Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reandra
MENU
About Us  

Sinar matahari menembus tirai jendela kamar Andra. Membuat Andra terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Di meja mangkuk mie sisa semalam masih tersisa. Pandangan mata Andra mencari-cari keberadaan Banu ia tak menemukan  temannya itu. Perlahan ia pun bangun dari tempat tidur mencari keberadaan ponselnya berusaha menghubungi Banu. Ketika mengecek ponsel sudah ada banyak pesan dan panggilan telepon dari Banu.

Gua berangkat sekolah duluan ya. Hari ini gua lomba Olimpiade

Lu gua bangunin gak bangun-bangun. Jadi ya udah gua tinggal.

Btw di wajan ada nasi goreng buatan gua. Dimakan buat sarapan ya, Bro!

Andra duduk diam di sofa setelah menuruni tangga sambil membaca pesan-pesan dari Banu. Beruntung ia selamat sampai di lantai bawah. Lampu ruang tamu masih menyala dengan terang kebetulan hari sudah cukup siang Andra pun mematikan lampu ruang tamu.

Thanks ya, Nu. Semangat Olimpiade nya! Semoga lo menjadi jura satu!

Pesan terkirim

Jam menunjukkan pukul sembilan lebih sedikit hari ini ia memutuskan untuk  tidak masuk sekolah kembali mengingat ia sudah sangat kesiangan jika masuk sekolah. Saat Andra ingin mengambil piring untuk sarapan suara engsel pintu terdengar dari pintu depan. Diausul suara langkah kaki berat masuk ke dalam rumah.

"Andra?" Suara itu terasa tidak asing. Andra pun membalikan badan melihat siapa seseorang yang memanggil namanya.

Ketika tahu siapa seseorang yang baru saja memanggil namanya Andra terdiam. Ia tidak ingin menyapa, tetapi tidak ingin juga bergerak menjauh. Cakka langsung melangkah masuk ke dapur dan menatapnya pandangan mereka bertemu.

"Lo udah pulang..." ucap Cakka datar. Seolah Andra hanya pergi berliburan sebentar, bukan menginap lima hari di rumah sakit sendirian.

"Udah dari kemarin," jawab Andra. Cakka hanya mengangguk ada jeda panjang. Sunyi yang lebih menyakitkan dari teriakan.

"Kemarin gua mau jenguk, tapi..."

"Tapi lo gak datang!" potong Andra tajam.

"Lo, Mama, Papa. Gak ada satu pun yang datang!  Bahkan sekadar telepon nanya kabar gua juga enggak!" Cakka tertohok dan terdiam. Ia tidak menyangkal tetapi, tidak juga menjelaskan.

"Lo tau rasanya gak? Lima hari di rumah sakit, ditemani orang-orang yang bahkan bukan keluarga lo. Temen yang gak tinggal serumah malah lebih peduli!" Suara Andra bergetar.

Cakka menyandarkan tubuhnya ke tembok dapur. Ia meneguk minumannya hingga tandas. Tidak menjawab perkataan Andra dan lebih memilih untuk pergi ke kamar begitu saja.

Matahari menyelinap masuk lewat celah tirai jendela kamar. Cakka yang baru saja sampai di dalam kamarnya pun sedikit membuka jendela agar udara segar bisa masuk ke dalam kamar. Tidak ada yang berubah dari kamarnya masih sama seperti terakhir ia tinggalkan sebelum kembali ke Bandung tempatnya berkuliah.

Cakka terduduk di kursi belajar. Ia membuka laci di mana terdapat foto antara dirinya dan Andra waktu kecil. Suara dari lantai bawah tidak lagi terdengar kini, hanya detak jam dinding serta deru napasnya yang menemani. Cakka masih duduk di tempat yang sama, foto di tanganya belum ia lepas sejak tadi.

Ia kembali membuka laci meja belajar mengeluarkan selembar kertas beserta surat-surat yang tak pernah ia kirim. Surat tersebut berisi coretan tangan, tulisan tak rapi yang ditulis ketika hati sedang kalut serta pesan-pesan untuk Andra. Ketika adiknya itu masih tinggal bersama sang Mama.

Andra, Maaf.

Kalimat yang Cakka tuliskan khusus untuk Andra. Hanya sedikit kata namun, beratnya terasa seperti batu yang selama ini menghantam dada. Ia sebenarnya ingin menulis itu saat tahu jika Andra dirawat. Tetapi, waktu itu ia tak punya keberanian untuk mengirim atau bahkan mengatakannya langsung.

Terdengar suara ketukan pintu dari bawah. Cakka refleks menoleh. Langkah kaki cepat Andra dan suara dencitan pintu terdengar.

"Andra!" ujar Alea dengan nada suara hangat dan bersemangat.

"Aaa.. Kangen! Lo kok gak main-main ke rumah sih!" protes Alea.

"Gua bawain ayam saus mentega buatan Bunda!"

Andra tertawa kecil. "Lo emang penyelamat!"

"Lo belum makan daritadi?" tanya Alea cemas.

"Udah si makan nasi goreng buatan Banu. Tapi kurang," jawab Andra.

"Dasar! Ya udah yuk makan lagi!"

Suara percakapan mereka terdengar jelas hingga lantai atas sebab keadaan rumah yang sunyi. Namun, entah mengapa suara tawa Andra terasa asing ditelinganya. Seolah ia hanya tamu di rumah ini dan Andra hanya orang asing dalam hidupnya. Cakka menggenggam erat surat yang ingin diberikan untuk Andra.

Alea melangkah menuju dapur bunyi kantung plastik yang dibuka serta bau ayam saus mentega memehuni ruangan. Alea menyiapkan piring untuk meletakkan ayam buatan sang Bunda. Sementara Andra sudah duduk manis di kursi makan.

Di ruang makan mereka saling mengobrol, tertawa sesekali lempar canda dan sindiran ringan. Akan tetapi, dibalik tawa itu Andra masih menyimpan luka yang belum sepenuhnya sembuh.

Di tengah obrolan mereka. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang menuruni tangga. Dengan perasaan berat serta ragu Cakka muncul di ambang meja makan. Surat yang ia buat sudah terlipat dan tergenggam ditangannya. Ia memberikan surat itu pada Andra dan segera pergi tanpa kata.

***


Andra menatap surat yang diberikan Cakka. Ia tidak langsung membukanya. Manik matanya mengamati punggung Cakka yang perlahan menghilang di balik pintu rumah. Sekarang ia pergi lagi entah ke mana. Perasaan Andra saat itu  kecewa padahal ia sudah menunggu kedatangan saudara dekat selain Alea. Namun, harapan itu terpatahkan suasana.  Yang tadinya terasa hangat mendadak berubah dalam sekejap. Kini, hanya ada awan hitam kelabu.

"Itu Bang Cakka kan?" twnya Alea tiba-tiba memecah keheningan.

Andra tidak menjawab ia hanya mengangguk singkat. Kemudian melanjutkan makan yang belum sempat habis. Ia belum siap untuk membacanya.

Ponsel Alea bergetar. Gadis itu lantas dengan cepat menjawab telepon yang terlihat pada layar ponsel. Bunda, nama yang muncul pada layar ponsel.

"Halo Bunda. Kenapa Bunda?"

"Kamu udah anter makanan ke Andra?"

"Udah Bunda. Ini Andra lagi makan, lahap banget kaya seminggu gak makan," jawab Alea. Mendengar ucapan dari Alea, Andra melotot dibuatnya.

"Alea ayo. Sudah jam jadwal kamu kontrol dokter." Alea mengecek jam pada pergelangan tangan. Ia menepuk pening.

'Oh iya, Lupa!' batin Alea.

"Sebentar Bunda. Alea Otw."

"Bunda tunggu ya. Jangan ngebut-ngebut."

"Siap Bunda."

"Oke." Panggilan terputus.

"Andra. Gua tinggal gak apa-apa ya? Gua harus ke rumah sakit kontrol," kata Alea merasa tak enak hati.

"Ah iya. Gak apa-apa santai. Ya udah lo hati-hati di jalan. Apa gua anter sampe rumah?"

"Gak usah. Lo kan lagi makan. Lanjutin makannya aja. Yang banyak biar lo cepet sehat!" Andra tersenyum hangat.

"Ya udah gua pamit!" Alea mengambil tas selempang beserta jaket. Ia pun melangkah cepat dan Andra hanya mengikutinya dari belakang mengantar gadis itu hingga depan pagar rumahnya.

"Dah!" Alea melambaikan tangan. Begitupun juga Andra.

"Jangan ngebut-ngebut!" Teriak Andra dari kejauhan. Alea merespon dengan acungan jempol.

Setelah Alea pergi. Andra kembali masuk ke dalam rumah menuju ruang makan. Piringnya masih tergeletak di atas meja dengan lauk pauk yang menggugah untuk dimakan. Namun, ke ingin untuk melanjutkan makan Andra tidak ada.

Andra pun membereskan meja makan. Memasukkan lauk ke dalam kulkas, nasi ke dalam ricecooker dan mencuci piring yang kotor. Sesudah selesai semua Andra pin duduk kembali di ruang makan menarik napas dalam.

Andra melirik surat pemberian Cakka yang tergeletak diujung meja. Ia mengamati kertas putih yang terlipat rapi itu, kemudian mengambil surat itu perlahan. Rasanya enggan sekali untuk membacanya seperti ada beban yang menopang pundaknya. Tetapi, ia harus membuka surat itu tak mau segala ketidak jelasan terus- menerus ada.

Perlahan ia membuka surat itu membuka lipatannya. Tulisan khas Cakka langsung menyambutnya terlihat sedikit berantakan, namun masih bisa untuk dibaca.

Andra, maaf...

Gua gak tau harus mulai dari mana. Jujur gua pun gak ngerti sama diri gua sendiri kenapa gua bisa sejauh ini sama lo. Kadang gua mikir gua gak pantas buat jadi kakak lo.

Gua tau lo waktu itu sakit. Gua udah sempet bilang sama Mama dan Papa kalo lo sakit. Tapi mereka gak respon. Gua bingung harus gimana karena takut lo kenapa-kenapa.

Terus gua beraniin diri gua buat datang ke rumah sakit. Tapi, pas sampai di sana ternyata udah banyak yang jaga dan perhatian sama lo. Ada temen-teman lo gua gak tau siapa aja. Yang gua tau cuma Banu, Alea dan di sana juga ada tante Dahlia.

Ndra, di kamar lo ada jaket kesayangan gua. Kalo lo gak keberatan dipake ya hadiah buat lo. Sorry sekali gua belum bisa beliin yang baru. Soalnya kebutuhan buat kuliah gua lagi banyak-banyaknya.

Gua juga mau bilang satu hal lagi sorry gua udah nyuri uang tabungan lo. Gua janji bakal balikin uang lo nanti kalo gaji pertama gua udah turun. Oh iya, gua sekarang nyambi kerja partime.

Udah itu aja. Sehat terus dan bahagia terus ya adek gua!

Usai membaca surat itu, tanpa sadar air mata menetes dikedua kelopak matanya. Ia menyeka perlahan. Hatinya benar-benar terasa tercabik membaca surat itu. Dirinya dan Cakka mempunyai luka masing-masing.

Andra berdiri diri melangkah menuju kamarnya yang terletak di lantai atas sambil membawa surat itu. Dalam langkah menuju tangga seakan membawanya ke masa lalu. Ditiap dinding itu masih terpajang foto mereka kecil dan foto saat kedua orang tuanya masih bersama-sama. Tiba di depan kamarnya Andra mendorong pintu ia berdiri di ambang pintu ketika melihat jaket favorit yang sering Cakka gunakan ada di atas tempat tidurnya.

Andra masuk ke dalam kamar duduk di tepi tempat tidurnya. Ia mengambil jaket itu menghirup aroma jaket itu yang masih tertinggal parfum aroma khas Cakka. Andra pun memeluk erat jaket tersebut seakan sedang memeluk Cakka—saudara kandung satu-satunya yang ia miliki.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Superhero yang Kuno
1219      793     1     
Short Story
Ayahku Superheroku
Because I Love You
1388      769     2     
Romance
The Ocean Cafe napak ramai seperti biasanya. Tempat itu selalu dijadikan tongkrongan oleh para muda mudi untuk melepas lelah atau bahkan untuk menghabiskan waktu bersama sang kekasih. Termasuk pasangan yang sudah duduk saling berhadapan selama lima belas menit disana, namun tak satupun membuka suara. Hingga kemudian seorang lelaki dari pasangan itu memulai pembicaraan sepuluh menit kemudian. "K...
Sebab Pria Tidak Berduka
120      100     1     
Inspirational
Semua orang mengatakan jika seorang pria tidak boleh menunjukkan air mata. Sebab itu adalah simbol dari sebuah kelemahan. Kakinya harus tetap menapak ke tanah yang dipijak walau seluruh dunianya runtuh. Bahunya harus tetap kokoh walau badai kehidupan menamparnya dengan keras. Hanya karena dia seorang pria. Mungkin semuanya lupa jika pria juga manusia. Mereka bisa berduka manakala seluruh isi s...
Bunga Hortensia
1647      100     0     
Mystery
Nathaniel adalah laki-laki penyendiri. Ia lebih suka aroma buku di perpustakaan ketimbang teman perempuan di sekolahnya. Tapi suatu waktu, ada gadis aneh masuk ke dalam lingkarannya yang tenang itu. Gadis yang sulit dikendalikan, memaksanya ini dan itu, maniak misteri dan teka-teki, yang menurut Nate itu tidak penting. Namun kemudian, ketika mereka sudah bisa menerima satu sama lain dan mulai m...
Untitled
507      290     0     
Romance
This story has deleted.
Main Character
1408      860     0     
Romance
Mireya, siswi kelas 2 SMA yang dikenal sebagai ketua OSIS teladanramah, penurut, dan selalu mengutamakan orang lain. Di mata banyak orang, hidupnya tampak sempurna. Tapi di balik senyum tenangnya, ada luka yang tak terlihat. Tinggal bersama ibu tiri dan kakak tiri yang manis di luar tapi menekan di dalam, Mireya terbiasa disalahkan, diminta mengalah, dan menjalani hari-hari dengan suara hati y...
Can You Hear My Heart?
539      323     11     
Romance
Pertemuan Kara dengan gadis remaja bernama Cinta di rumah sakit, berhasil mengulik masa lalu Kara sewaktu SMA. Jordan mungkin yang datang pertama membawa selaksa rasa yang entah pantas disebut cinta atau tidak? Tapi Trein membuatnya mengenal lebih dalam makna cinta dan persahabatan. Lebih baik mencintai atau dicintai? Kehidupan Kara yang masih belia menjadi bergejolak saat mengenal ras...
Dalam Waktu Yang Lebih Panjang
419      317     22     
True Story
Bagi Maya hidup sebagai wanita normal sudah bukan lagi bagian dari dirinya Didiagnosa PostTraumatic Stress Disorder akibat pelecehan seksual yang ia alami membuatnya kehilangan jati diri sebagai wanita pada umumnya Namun pertemuannya dengan pasangan suami istri pemilik majalah kesenian membuatnya ingin kembali beraktivitas seperti sedia kala Kehidupannya sebagai penulis pun menjadi taruhan hidupn...
Kesempatan Kedua
934      579     7     
Short Story
Konfigurasi Hati
556      380     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.