Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reandra
MENU
About Us  

Sudah tiga hari usai pulang dari rumah sakit, Andra masih enggan untuk masuk sekolah. Tatapannya masih terasa kosong Andra mengedipkan mata berkali-kali ia menatap dari atas sampai ke bawah pada seseorang yang berdiri dihadapannya. Kemudian ia mengernyit bingung. Kantung mata yang menghitam bibir yang pucat pasi masih terlihat. Ia merasa masih sakit dan pusing bukan karena sakit karena mag ataupun gejala tipes, namun sakit dalam pikirannya.

Karena sampai detik ini Mama nya tidak bisa dihubungi begitu pun Papa nya. Dan Cakka—Abang nya. Mereka seperti menghilang ditelan bumi. Papa yang tidak kunjung pulang ke rumah pun sama hal nya dengan Cakka. Suara ketukan pintu tiba-tiba memecah keheningan di ruangan. Membuyarkan pikiran Andra yang sedang kalut. Dengan cepat Andra berusaha menyembunyikan kesedihannya ia tidak ingin ada seseorang yang mengetahui dirinya sedang sedih. Andra beranjak dari tempat duduk untuk membuka pintu. Ketika pintu terbuka terlihat lah Banu yang baru saja pulang dari sekolah membawa banyak paper bag berisi camilan terlihat jelas di tangan Banu.

"Lagi ngapain lo?"

"Udah makan belum?" tanya Banu yang langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa menunggu sang pemilik rumah mempersilakan masuk.

"Gua bawa makanan nanti gua siapin di dapur. Lo tunggu di ruang tamu aja," ujar Banu kembali. Dan kali ini pun lagi-lagi langsung masuk ke dapur untuk menaruh makanan yang ia bawa di atas piring.

Usai pulang sekolah. Banu memilih untuk tidak langsung kembali ke rumah. Dia memilih mengujungi tempat Andra dari pada pulang ke rumah yang tanpa kehangatan keluarga. Selain karena hal itu, Banu juga masih memikirkan tentang bagaimana kelanjutan keikut serta hanya mengikuti olimpiade IPS. Sebab, Kala—patner dalam mengikuti olimpiade mendadak tidak diperbolehkan ikut oleh orang tuanya. Imbas dari seseorang yang mengirimkan sebuah foto mereka berdua yang sedang belajar bersama ke orang tua Kala dengan mengatakan bahwa 'mereka tidak belajar bersama tetapi sedang berpacaran.'

Andra membuka pintu rumahnya kembali setelah mendengar suara seseorang memencet bel rumah. Ia mengedipkan mata berkali-kali menatap dari atas sampai ke bawah pada seseorang yang berdiri dihadapannya. Kemudian ia mengernyit bingung.

"A–ada apa, bang Aksa?"

Hampir lima menit Andra menunggu jawaban Aksa—kakak dari Kala yang merupakan tetangga di sebelah rumahnya. Namun, cowok itu bergeming. Hingga pada menit berikutnya Andra berinisiatif untuk menjentikkan jari.

"Bang?"

"Eh–gua mau ngomong sama lo. Lo lagi sibuk ga?"

"Em–" Andra menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Engga si bang.."

"Mau ngomong apa, bang?"

"Gua gak boleh masuk dulu nih ceritanya?"

"Oo.. Oh iya.. Boleh lah bang! Sorry.. Sorry.."

Andra membuka pintu gerbang lebih lebar supaya Aksa bisa masuk ke dalam pekarangan rumahnya. Setelah itu Andra kembali menutup gerbang. Diajaknya Aksa untuk duduk di bangku teras.

"Mau minum apa, bang?"

"Gak usah gua cuma bentar aja kok.."

"Gak apa-apa bang. Lo kan tamu, masa gak disuguhin apa-apa. Bentar ya bang.."

"Ehm.. Kopi item boleh gpp.."

"Oke bang.."

Bergegas Andra masuk ke rumah menuju dapur untuk membuat segelas kopi dan mengambil beberapa camilan yang ada. Setelah selesai Andra mengambil sebuah nampan untuk membawa segelas kopi dan camilan.

"Buat siapa itu?" tanya Banu yang baru saja keluar dari kamar mandi. 

"Bang Aksa.." bisik Andra pelan.

"Ha?"

"Bang Aksa.."

"Ha? Apaan si?"

Lantaran kesal Andra meletakkan nampan di atas meja pantri. Dan menarik telinga Banu.

"BANG AKSA, BUDEK!"

Banu mengernyit dan melotot terkejut, sembari menutup telinga sebelah kirinya dengan telapak tangan yang terasa pengang akibat teriakan Andra.

"Ada apa bang Aksa ke sini?" bisik Banu.

Andra mengecutkan bibir dan mengangkat kedua bahu. "Entah.."

"Kalo kepo ayo, temenin gua ketemu sama Bang Aksa," ucap Andra sembari berjalan menuju teras membawa nampan.

Sampai di teras Andra pun langsung meletakkan kopi serta camilan di atas meja. Andra refleks melempar nampan ke arah Banu yang baru saja keluar dari dalam rumah. Untungnya Banu sigap menangkap.

"Udah ayo cepetan! Ga enak sama bang Aksa!" protes Banu

"Ya udah, kuy!" 

Andra berjalan terlebih dahulu diikuti oleh Banu. Andra duduk di lantai terus rumah sama hal nya dengan Banu.

"Eh, duduk di atas napa!"

"Gua berasal disembah," kata Aksa. Banu dan Andra tertawa kencang mendengar perkataan Aksa.

"Udah gak apa-apa bang," sahut Andra. Aksa yang merasa tidak enak hati lantas ikut duduk di lantai bersama Andra dan Banu.

"Lah, kenapa malah ikut dan duduk di bawah et dah!" seru Andra.

"Gak apa-apa elah, santai.." tukas Aksa.

"Btw, abang ada apa datang ke sini?" tanya Banu memecah keheningan serta rasa penasaran.

"Oh iya. Jadi, gua ke sini mau tanya sesuatu sama kalian. Mungkin kalian tau suatu hal, ini tentang adek gua," jelas Aksa.

"Kala?" tanya Banu.

"Ya iya. Siapa lagi," lanjut Aksa.

"Kali aja Ara," sahut Andra. Hal itu membuat Aksa tetawa singkat.

"Jadi, kenapa sama Kala bang?" tandas Banu. Ia sungguh penasaran ada apa dengan Kala. Sebab ketika di sekolah tadi respon Kala sangat aneh padanya.

"Jadi, kemarin ada seseorang yang kirim foto ini ke ortu gua." Aksa menunjukkan foto Kala bersama Banu.

"Dari foto itu, respon ortu gua jadi negatif tentang Kala. Sampai-sampai Kala ga dibolehin masuk dan terancam untuk ga bisa ikut olimpiade," jelas Aksa.

"Gua mau minta tolong bantuin gua buat cari tau siapa pelakunya."

Banu termenung. Pantas saja sikap Kala tiba-tiba berubah. Tidak ada angin tidak ada hujan, ia mendadak dingin pada Banu. Bahkan sudah berpuluh-puluh pesan tidak ada yang di balas.

"Kalo kalian mau dan ga keberatan," cetus Aksa.

"Boleh bang, jujur kalo masalahnya seperti ini. Yang rugi bukan cuma Kala tapi gua juga. Jadi, gua sangat mau dan ga keberatan sama sekali, bang," jawab Banu. Sementara Andra hanya menyimak percakapan mereka. Ia kurang paham dengan pembicaraan mereka.

"Ya udah kalau gitu. Gua cuma mau nyampaiin itu. Besok gua mau ke sekolah minta kesempatan sama Bu Loli buat Kala. Semoga aja bisa."

"Gua pamit pulang ya." Aksa beranjak dari kursi Banu dan Andra pun mengantar Aksa sampai depan gerbang.

Tak lama setelah mengantar Aksa. Andra sungguh penasaran dengan permasalahan Banu. Karena saat sakit mungkin ada banyak hal yang terjadi pada Banu dan ia tidak bercerita padanya. Meski pun ia sedikit tahu dari Kala. Tapi ia ingin mengalir lebih dalam dari sudut pandang Banu.

"Sebenarnya lo sama Kala ada apa si?" tanya Andra penasaran.

"Gua sama Kala kemarin belajar bareng abis dari jenguk lo waktu itu. Tapi ada orang yang diam-diam foto kita dan kirim foto itu ke Bunda-Nya Kala," jelas Banu.

"Karena itu Bunda nya Kala, bilang ke Bu Loli kalo sebenarnya Kala mengundurkan diri. Dan itu but gua sama Kala terancam diskualifikasi selain itu juga bisa buat gua sama Kala kena denda."

"Yaa... Semoga aja bang Aksa bisa bujuk bu Loli. Buat kasih kesempatan lagi."

Banu menepuk pundak Andra. "Ya udah yuk! Kita lanjut makan. Makannya yang gua bawa belum lo makan!"

Mendengar penjelasan itu Andra pun mulai memahami percakapan semalam dengan Kala. Ketika gadis itu duduk termenung sendirian di balkon kamarnya. Andra yang melihat Kala sedang sedih pun mencoba menemani dan berbincang dengan Kala.

"Halo tetangga!" Andra melempar pelan kertas bola yang ia buat bulat. Membuat Kala tersadar dari lamunan.

"Eh, Andra. Halo, kamu udah sembuh?"

Andra tersenyum senang  mendengar ada orang yang menanyakan kabarnya.

"Alhamdulilah udah mendingan."

"Lo kenapa? Kayak lagi sedih?" tanya Andra penasaran.

"Gak apa-apa."

"Kalo ada masalah lebih baik dibagi jangan dipendam sendiri biar lebih lega. Ya walaupun mungkin gua gak bisa bantu. Tapi seenggaknya beban lo sedikit berkurang," ujar Andra. Padahal ia juga punya masalah tetapi tidak ada yang mendengarkan ia lebih memilih untuk memendamnya sendirian.

"Aku kayaknya ga bisa ikut olimpiade. Bundaku gak setuju dan mau bilang ke Bu Loli untuk mengundurkan diri."

"Bunda lo gak setuju dan bilang ke wali kelas kita untuk mengundurkan diri?" ucap Andra dari balkon rumah yang kebetulan bersampingan dengan balkon kamar Kala.

Kala menarik napas panjang. Ia tidak mampu menjawab dengan kata hanya anggukan sebagai jawabannya.

"Alasannya apa?" ucap Andra penuh penekanan dan tanda tanya besar.

Kala menunjukkan sebuah foto yang menunjukkan dirinya dengan Banu saat belajar bersama. Andra menaikkan kedua alis. Dalam benaknya penuh tanda tanya.

"Ada orang yang sengaja kirim foto itu ke bunda," jelas Kala.

Mata Andra melotot tidak percaya. "Itu siapa yang kirim? Ngadi ngadi.."

"Entah.." jawab Kala.

"Tenang, Kal. Pasti gua bantu lo."

"Ini gak bisa dibiarin ni.. Lo gak salah. Lo sama Banu murni belajar gak pacaran!"

"Kala, buka pintu. Abang bawa makan malam  buat lo."

Kala dan Andra saling bertatapan ketika mendengar suara-suara itu. Kala sepontan menyahut panggilan Aksa.

"Iyaa, Abang... Sebentar, Kala lagi di kamar mandi..."

"Em.. Andra, maaf ya. Aku harus masuk. Ma- makasih udah dengerin cerita aku.." Andra menganggukkan kepala.

"Aku duluan masuk ya.."

Usai memberikan senyuman pamit pada Andra. Kala bergegas menutup pintu balkon kamar. Dan membuka pintu kamarnya. Karena takut Aksa marah jika ia lama membuka pintu.

"Lama banget.."

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tanpo Arang
77      66     1     
Fantasy
Roni mengira liburannya di desa Tanpo Arang bakal penuh dengan suara jangkrik, sinyal HP yang lemot, dan makanan santan yang bikin perut “melayang”. Tapi ternyata, yang lebih lemot justru dia sendiri — terutama dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi di sekitar villa keluarga yang sudah mereka tinggali sejak kecil. Di desa yang terkenal dengan cahaya misterius dari sebuah tebing sunyi, ...
Finding the Star
1647      1144     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Sweet Seventeen
1749      1079     4     
Romance
Karianna Grizelle, mantan artis cilik yang jadi selebgram dengan followers jutaan di usia 17 tahun. Karianna harus menyeimbangkan antara sekolah dan karier. Di satu sisi, Anna ingin melewati masa remaja seperti remaja normal lainnya, tapi sang ibu sekaligus manajernya terus menyuruhnya bekerja agar bisa menjadi aktris ternama. Untung ada Ansel, sahabat sejak kecil yang selalu menemani dan membuat...
Arloji Antik
423      279     2     
Short Story
"Kalau langit bisa dikalahkan pasti aku akan ditugaskan untuk mengalahkannya" Tubuh ini hanya raga yang haus akan pengertian tentang perasaan kehidupan. Apa itu bahagia, sedih, lucu. yang aku ingat hanya dentingan jam dan malam yang gelap.
Dimensi Kupu-kupu
14583      2793     4     
Romance
Katakanlah Raras adalah remaja yang tidak punya cita-cita, memangnya hal apa yang akan dia lakukan ke depan selain mengikuti alur kehidupan? Usaha? Sudah. Tapi hanya gagal yang dia dapat. Hingga Raras bertemu Arja, laki-laki perfeksionis yang selalu mengaitkan tujuan hidup Raras dengan kematian.
Lost Daddy
5380      1211     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Untitled
507      290     0     
Romance
This story has deleted.
Ibu Mengajariku Tersenyum
3150      1223     1     
Inspirational
Jaya Amanah Putra adalah seorang psikolog berbakat yang bekerja di RSIA Purnama. Dia direkomendasikan oleh Bayu, dokter spesialis genetika medis sekaligus sahabatnya sejak SMA. Lingkungan kerjanya pun sangat ramah, termasuk Pak Atma sang petugas lab yang begitu perhatian. Sesungguhnya, Jaya mempelajari psikologi untuk mendapatkan kembali suara ibunya, Puspa, yang senantiasa diam sejak hamil Jay...
Behind The Spotlight
3692      1831     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...
Beasiswa untuk yang Mengandungku
575      414     0     
Short Story
perjuangan seorang wanita untuk ibunya. belajar untuk beasiswa prestasi yang dia dambakan demi melanjutkan kuliahnya yang biayanya beigtu mahal. beasiswa itu untuk ibunya.