Untuk Anne,
Maaf karena aku pergi tanpa pamit. Dan sepertinya, aku pergi terlalu lama, ya? Tapi ketahuilah, bahwa aku selalu memikirkanmu, surat-surat kita, rahasia yang telah kita bagi.
Kita sudah tumbuh menjadi lebih dewasa sekarang. Banyak hal yang ingin aku tanyakan. Yang paling utama, apakah kamu bahagia, Anne? Sudahkah kamu meraih cita-citamu sebagai penulis? Aku selalu berharap kalau aku adalah orang pertama yang tahu kalau bukumu sudah dipajang di rak di toko buku.
Tetapi, sepertinya aku meminta terlalu banyak. Aku bahkan tidak bisa egois dan akan menerima kalau kamu tidak lagi membalas surat-surat dariku.
Dan berita tentang pustakawan perpustakaan ini, menghantuiku sepanjang hidupku, Anne.
Karena apa? Mungkin aku melihat wanita itu empat tahun yang lalu. Dengan kopernya. Bersama seorang pria. Di hari terakhir sebelum ia dinyatakan menghilang.
-Gilbert
Syok tidak bisa menggambarkan perasaan Aruna saat membaca surat dari Gilbert hari ini. Sudah lewat beberapa hari semenjak Aruna meninggalkan surat balasannya di buku Anne of Green Gables. Gadis itu memutuskan untuk tidak langsung mengecek apakah sahabat pena misteriusnya sudah membalas suratnya atau belum. Boleh dibilang, Aruna menghindari surat balasan itu sebisa mungkin. Ia takut. Aruna takut menghadapi perasaannya sendiri ketika ia membaca surat balasan dari Gilbert.
Dan Aruna benar.
Surat dari Gilbert mengejutkannya dari segala bagian. Mulai dari bagian yang menyiratkan bahwa cowok itu merindukannya, Gilbert yang masih mengingat mimpi Aruna, serta kejutan di akhir yang menyatakan bahwa mungkin Gilbert adalah orang terakhir yang menyaksikan Tante Sandrina sebelum wanita itu menghilang.
Dada Aruna berdesir; mulai dari rasa hangat sampai rasa tidak percaya akan apa yang dinyatakan Gilbert bercampur menjadi satu dan Aruna merasakannya dalam satu menit yang singkat.
Kepala gadis itu pusing, dan tiba-tiba ia membutuhkan sesuatu untuk menopang tubuhnya. Aruna menyangga tubuhnya dengan berpegang pada rak buku. Surat dari Gilbert dijejalkannya ke saku rok midi yang ia kenakan.
Setelah merasa lebih baik, Aruna berjalan melewati rak-rak buku, melangkah ke luar pintu masuk, lalu menemui Evan di parkiran Perpustakaan Lentera.
***
Adam yang datang terlambat menemukan Aruna dan Evan sedang berbincang di gazebo Perpustakaan Lentera. Adam tidak bisa melepaskan pandangannya dari Aruna. Aruna tampak cantik dengan blouse berkerah puffy dan rok midi bunga-bunga yang ia kenakan. Rambutnya yang ikal sebahu digerai; membuat angin membelai helai-helai rambut gadis itu.
Di sebelah Aruna, duduk Evan yang tampak tenang, dengan rambut lurus dan sedikit panjang, serta wajah tampan yang tampak penuh perhatian, mendengarkan gadis itu berbicara. Tiba-tiba, Adam menyesal membiarkan dirinya datang terlambat setelah membantu mengantarkan pesanan mamanya. Seandainya ia datang lebih cepat, mungkin ialah yang duduk bersama Aruna saat ini.
"Maaf telat," kata Adam saat ia sampai di gazebo itu.
"Nggak apa-apa. Kami juga baru duduk, kok," jawab Evan ramah. Aruna tersenyum tipis pada Adam.
Pernyataan Evan kemarin mengejutkan Adam dan Aruna. Sandrina Wijayanti, pustakawan yang menghilang dan kini sisa jasadnya telah ditemukan, adalah tante dari Evan!
"Aruna adalah orang terdekat Tante Sandrina. Sebagai pustakawan, mama aku, yang mana merupakan kakak Tante Sandrina, udah bertanya pada staff lain. Dan mereka nggak begitu dekat sama beliau. Tapi aku justru nggak heran kalau Tante Sandrina lebih dekat sama Aruna, karena beliau emang suka anak-anak," terang Evan sambil tersenyum. Kesedihan terpampang jelas di wajahnya.
Aruna ikut tersenyum. "Aku udah nganggap Tante Sandrina sebagai mama aku sendiri. Beliau orang yang baik banget."
Evan menatap Aruna dengan lembut. "Dulu Tante Sandrina juga dekat banget sama aku. Dia dewasa untuk orang seumurannya. Pas dia menghilang, aku merasa kehilangan banget."
Adam menyimak percakapan antara Aruna dan Evan yang mengenang sosok Tante Sandrina sebelum bertanya, "Ada perkembangan baru dari kepolisian, Kak?"
Evan menggeleng sedih. "Polisi lagi berusaha mencari petunjuk baru. Walaupun belum terlalu lama, kasus ini udah lebih dari empat tahun yang lalu."
Aruna mengangguk. "Pasti sulit mencari saksi yang dulu pernah memberi keterangan tentang Tante Sandrina."
"Ditambah, karena udah lewat beberapa tahun, takutnya ingatan mereka udah nggak seakurat dulu," timpal Adam yang langsung disetujui oleh Aruna dan Evan.
Dari penjelasan Evan, ada beberapa hal yang bisa disimpulkan ketiga remaja tersebut: Tante Sandrina yang empat tahun lalu berusia tiga puluh tahun, tidak memiliki pacar. Beliau pernah menikah, tetapi pernikahannya tidak berjalan dengan mulus. Ia bercerai dan si mantan suami pindah kerja ke pulau Jawa. Alibi si mantan suami sangat kuat, dan tidak ada drama saat mereka berpisah. Tante Sandrina tidak mempunyai anak.
Sebelum menghilang, Tante Sandrina sempat cekcok dengan keluarga besarnya yang meminta beliau untuk menikahi seorang pria pilihan ibunya. Mama Evan tidak ikut campur soal ini, tapi Tante Sandrina tidak lagi mengunjungi Mama Evan (yang adalah kakak dari Tante Sandrina) semenjak masalah ini.
Tante Sandrina adalah pribadi yang tertutup. Ia ramah pada semua orang, termasuk staff Perpustakaan Lentera. Namun, tidak pernah terlalu dekat untuk berbagi rahasia–semua yang dibagikan oleh Tante Sandrina pada teman-temannya hanyalah informasi umum tentang hidupnya.
Di rumah kontrakan Tante Sandrina, tidak ada hal-hal mencurigakan. Saat diperiksa, semuanya rapi. Ada koper besar dan pakaian serta barang-barang pribadi yang menghilang. Oleh karena itu, Tante Sandrina diduga pergi karena keinginannya sendiri. Ada salah satu CCTV yang menangkap sosok Tante Sandrina yang memboyong koper tersebut dan keluar dari salah satu cabang supermarket. Setelah itu, tidak ada yang lagi yang diketahui. Seorang saksi berkata bahwa Tante Sandrina naik sebuah mobil Pajero di dekat gang sempit yang berjarak dua kilometer dari rumah kontrakannya. Sayangnya, si saksi tidak dapat melihat pelat nomor mobil tersebut. Dan si saksi mengira kalau beliau naik mobil travel atau semacamnya.
Kening Aruna berkerut. Apa yang dikatakan Gilbert di suratnya persis seperti keterangan dari polisi. Tante Sandrina yang memboyong koper. Tapi soal pria? Bisa saja itu pengemudi taksi online atau semacamnya.
"Sulit sekali," kata Adam sambil berpikir. Alisnya bertaut. Aruna melirik cowok itu sekilas sebelum mengalihkan pandangannya lagi.
"Dari barang-barang pribadi nggak ada yang mengindikasikan kalau Tante Sandrina menyimpan rahasia, Kak?" tanya Aruna pada Evan di sebelah kanannya.
"Nggak ada, Na. Barang-barang pribadinya rapi."
"Bukannya itu terlalu mencurigakan, ya?" sahut Adam. Aruna mengangguk, mengiyakan.
"Menurutku, se-tertutupnya Tante Sandrina, apakah ia sanggup menyimpan semua masalahnya sendirian? Maksudnya, paling enggak, Tante Sandrina pasti nggak bisa menelan semua masalahnya sendiri," kata Aruna. "Semua manusia pasti memiliki masalah, kan?" Aruna menarik kesimpulan berdasarkan pandangannya.
"Setuju," Adam mengangguk. Ia bergerak sedikit dan sikunya dan siku Aruna bersentuhan sedikit, membuat Aruna sedikit gugup. "Pasti Tante Sandrina cerita ke satu orang, atau mungkin ia nulis diary?" tambah Adam.
"Nggak ditemukan diary di barang-barang pribadi Tante Sandrina," bantah Evan. "Dan semua orang yang dikenal beliau udah ditanya, dan mereka bilang Tante Sandrina nggak cerita apa-apa," tambah Evan lagi.
"Justru di situ anehnya. Setiap orang pasti punya cara untuk menghadapi masalahnya," kata Aruna.
"Kalau kamu gimana cara ngadepin masalah, Na?" tanya Adam tiba-tiba, yang sudah bertopang dagu dan menatap gadis itu. "Apakah nulis diary juga?" Tidak ada nada mengejek di kata-kata tersebut, murni rasa penasaran.
"Ada, deh. Mau tahu aja," jawab Aruna datar. Padahal, ia gugup ditatap seperti itu. Adam tersenyum kecil.
Evan menatap Adam dan Aruna bergantian, tampak menyadari ketertarikan Adam pada Aruna, tapi tidak berkomentar. "Kamu benar, Na. Tante Sandrina sendiri adalah tipikal orang yang bakal nulis diary. Aku yakin banget. Nanti aku tanya kepolisian apakah ada buku yang berisi sesuatu yang mungkin bisa bersifat personal. Karena bagiku yang anak seni, aku mungkin nggak nulis diary, tapi kami mengekspresikan perasaan dari musik dan sebagainya. Mungkin, Tante Sandrina nulis puisi, atau cerpen. Mengingat beliau sendiri suka buku."
Aruna langsung ingat sesuatu. "Tante Sandrina pernah bilang kalau dia suka buku Anna Karenina."
"Karya Leo Tolstoy?" tanya Adam. Aruna mengangguk. "Gila, buku yang panjang banget itu." Adam berkomentar.
"Bukunya tentang apa? Maklum, aku nggak banyak baca buku," Evan nyengir.
"Buku yang dikategorikan tragedi, sebenarnya. Di mana, si protagonist merasa nggak bahagia dengan pernikahannya dan akhirnya berselingkuh dengan pria lain." Evan manggut-manggut, sementara Adam tampak berpikir.
Aruna melirik ke Evan. "Rasanya cocok dengan selera Tante Sandrina." Evan menebak-nebak.
Aruna melirik ke Adam di sebelah kirinya. Adam menggeleng. "No comment. Bukunya bagus dan Tante Sandrina sepertinya orang dengan selera bacaan yang bagus juga," kata Adam.
"Hmm, nanti aku coba pinjam bukunya. Ada satu di perpustakaan. Ntahlah, cuma mau baca dan mendalami perspektif Tante Sandrina setelah baca buku itu," Aruna menghela nafas.
Evan mengangguk. "Akan aku teliti lagi barang-barang pribadi Tante Sandrina. Aku duluan, ya. Setengah jam lagi ada kelas," Evan menjelaskan.
***
"Kok kamu nggak ikutan pulang, sih?" gerutu Aruna pada Adam yang mengekornya.
"Ngapain? Masa aku harus ikut Kak Evan ke kelasnya? Yang harus pergi kan Kak Evan, bukan aku."
"Terserah kamu, deh." Aruna menyerah. Senyum kemenangan terlukis di wajah Adam yang menyamakan langkah kakinya dengan Aruna.
Mereka berjalan, melewati rak-rak buku fiksi misteri, fiksi psikologis, dan mencapai rak buku fiksi klasik yang isinya lebih sedikit ketimbang genre fiksi yang lain.
"Nah, ada," seru Aruna saat melihat dua jilid buku karya Leo Tolstoy tersebut. Ada buku bagian satu dan dua.
Aruna melihat ke buku bagian satu dan membuka isinya sekilas, sedangkan Adam mengambil buku bagian kedua.
"Na, lihat ini," bisik Adam. Aruna melihat cowok itu, matanya yang cokelat terlihat terkejut dan juga bingung. Di tangannya, ada secarik kertas kecil. Tertulis dengan tulisan tangan, adalah sebuah kutipan.
"Happy families are all alike; every unhappy family is unhappy in its own way,"
-S.W
"Kalau nggak salah, aku pernah baca kutipan ini sebagai salah satu kutipan terkenal di buku ini," kata Aruna.
"S.W di sini, Tante Sandrina?"
"Pasti. Ini tulisan Tante Sandrina," Aruna menunjuk huruf y yang kakinya membulat. "Khas Tante Sandrina."
"Tapi, kenapa kutipan ini? Apakah karena suka, atau, apakah ada rahasia di baliknya?"
Similar Tags

