. "Syukur, deh."

Aruna tertawa pelan. "Kamu kok segitu khawatirnya. Kalau kamu telat lama banget ya pasti udah aku marahin."

Adam ikut tertawa. Ia senang melihat Aruna yang pengertian akan kewajiban cowok itu. "Soalnya, menunggu itu kan nggak enak," ujar Adam.

"Iya, kalau nunggunya lama. Kamu mau duduk istirahat dulu atau kita langsung tancap gas?" tanya Aruna.

Dada Adam terasa hangat melihat perhatian Aruna pada dirinya. "Kita langsung aja gimana? Biar nggak buru-buru. Dan aku udah beli minum sama snacks untuk di perjalanan."

"Gercep banget udah bawa perbekalan segala. Kayak mau keluar kota aja," komentar Aruna datar.

Adam tertawa. "Melihat alamatnya, kita sebenarnya udah sama kayak keluar kota, Na."

"Iya juga, sih, ya," Aruna terkekeh. "Yaudah, yuk. Kita langsung aja."

"Oke," jawab Adam ceria. Sebenarnya, Adam menantikan perjalanan ini. Karena, Adam sudah menyadari perasaannya pada Aruna.

***

Karena tidak melihat arah Adam datang, Aruna baru sadar kalau Adam hari ini membawa mobil. Biasanya, Adam mengendarai Honda Scoopy cokelat ke mana-mana. Mobilnya adalah Toyota Diesel hardtop berwarna hitam. Kalau Aruna pikir lagi, Adam memang cocok mengendarai mobil seperti itu. Menambah kesan manly, menurut Aruna. Pengunjung wanita Perpustakaan Lentera yang masih berada di parkiran menatap Adam dan mereka jelas terpesona.

Adam membukakan pintu mobil untuk Aruna. Gadis itu sedikit tersipu, dan mengucapkan terima kasih. Adam tersenyum dan mengangguk, lalu memutar untuk sampai ke bangku pengemudi.

Kedua remaja itu memasang seatbelt. Dan entah kenapa seatbelt di bangku yang diduduki Aruna sedikit macet, sehingga gadis itu sedikit kesulitan.

"Maaf, biar aku bantu," kata Adam. Cowok itu mengulurkan tangannya dan memperbaiki seatbelt yang kelihatannya semudah itu, membuat Aruna malu akan dirinya sendiri. Adam berada sangat dekat di depannya, dan Aruna dapat mencium wangi parfum cowok itu yang sangat enak. Mereka sempat bertukar tatapan selama sekian detik. Adam tersenyum lembut. Aruna otomatis menatap mata cokelat Adam dan gadis itu mengalihkan wajahnya; berpura-pura mencari burung yang bertengger di dekat atap Perpustakaan Lentera. Adam tertawa pelan.

"Kenapa kamu ketawa?" tanya Aruna setengah jengkel. Adam bisa dengan santainya menatap gadis itu dengan lembut sementara dirinya sudah salah tingkah setengah mati.

"Nggak ada." Adam masih tersenyum dan mulai menyalakan mesin mobil. "Oh iya, nih, buat kamu," tambahnya, sambil mengangsurkan paper bag. Adam mulai fokus mengemudi dan Aruna mengintip isi paper bag. Dua kotak berisi cookies dan seiris cheesecake di kotak lainnya.

"Ini semua buatku?" tanya Aruna tidak percaya.

Adam mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. "Iya. Lagi-lagi aku udah buat kamu nungguin aku. Terus, kali ini juga aku yang buatin cookies untuk pelanggan Mama. Sekalian aja aku buatin untuk kamu."

Aruna sontak tersenyum dan melihat lagi dari plastik bening cookies apa saja yang dibuatkan Adam untuknya. Terakhir kali, Adam memberinya cookies dengan choco chips. Kali ini satu kotak berisi dua cookies yang kalau dicium dari wanginya adalah cookies lemon, dan dua keping lainnya adalah oreo red velvet cookies. Satu kotak lainnya berisi empat keping matcha cookies.

"Kenapa yang di kotak ini hanya rasa matcha? Maksudnya, kotak lain isinya ada dua rasa," tanya Aruna.

Adam menatap Aruna sebelum fokus lagi ke jalanan. "Karena kupikir kamu suka banget sama matcha. Asal di kantin atau pas kita pernah kerja kelompok di kafe, kamu selalu pesan minuman itu," sahut Adam kalem sambil tersenyum. "Pengamatanku salah, ya?" Adam menatap Aruna sambil nyengir.

Aruna ikut tersenyum dan menggeleng. "Nggak, kok. Aku emang suka banget sama matcha." Perut Aruna terasa digelitik oleh sesuatu dan ia sadar kalau dadanya terasa hangat. Istimewa rasanya saat seseorang mengingat hal-hal yang kita sukai.

Di luar dugaan, kedua remaja yang biasanya saling berkompetisi itu malah bersatu untuk memecahkan misteri di balik kematian seorang pustakawan, dan kali ini mengobrol santai.

Setelah hampir satu jam berkendara, mereka sampai ke alamat tujuan. Sahabat Tante Sandrina tinggal hampir di ujung kota Pekanbaru. Dan sesampainya di sana, rumah itu sudah ditinggali oleh anggota keluarga lain. Bu Fani, si empunya rumah yang sekarang, berkata bahwa Bu Desi, sahabat Tante Sandrina, telah menjual rumah tersebut karena suaminya pindah bekerja ke luar negeri. Dan hal itu terjadi dua bulan sebelum Tante Sandrina menghilang. Tepatnya, di bulan November tahun 2021. Bu Fani memberikan kontak Bu Desi dan Aruna sempat mengirimkan pesan melalui WhatsApp. Tapi, pesannya hanya ceklis satu.

Aruna dan Adam duduk dalam diam di mobil Adam. Aruna menggeser tasnya yang ada di pangkuannya dan tablet nya hampir saja terjatuh kalau tidak ditangkap Adam. Jemari Aruna tidak sengaja membuka tablet dan terlihat ilustrasi buku yang tengah ia kerjakan.

"Wow," seru Adam saat melihat berbagai warna dan elemen menjadi satu. Tangan cowok itu otomatis mengangkat tablet tinggi-tinggi karena Aruna ingin merebut tabletnya kembali.

"Pinjem bentar," kata Adam sambil melihat-lihat. Aruna sudah mengomel di sebelahnya.

"Ini semua kamu yang gambar?" tanya Adam.

"Iyalah, masa mamaku," jawab Aruna ketus.

Adam menatap Aruna. "Bagus banget, lho. Kamu berbakat, Na," puji Adam tulus.

Aruna terdiam sebentar. "Menurutku, aku nggak begitu berbakat."

"Wah, rugi kalau kamu mikir begitu. Semuanya bagus. Dari segi cerita dan ilustrasi," kata Adam takjub sambil masih melihat tablet Aruna.

Adam mengembalikan tablet Aruna dan berkata, "Aku cuma lihat beberapa halaman aja dan aku bisa tahu kalau kamu punya bakat menggugah perasaan pembaca melalui kata-katamu yang tulus, Na. Percayalah pada diri kamu sendiri." Adam tersenyum lembut pada Aruna.

Entah karena kata-kata Adam atau cara cowok itu memandang Aruna, yang jelas, di detik itu, Aruna merasa sedikit kedamaian. Tanpa sadar, gadis itu ikut tersenyum.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
PATANGGA
1008      681     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Jika Aku Bertahan
13383      2912     58     
Romance
Tidak wajar, itu adalah kata-kata yang cocok untuk menggambarkan pertemuan pertama Aya dengan Farel. Ketika depresi mengambil alih kesadarannya, Farel menyelamatkan Aya sebelum gadis itu lompat ke kali. Tapi besoknya secara ajaib lelaki itu pindah ke sekolahnya. Sialnya salah mengenalinya sebagai Lily, sahabat Aya sendiri. Lily mengambil kesempatan itu, dia berpura-pura menjadi Aya yang perna...
Merayakan Apa Adanya
991      725     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
7329      1891     5     
Fantasy
Kazuki Hikaru tak pernah menyangka hidupnya akan berubah secepat ini, tepatnya 1 bulan setelah sekembalinya dari liburan menyendiri, karena beberapa alasan tertentu. Sepucuk surat berwarna pink ditinggalkan di depan apartemennya, tidak terlihat adanya perangko atau nama pengirim surat tersebut. Benar sekali. Ini bukanlah surat biasa, melainkan sebuah surat yang tidak biasa. Awalnya memang H...
Dear Groom
534      382     5     
Short Story
\"Kadang aku berpikir ingin seperti dulu. Saat kecil, melambaikan tangan adalah hal yang aku sukai. Sambil tertawa aku melambaikan tangan pada pesawat yang lewat. Tapi sekarang, bukan seperti ini yang aku sukai. Melambaikan tangan dengan senyuman terpaksa padanya bersama orang lain.\"
Konfigurasi Hati
984      578     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Late Night Butterfly
45      41     0     
Mystery
Maka sejenak, keinginan sederhana Rebecca Hahnemann adalah untuk membebaskan jiwa Amigdala yang membisu di sebuah belenggu bernama Violetis, acap kali ia memanjatkan harap agar dunia bisa kembali sama meski ia tahu itu tidak akan serupa. "Pulanglah dengan tenang bersama semua harapanmu yang pupus itu, Amigdala..." ucapnya singkat, lalu meletupkan permen karet saat langkah kakinya kian menjauh....
Pertama(tentative)
1005      546     1     
Romance
pertama kali adalah momen yang akan selalu diingat oleh siapapun. momen pertama kali jatuh cinta misalnya, atau momen pertama kali patah hati pun akan sangat berkesan bagi setiap orang. mari kita menyelami kisah Hana dan Halfa, mengikuti cerita pertama mereka.
mutiara hati
786      348     1     
Short Story
sosok ibu
Selaras Yang Bertepi
1711      822     0     
Romance
"Kita sengaja dipisahkan oleh waktu, tapi aku takut bilang rindu" Selaras yang bertepi, bermula pada persahabatan Rendra dan Elin. Masa remaja yang berlalu dengan tawa bersembunyi dibalik rasa, saling memperhatikan satu sama lain. Hingga salah satu dari mereka mulai jatuh cinta, Rendra berhasil menyembunyikan perasaan ini diam-diam. Sedangkan Elin jatuh cinta sama orang lain, mengagumi dalam ...