Setelah kemarin Nata, Alea dan Luna sepakat untuk mambicarakan bukti rekaman yang mereka punya kepada Bu Loli dan Bu Sesil.
Di jam istirahat mereka bertiga bertemu diam-diam di ruang UKS. Di tangan Alea ada flashdisk rekmaan CCTV dan rekaman suara Andra. Alea sudah meminta Luna untuk mamindahkan rekaman suara tersebut ke dalam flashdisk.
"Udah siap?" tanya Nata dengan nada berbisik.
"Siap gak siap harus siap," jawab Alea.
"Tapi, gua masih kepikiran. Kalo.misalnya rekmaan suara itu bisa bikin Abang gua keseret. Gua bingung harus bilang apa ke orang tua gua," cetus Luna. Alea menatap Luna dalam.
"Luna, lo ingetkan. Kita ngelakuin ini bukan untuk balas dendam, tapi untuk kebaikan dan kebenaran. Kalo misalnya lo jelasin ulasannya orang tua lo pasti paham," kata Alea menenangkan.
"Luna, dalam kasus ini Abang lo memang salah. Tapi, Vandra yang lebih salah dan jahat. Dia otak dibalik semua ini dan dia juga yang harus bertanggung jawab. Gua yakin kalo Abang lo kemungkinan cuma dikenakan untuk wajib lapor," lanjut Nata. Luna sedikit lega mendengar perkataan Nata dan mengangguk pelan.
"Ya udah yuk. Kita ke Bu Loli untuk kasih tau hal ini," ajak Nata.
Mereka pun akhirnya keluar dari ruang UKS menyusuri koridor sekolah menuju ruang guru.
Jantung Luna semakin berdetak kencang ketika langkah kakinya semakin mendekat ruang guru.
"Kalian bertiga. Ada perlu apa?" tanya Bu Loli yang kebetuan ingin keluar jadi ruang guru. Nata, Alea dan Luna mencium punggung tangan Bu Loli sebelum berbicara lebih lanjut.
"Ibu, maaf boleh kami meminta waktu ibu sebentar? Ibu lagi sibuk atau tidak?" tanya Nata yang memulai pembicaraan.
"Engga ibu gak sibuk Kalian bertiga ada perlu apa?" tanya Bu Loli kembali dengan kedua alis mengernyit penasaran.
“Ibu, kami punya bukti baru terkait soal kasus teman kami Andra dan Banu," tutur Nata. Éksprési Bu Loli berubah. Ia melirik ke arah Nata, Alea dan Luna.
"Ayo ikut ibu ke ruang Bu Sesil."
Mereka mengikuti langkah Bu Loli yang berjalan menuju ruang BK. Sebelum masuk ke dalam ruang BK Bu Loli meminta sejenak untuk menunggu di luar ia ingin berbicara dengan Bu Sesil sebelum melanjutkan pembicaraan dengan ketiga siswanya.
Tidak lama berselang Bu Loli pun mempersilakan mereka untuk masuk. Setelah mereka duduk, Alea memberikan flashdisk itu.
"Apa ini?" tanya Bu Loli.
Nata angkat bicara,"Itu rekaman CCTV dari malam kejadian dan rekaman suara pengakuan Vandra tentang skrenario menjebak Andra dan Banu," jelas Nata.
Bu Loli meminta Bu Sesil untuk membuka rekaman tersebut di laptop. Bu Loli dan Bu Sesil melihat dan mendengarkan kedua rekaman tersebut dengan wajah tegang sekaligus terkejut. Setelah itu, Bu Loli dan Bu Sesil berjanji akan menangani kasus Andra dan Banu sampai tuntas.
***
Keesokan harinya Bu Loli, Bu Sesil dan ketiga siswa yang melaporakan bukti rekaman datang ke kantor polisi. Mereka menyerahkan bukti rekaman, polisi menerima laporan tersebut dan langsung menindak lanjuti.
Sementara Nata, Luna menemani Bu Loli dan Bu Sesil melapor. Alea datang untuk membesuk Andra dengan membawakan makanan buatan Bunda serta baju titipan Cakka yang mungkin dibutuhkan Andra.
Andra menatap Alea itu tersenyum melihat sepupunya yang datang membesuk. Andra pun segera duduk.
"Al," sapa Andra.
"Gimana kabar lo, Ndra?" tanya Alea.
"Ya begini lah. Fisik gua baik, tapi hati gua engga," jawab Andra jujur. Alea mengusap punggung tangan Andra memberi penguatan.
"Makasih ya untuk sering jengguk gua. Meskipun keluarga kandung gua sampai saat ini gak ada yang datang."
Andra tersenyum meskipun Alea tahu itu hanyalah senyum kepalsuan untuk menutupi kesedihan. Alea sebenarnya ingin mengatakan bahwa Cakka khawatir padanya ia belum bisa membesuk Andra karena suatu hal.
"Andra, gua udah dapat rekaman CCTV dan suara Vandra. Dan sekarang Nata, Luna, Bu Loli dan Bu Sesil lagi lapor."
"Lo harus percaya kebenaran akan berpihak pada kita, Andra."
Andra mengangguk pelan, "Gua percaya, Al. Semoga waktunya udah dekat." Kali ini Alea yang mengangguk pasti.
***
Seminggu setelah menerima laporan polisi mendatangi rumah Arka dan Vandra. Mereka di bawa ke kantor polisi dengan paksa karena melawan. Mereka dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggung jawabkan perbuatan atas rekayasa kasus.
Arka duduk di ruang introgasi. Tangannya sejak tadi berkeringat ia memainkan kain baju untuk menghilangkan perasaan tegangnya. Di hadapan kedua penyidik rekaman CCTV dan suara Vandra diputar berkali-kali supaya Arka mengakui perbuatannya.
"Arka, kami beri Anda kesemptan untuk jujur. Ini bisa mengurangi hukuman kalau Anda berbicara sekarang," ujar penyidik.
Arka menunduk. Ia mengetahui semua tidak bisa diubah ataupun disangkal. Ia tidak pernah berniat benar-benar menjebak Andra dan Banu. Tetapi, keikutsertaannya dalam kasus ini cukup menjerumuskannya.
"Saya awalnya hanya tergiur sama upah yang akan diberikan Vandra. Karena saya ingin punya uang pak."
"Tapi, saya gak nyangka akan separah ini. Saya gak nyangka kalo Vandra akan bilang kalau Banu yang menjadi pelakunya," ucap Arka lirih.
Sementara itu, di tempat lain Vandra bersikeras menyangkal sebagian besar tunduhan terhadapnya. Tapi, rekaman suara dan CCTV sudah memperkuat keterlibatannya dalam kasus ini.
Hampir satu bulan berlalu. Proses hukum terhadap Vandra sudah berjalan. Meskipun banyak meleati proses yang panjang akhirnya Vandra dijerat dengan pasal pencemaran nama baik, rekayasa kasus dan pemberian ketegangan palsu.
Meskipun Vandra mencoba mencari celah keringanan melalui kuasa hukumnya. Tetapi, bukti-bukti rekaman serta pengakuan Arka tidak bisa dielak. Vandra pun masuk ke dalam penjara khusus anak dikarenakan masih di bawah umur: LPKA atau lembaga khusus pembinaan anak. Lembaga ini bertujuan untuk merehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Sementara itu di sisi lain, Arka mendapat keringanan karena bekerjasama dengan mengakui perbuatannya. Ia pun harus menjalani pembinaan sosial dan wajib lapor. Bagi Arka ini adalah pelajaran paling besar dalam hidupnya. Sebab ia harus pintar-pintar untuk memilih teman supaya tidak terjerumus dalam lubang yang bernama masalah.