Andra terbangun ketika menyadari ada seseorang yang mengusap keningnya perhalan. Dalam sayup mata yang masih meremang perhalan ia melihat seseorang itu. Seseorang itu adalah tante dahlia, Andra sedikit kecewa dibuatnya. Ia pikir itu Mama nya yang mengusap kening pertanda menjenguk dirinya yang berada di rumah sakit.
"Tante?"
"Eh, Andra. Maaf tante ganggu istirahat kamu."
Andra menggeleng. "Engga tante. Andra justru senang ada orang yang datang jenguk."
Dahlia tersenyum ramah ia kemudian mengusap bahu Andra penuh kasih sayang.
"Bunda panggil nya," jawab Dahlia.
"Oh iya. Andra lupa. Maaf tan—" Andra segera menutup mulut saat ingin memangil kata tante lagi. "Bunda maksud Andra."
Dahlia tersenyum. Ia mengupas jeruk untuk Andra. Ia tahu jika Andra sangat menyukai jeruk jadi ia membawakan jeruk khusus untuk Andra. "Gak apa-apa. Senyamannya kamu aja mau panggil apa," ujar Dahlia. Ia menyuapi jeruk untuk Andra.
Andra hanya termenung melihat jeruk yang berada di tangan Dahlia yang sudah siap untuk disuap ke mulutnya.
"Ayo jeruknya sudah meluncur." Perlahan Andra membuka mulut menerima jeruk dari Dahlia.
Dahlia tersenyum senang melihat Andra memakan jeruk pemberiannya. Ia sungguh sangat sayang kepada keponakan ini sebab ia mendambakan mempunyai dua anak perempuan dan laki-laki. Namun, sayang Tuhan hanya memberikan satu anak perempuan untuk dirinya.
Disisi lain Andra terenyuh mendapat perlakuan penuh kasih sayang dari Dahlia. Yang di mana ia sangat ingin juga mendapat perlakuan kasih sayang dari Mara—ibu kandungnya. Selayaknya Cikka—adik kandungnya yang mendapat kasih sayang dari Mara. Atau seperti Cakka yang mendapat kasih sayang dari Bara—papa kandungnya.
"Tante?"
"Eh—"
"Bunda."
"Iya sayang?"
"Alea gak ikut ke sini?" tanya Andra penasaran.
"Alea tadi mau ikut. Cuma Bunda gak bolehin. Soalnya kemarin baru abis transfusi darah jadi butuh istirahat yang banyak."
Andra mengangguk paham. Alea sejak kecil menderita thalasemia. Di mana thalasemia itu meeupakan kelainan darah tubuh tidak memproduksi cukup hemoglobin yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Akibatnya, penderita thalasemia sering mengalami anemia kekurangan sel darah merah, yang bisa menyebabkan kelelahan, lemas. Untuk Alea, dia termasuk thalasemia berat itu sebabnya Alea harus transfusi darah secara rutin.
"Kata dokter sakit apa?"
"Mag sama gejala tipes, Bunda."
"Nah kan. Ayo makannya yang banyak!"
"Kemarin-kemarin gak makan di rumah bunda si. Padahal bunda udah siapin makanan enak buat kamu tapi malah ga datang-datang. Alea telepon juga gak direspon."
Andra tersenyum kikuk sambil mengaruk kepala. "Andra gak enak kalau harus numpang makan terus bunda. Takut ngerepotin."
"Huss.. Kok ngomong nya gitu. Bunda malah seneng kalau kamu dateng. Biar Alea ada temen makan bareng. Biar bunda ga berduaan aja sama Alea."
"Nanti kalau udah sembuh harus makan terus di rumah ya! Kamu mau dimasakin apa?"
"Em—" Andra berpikir ia tidak tahu mau meminta apa. Karena ia tak punya makanan favorit karena jarang makan bagi Andra semua makanan sama enaknya.
"Apa aja bunda. Semua masakan bunda. Andra pasti suka."
Dahlia sumringah mendengar jawaban Andra. Ia sungguh tak sabar untuk segera memasak banyak masakan untuk Andra. Alasan mengapa ia sangat sayang pada Andra karena sejak lama ia ingin punya anak. Hampir sepuluh tahun ia menunggu untuk punya anak tetapi tak kunjung diberikan. Beruntung nya pada tahun kesebelas ia dianugerahi Alea. Makannya ketika tahu Andra ditelantarkan oleh orang tuanya Dahlia sangat perhatian pada Andra seperti anaknya sendiri.
"Assalamualaikum.." ucap Nata, Ghani, janu, kenzie, ganandra secara bersamaan.
Andra yang saat itu sedang asik menikmati jeruk langsung menoleh.
"Waalaikum salam," jawab Dahlia.
"Kalian pasti teman-temannya Andra, ya? Ayo masuk silakan."
"Iya tante. Permisi."
Ghani mendahului untuk mencium punggung tangan Dahlia diikuti oleh teman-temannya.
"Silakan-silakan. Kalau gitu tante tinggal dulu ya. Biar kalian ngobrolnya ga canggung," pungkas Dahlia.
"Baik tante. Terima kasih," jawab Nata.
Selepas Dahlia pergi. Janu meletakkan bingkisan yang mereka bawa pada meja napas di samping tempat tidur Andra.
"Sakit apa lo?"
"Jagoan kok sakit," cetus Kenzie.
Andra tertawa. "Jagoan juga manusia kali."
"Cepet sehat! Ga ada yang main gitar buat kita!"
Ganandra menepuk bahu Andra.
Ghani, Kenzie yang saat itu fokus dengan ponsel masing-masing. Tiba-tiba teralihkan oleh Suara Banu yang menyapa mereka di loby rumah sakit. Kenzi menyenggol lengan Banu kemudian memainkan mata. Padahal mereka sedang bermain game karena kedatangan Banu fokus mereka teralihkan.
"Mana Janu sama Nendra?" tanya Banu pada Kenzie. Usai ia bersalaman dengan Kenzie.
"Masih di Andra."
"Oh.."
"Eh iya, kenalin ini Kala."
Kenzie menyunggingkan senyum tipis ia menepuk bahu Banu. "Ga lo kenalin juga gua udah kenal Nu, Nu.."
"Ya ga, Kal?" ucap Kenzie seraya mengedipkan sebelah mata.
"Dih, genit banget lo!" protes Banu. Ia meninju pelan bahu Kenzie.
Yang ditinju hanya bisa mengaruk tengkuknya yang tidak gatal. Kenzie pun mengulurkan tangan untuk menjabat tangan Kala. Kala menerima dengan senang hati jabatan tangan Kenzie. Begitu pun dengan Ghani. Tidak lama Janu dan Nendra datang. Terlihat mereka berbisik-bisik seraya melihat Banu yang duduk di samping Kala. Banu dan Kala melangkah menuju kamar Andra di rawat. Perlahan Banu membuka pintu. Terlihat beberapa tirai yang tertutup. Banu mengajak Kala melangkah ke ujung kamar satu-satunya tirai yang tidak ditutup.
Terlihat Andra yang masih terbaring lemah. Meskipun sekarang sudah tidak ada lagi alat bantu pernapasan. Melihat Andra yang hanya sendirian dada Banu bergemuruh. Perasaan sedih meyeruak disaat seperti ini tidak ada keluarga yang menemani Andra. Ia tidak bisa berlama-lama untuk menemani Banu, sebab ujian tengah semester yang sedang berlangsung di kampusnya. Tangan Banu meraih tangan Andra kemudian mengusap perlahan. Perlakuan Banu membuat Andra terbangun.
"Lho—"
"Ba—"
"Banu? Kala?"
Kala yang sedang meletakkan titipan Dalisha menoleh ke arah Andra. Andra saat itu berusaha untuk bangun dari posisi tidur menjadi duduk, tapi Banu cepat-cepat mencegahnya.
"Udah tiduran aja dulu. Jangan dipaksa kalo masih belum kuat buat duduk."
Andra menuruti perkataan Banu. Andra mengusap kelopak matanya tanpa sadar bulir air mata sedikit jatuh. Beberapa kali Andra melihat langit-langit kamar serta menginapkan mata supaya air mata tidak kembali jatuh. Andra merasa terharu sebab teman-teman nya begitu perhatiian terhadapnya disaat kedua orang tua nya tidak peduli terhadapnya.
"Lo ngapa nangis?"
"Dih, cengeng banget," cibir Banu.
Andra tidak menjawab ia lebih memilih untuk kembali mengusap mata nya. Banu memukul pelan bahu Andra.
"Jangan nangis, di sini ga ada balon sama permen!"
"Sialan lo!"
"Jangan bikin gua malu di depan Kala!" keluh Andra. Kala hanya bisa tertawa kecil.
"Andra cepat sehat ya," ucap Kala.
"Tadi ada titipan dari Bunda. Jangan lupa di makan ya!"
Andra menatap Kala, kemudian berkata, "Siap tuan putri!"
Ucapan tersebut otomatis membuat Banu mengecutkan bibir nya.