Di dalam kamar Luna mendengarkan rekaman dengan mengenakan earphone terlebih dahulu.
"Bagus juga tugas lo."
"Satu nama udah kejebak. Yaitu Andra."
"Gua kasih setengah dulu. Kalo misalnya Banu juga bisa nemenin Andra. Gua kasih lagi," ujar Vandra.
Lupa sungguh terkejut mendangar rekaman tersebut. Ia ingin sesegera mungkin bertemu Alea untuk menunjukkan remakan tersebut. Tetapi, disisi lain ia pun bingung bagaimana nasib Arka jika ia ikut terseret dalam masalah ini?
Hati Luna berkecamuk, namun kebenaran harus terungkap apapun kondisi dan konsekuensinya. Luna menyimpannya rekaman itu dalam google drive jaga-jaga jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan. Sesudah itu ia merebahkan dirinya di atas tempat tidur.
***
Alea datang ke rumah Banu bersama sang Bunda—Dahlia. Alasan mereka mendatangi rumah Dahlia, sebab Harsana—Bunda Banu menelepon Dahlia. Usai Banu tertangkapnoleh polisi, Harsana tidak tahu kepada siapa ia mengadu. Ia hanya punya dua teman dekat Dalisha dan Dahlia.
Orang pertama yang datang di rumah Harsana adalah Dahlia. Terlihat dari luar rumah itu tampak heninv seperti tidak ada kehidupan. Dahlia menekan tombol beli rumah tetapi, terlihat tidak ada pergerakan dari dalam rumah.
Tidak lama Dahlia memutuskan untuk menelepon Harsana barang kali beli rumah tidak terlalu terdengar dari dalam rumah. Sedang beberapa detik Dahlia menelepon Harsana. Wanita berusia empat puluh tahun itu keluar dari dalam rumah. Wadahnya terlihat berantakan dengan mata yang masih sembab.
Harsana membuka pintu gerbang mempersilakan Dahlia dan Alea masuk ke dalam rumah. Dahlia memeluk Harsana hangat memberikan sedikit kakuatan untuk Harsana. Dirasa sudah cukup, Dahlia mengajak Harsana kembali masuk ke dalam rumah. Sementara Alea hanya bisa mengikuti dari belakang tidak banyak bicara.
Alea meperhatikan rumah Banu. Rumah yang sudah lama tidak ia pijak sejak tante Harsana menikah kembali dengan Om Pradipta. Meskipun begitu rumah itu terlihat terawat. Dengan warna cat yang sepertinya belum lama dicat ulang kembali. Rerumputan dan tanaman yang terlihat segar pun menghiasi.
Ketika hendak melangkah masuk ke dalam rumah. Alea menginjak suatu benda yang membuatnya menghentikan langkah. Perlahan ia menunduk memeriksa benda apa yang baru saja tidak sengaja ia injak.
Alea mengernyit bingung melihat apa yang batu saja ia dapat. Sebuah benda pipih panjang kecil yang merupakan sebuah flashdisk. Tanpa pikir panjang Alea memasukkan benda tersebut ke dalam saku jakét. Memilih untuk menyimpan flashdisk terlebih dahulu agar dapat melihat isinya nanti.
Di ruang tamu, mereka duduk bertiga. Dahlia mengenggam tangan Harsana yang masih berlinang air mata.
"Banu anak baik, San. Aku yakin ini semua smcuma ke salah pahaman. Kita berjuang sama-sama ya. Andra, keponakan aku juga terjerat," ucap Dahlia pelan.
"Tante aku juga akan bantu tante. Banu juga teman aku selayaknya Andra." Harsana tersenyum dengan penuh harapan.
***
Alea mengajak Luna bertemu dengan Nata. Alea yakin, Nata tahu tentang flashdisk yang baru saja ia temukan kemarin berisi rekaman CCTV.
Nata, gua tunggu lo pulang sekolah di taman deket rumah.
Pesan terkirim.
Setelah mendapatkan sebuah pesan dari Alea ketika jam pelajaran tadi. Luna yang baru saja mengambil barang dagangan dari warung Mang Ijal bergegas menuju taman tempat mereka berjanji untuk bertemu. Pertemuan Aea atur dikala sore pada taman kecil dekat kompleks perumahan. Tempat yang terlihat jauh dari sorotan orang terlalu lalang dan terlihat tenang.
Alea datang lebih awal. Ia mengenakan sweater berwarna pink, warna kesukaannya. Tidak lama Aluna datang dengan hoodie hitam masih mengenakan seragam sekolah. Luna terdiri menyapa Alea dan segera duduk tepat di saling Alea.
"Aku, udah punya rekamannya," ucap Luna pelan sambil menunjukkan ponsel.
Luna membuka rekaman suara itu dari ponsel menekan tombol play. Dan suara Vandra terlihat cukup jelas begitu juga ketika Vandra menyebutkan nama Banu serta Andra untuk meminta Arka menjebak mereka. Dada Alea merasa sejak mendangar rekaman itu matanya pun membelalak. Ia sungguh tidak habis pikir akan tindakan Vandra entah motif apa yang membuatnya seakan ingin sekali menghancurkan hidup Banu dan Andra.
"Ini bisa kita kasih ke polisi sebagai bukti. Dan juga titik balik Banu dan Andra," ujar Alea.
"Tapi Al—" Luna menghentikan nada bicara nya.
"Kenapa? Kamu takut kita di sedang balik?" tanya Alea.
"Iya. Tapi ada hal yang lebih penting."
"Apa?"
"Kalo Arka dipenjara bagaimana? Biar bagaimana pun dia kakak aku. Saudara kandungku."
Alea mengenggam tangan Aluna. Ia sejenak menarik napas sebelum berbicara. Sejujurnya ia pun bingung harus bersikap bagaimana jika menjadi Luna. Posisi Luna serba salah. Ia harus mengungkap kebenaran meskipun hal itu membuatnya menjadi seseorang yang jahat untuk sang kakak.
"Luna, gua ngerti banget gimana perasaan lo. Tapi, kalo lo gak bisa kasih ini kebenaran gak akan terungkap. Ini bukan cuma tentang Andra atau Banu. Tapi tentang orang-orang lain yang gak salah yang sekarang juga jadi korban. Ada Tama,Sahil, Kevin dan Alex yang juga teman kita."
"Dan ini juga untuk mencegah ada korban-korban lain atau rencana lain yang akan Vandra lakuin." Luna menunduk jari kemarin ya melainkan kuku serta meremas jaketnya sendiri.
"Gua takut kehilangan Arka. Walaupun dia salah tapi, dia tetap Abang gua, Al."
"Luna kalo lo diam. Lo bakal kehilangan lebih banyak. Kita cari jalannya bareng-bareng nanti ya Luna. Gua bantu. Tapi, rekaman ini harus kita serahin ke polisi dulu." Luna mengangguk paham. Tidak Lama Nata datang.
"Haloo guys.."
Nata mengambil posisi duduk di samping Alea yang masih kosong.
"Ada apa nih?" tanya Nata penasaran.
"Lo udah tau kalo Banu ditangkap polisi?" tanya Alea to the poin.
"Hah? Banu? Ditangkap polisi?!"
"Kapan hehe? Kok gua gak tau!"
"Kemarin sore baru banget sama gua abis nyari bukti rekaman CCTV!" jelas Nata kembali.
Nata sungguh terkejut mendangar berita itu. Sebab di sekolah tidak ada berita tentang Banu yang ditangkap polisi. Nata pikir Banu sedang izin untuk memberikan bukti rekaman itu pada polisi, namun dugaannya ternyata salah besar.
"Rekaman?" tanya Alea memastikan.
"Iya rekaman CCTV yang kita cari dari tiap rumah warga. Yang mereka kejadian saat pelemparan senjata tajam itu," jelas Nata.
"Kemarin Banu sempet simpan di flashdisk dia," lanjut Nata.
"Tunggu. Flashdisk?" tanya Alea memastikan apakah flashdisk yang ia temukan adalah flashdisk yang Nata maksud atau bukan.
"Ini maksudnya?"
"Nah iya!" Nata menjentik kan jari. "Tunggu kok bisa sama lo? Kalo ini sqma lo, terus Ga gimana nasib Banu sekarang? Dia gak bisa konfirmasi CCTV itu ke polisi eong?!"
"Ini gua temuin waktu gua ke rumah Banu. Gua gak sengaja injek ini di depan pakarangan rumah dia. Kemarin tante Harsana telepon nyokap gua. Bilang kalo Banu ditangkap polisi. Nyokap gua langsung sikap ke rumah tante Harsana."
"Oooo," jawab Nata.
"Besok kita harus ke polisi buat kasih ke penyidik. Untuk bukti kalo Banu gak salah," kata Alea.
"Kita masih perlu bukti yang lain selain CCTV. Kita harus tahu siapa orang yang nyuruh melempar sajam itu ke pos. Kalo cuma CCTV itu buktinya kurang buat menurut gua.." Nata sejenak berhenti ia meneguk minumannya karena tiba-tiba tengorokkan nya terasa kering.
"Soalnya Vandra nuduh Banu yang melmpar itu. Waktu Banu pergi gak lama ada seseorang yang melemoar senjata tajam itu. Itu buat asumsi untuk polisi," lanjut Nata.
"Oke. Gua paham. Tapi, lo harus tahu gua juga punya bukti lain selain CCTV," ungkap Alea.
"Ha? Serius lo?!" Pandangan mata Nata terbelalalk terkejut.
"Apa?"
"Luna, tolong kasih rekaman itu ke Nata."
Luna mengangguk paham. Ia perlahan membuka rekaman itu memberikan ponsel nya kepada Nata. Nata perlahan menerima ponsel itu dan memutar rekaman yang diberikan Luna. Ketika selesai mendangar rekaman itu, Nata tidak bisa berkata-kata ia sungguh tecenggang dibuatnya.
"Besok kita harus laporan ke bu Loli dan Bu Sesil," imbuh Nata.
"Tapi kalo kita kasih tahu ke Bu Loli dan Bu Sesil apa sekolah akan bantu kita? Gua takut kalo misalnya kebenaran ini terungkap takut sekolah gak mau. Karena repitasi sekolah yang dipertaruhkan," pungkas Alea. Ia jadi memikirkan hal itu tiba-tiba.
"Kita coba dulu besok. Kalau pun sekolah tutup kasus. Gua punya kenalan orang yang kerja di LSM. Kita bisa minta bantuan mereka," ujar Nata
Alea dan Luna mengangguk mereka menyetujui usulan dari Nata.