Loading...
Logo TinLit
Read Story - Reandra
MENU
About Us  

"Ibu nitip ini ya buat Andra. Katanya dia sakit belum makan dan gak bisa bangun."

Kala tertegun mendengarnya. Ia sedikit melihat wajah Bu Loli, dan berpikir sejenak. Baru saja kemarin Andra mengantar surat olimpiade untuk nya sekarang ia malah mendengar Andra sakit.

"Kal? Kala?"

"Bisa kan ibu titip ini?"

"Ah—iya bu. Bisa, nanti saya ke rumah Andra."

"Makasih ya, Kal."

"Iya bu. Ya udah kalo gitu saya pamit izin pulang ya bu."

Kala pun menyalami Bu Loli sebelum pergi. Ia bergegas menuju gerbang sekolah di mana Aksa sudah menunggu. Bahkan Aksa sudah berkali-kali nelepon Kala. Kala berhenti sejenak saat hampir sampai depan gerbang sekolah ia sudah melihat wajah Aksa yang kasel karena nya.

"LAMA BANGET LO!"

"UDAH AYO CEPETAN!" sentak Aksa.

Kala menerima helm yang diberikan Aksa dan mengenakan dengan cepat. Setelah itu menaiki motor Aksa. Dirasa Kala sudah duduk dikursi penumpang.  Aksa kemudian menyalakan mesin motor dan mengendarai dengan kecepetan penuh. Membuat Kala mengeratkan pegangan nya pada jaket yang dikenakan Aksa.

Aksa memberhentikan motor tepat di depan komplek menuju rumah. Seperti biasa ia hanya mengantar Kala sampai depan komplek.  Padahal jarak dari depan komplek ke rumah hampir satu kilometer.

"Turu lo."

"Lho kok?"

"Apa? Masih mau minta anterin sampe depan rumah?  Udah syukur gua mau jemput lo," pungkas Aksa.

"Udah buru turun. Gua ada urusan."

Kala mencebikkan bibir. Padahal sudah berkali-kali Aksa selalu begitu padanya tapi, dasar Kala yang terlalu polos ia masih saja belum hafal dengan sifat Abang nya sendiri. Kala tidak banyak bicara ia menghela napas panjang dan menuruti perintah Aksa.

"Nih, helm nya."

"Helm nya lo bawa pulang aja. Ribet banget gua bawa-bawa helm dua." Usai mengatakan itu tanpa pamit Aksa kembali melajukan motor pergi meninggalkan Kala.

Kala pun mau tidak mau melangkahkan kakinya untuk melanjutkan perjalan pulang ke rumah. Sepuluh menit berlalu akhirnya ia sampai di depan gerbang rumahnya. Saat hendak membuka pagar rumah ia menutup kembali. Dan baru teringat jika ia mendapat amanat dari Bu Loli yang merupakan walinya untuk menjenguk Andra.

Kala melangkah menuju rumah Andra yang berada di samping rumahnya. Menarik napas sebelum jari telunjuk kanan nya memencet bel rumah Andra.

Ting... Tong...

Kala mengetatkan pegangan tangan pada goodybag. Ia mengigit bibir bawahnya, lantaran hampir lima menit menunggu tidak ada seseorang yang membukakan pintu. Kala memilih untuk memencet bel itu kembali.

Ting... Tong...

Sambil mengintip dari lubang pagar Kala melihat rumah Andra yang sepi. Dilihat pagar rumah Andra yang ternyata tidak terkunci, Kala pun perlahan membuka pagar dan masuk ke halaman. Perlahan Kala melangkah hingga sampai di teras rumah Andra.

Manik mata Kala mengamati setiap inci teras rumah yang sepi. Dan pandangan Kala tertuju pada bel rumah yang ternyata ada juga di teras rumah. Kala pun segera menekan bel tersebut barangkali bel di depan pintu gerbang tidak terdengar hingga ke dalam rumah.

Ting.. Tong..

Kala mendekatkan kepala ke jendela memastikan apakah ada seseorang yang akan membukakan pintu untuk nya.

Ting.. Tong..

"Asdghagsudueb..."

Kala melangkah mundur saat mendengar suara itu. Ia menoleh ke arah kanan dan kiri mencari sumber suara.

Dirasa tidak ada suara itu kembali. Kala menekan bel rumah.

Ting.... Tong....

"Masuk aja Kal. Pintu rumah gak gua kunci." ucap seseorang seperti suara robot.  Kala mengernyitkan kepala ia menolehkan kepala ke kanan dan kiri kembali.

"Ini gua Andra, Kal. Dari suara cctv."

Sontak Kala mengalihkan pandangan ke atas mencari di mana letak cctv yang Andra maksud. Kala menemukan cctv itu tepat di atas di pojok kanan dekat pintu. Da Kala pun melambaikan tangan ke arah cctv.

"Andra, kamu gimana kabar nya?" teriak Kala suara Andra mendengarnya dari cctv.

"Masuk aja dulu Kal. Gua di kamar lantai dua."

"Oh oke."
Perlahan Kala membuka pintu rumah Andra. Iya ragu untuk  memasuki rumah yang sepi itu. Sebab ia adalah perempuan dan Andra adalah laki-laki. Walau Kala tahu Andra itu baik tapi kembali lagi ia adalah 'perempuan dan Andra adalah laki-laki.'

"Gua di lantai dua. Yang pintunya ada sticker ironman."

Dengan detak jantung yang tidak normal Kala memutuskan masuk ke dalam rumah.  Pikirannya terlalu over. Sesekali Kala selalu melihat ke arah belakang memastikan jika tidak ada orang yang mungkin tiba-tiba membekab mulutnya dan membuat ia tidak sadarkan diri.

Kini, ia telah menaiki tangga dan saat sudah sampai di lantai atas Kala melihat tiga pintu kamar di sana. Dan pintu yang terdapat sticker ironman itu berada di pojok. Kala menelan ludah susah payah, ia pun menarik napas dalam menuju kamar Andra.

Tepat di depan pintu kamar Andra tangan kanan Kala pun perlahan memegang ganggang pintu dan membuka pintu.

Andra yang sedang memijat pelipis nya seketika mengalihkan pandangan. Ia memandang pintu kamar yang diketuk dan perlahan terbuka. Kala pun sedikit melihat wajah Andra. Dan tatapan mata Andra tertuju dengannya.

"Masuk, Kal." Kala mengangguk dan tersenyum getir.

"Gimana keadaan kamu?" tanya Kala yang hanya melangkah sedikit dari pintu kamar Andra.

"Ya begini lah, Kal."

"Sini Kal. Gua gak gigit kok." Kala menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia melangkah mendekati Andra.

"Em...."

"Ini ada titipan dari Bu Loli." Kala meletakkan goodybag yang berisi buah dan makan di atas meja dekat tempat tidur Andra.

"Aku taro sini, ya?" Andra hanya mengangguk.

Hening di antara mereka. Andra sibuk membalas pesan di ponsel dan Kala sibuk dengan pikirannya.

"Kamu sakit apa, Andra?"

"Demam dari kemarin sih sebenarnya.  Cuma gua paksa masuk sekarang sama mual juga. Dari pagi gak ada makanan yang masuk."

"Bukan ga ada makan yang masuk si. Cuma gak ada juga yang harus di makan." Kala mendengarnya sangat miris. Pantas saja Bu Loli terlihat khawatir saat meminta Kala melihat Andra.

"Em..."

"Aku buatin teh anget mau?"

"Boleh, Kal."

"Oh iya. Kamu makan bubur dulu ya. Ini dari Bu Loli buburnya." Kala mengambilkan bubur ayam dari dalam goodybag.

"Woy! Curut, sakit apa lo?!"

Kala terdiam. Pandangannya teralih pada pintu. Kini Kala bertemu tatap dengan Banu yang terlihat terkejut melihat Kala berada di dalam kamar Andra. Pandangan Banu jadi terkunci pada. Kala mengalihkan pandangan.

"A—"

"Aku ambilin air hangat dulu ya, Andra."

Kala pun bangkit dari kasur Andra dan melewati Banu yang masih terkejut.

Banu kemudian beranjak menuju kasur Andra. Ia berlari dan melompat di ke kasur Andra. Membuat Andra mendengus kesal dan menarik rambut Banu.

"Aduh!!"

"Ngapain sih lo, nuuu."

"Seharusnya gua yang tanya. Ngapain lo berduaan sama Kala?!"

"Ya suka-suka, lah."

Plak

Telapak tangan Banu mendarat dengan kasar di atas dahi Andra.

"Bisa sakit juga lo." Andra terkekeh.

"Ya gua manusia. Bukan robot!" protes Andra.

Banu terbahak-bahak mendengar pembelaan Andra. Ia pun merogoh tas sekolah mengambil obat untuk asam lambung yang baru sajania beli.

"Nih diminum buat lo." Andra meraih obat pemberian Banu.

"Kok lo tau gua lagi aslam?"

"Tadi Bu Loli minta tolong ke gua buat tengokin lo. Katanya lo sakit terus dia tunjukkin foto lo yang pucet itu. Dan gua langsung bisa tebak, lo pasti lagi aslam kan?"

"Btw gua ganti berapa ini obatnya?"

"Ga usah. Kata lo kemarin kan semua uang lo diambil sama abang lo. Jadi gua yakin lo pasti lagi ga ada pegangan."

"Thanks ya," ujar Andra tak enak hati.

"Halah kaya sama siapa aja," jawab Banu.

"Andra. Ini air hangatnya sama bubur dan  kuah buburnya udah aku angetin. Jangan lupa dimakan ya."

"Oh iya. Aku izin pamit pulang ya. Tadi aku belum pulang ke rumah takut dicariin," jelas Kala.

"Oh iya gak apa-apa. Thanks ya, Kal. Maaf ngerepotin."

"Engga kok."

"Oh iya aku pamit ya Banu."

"Mau gua anter sampe rumah?" tawar Banu.

"Aku sendiri aja. Lagi juga cuma di samping. Ya udah ya dadah."

"Dadah," jawab Banu.

Plak

"Apa si!"

"Menye-menye banget!" cetus Andra.

"Iri bilang bos!"

"Sorry ye. Gak perlu."

Tiba-tiba mereka terdiam saat mendengar suara langkah kaki serta gemercing suara kunci motor yang dimainkan.

"Sembunyi-sembunyi! Cepetan!" perintah Andra pada Banu.

Banu yang merasa panik langsung melangkah ke arah pintu lemari. Namun, Andra langsung melarang. Kemudian ia melangkah ke arah pintu toilet lagi-lagi Andra melarang.

"Semua lo larang. Terus gua sembunyi di mana?!"

Andra sejenak berpikir. "Sembunyi di bawah kolong tempat tidur. Cepet!"

"Gila sempit itu penggap!"

"Daripada harta berharga lo ilang diambil abang gua!"

Banu menurut. Sementara Andra membantu Banu meletakkan jaket serta tas dalam bawah tempat tidur. Dirasa cukup aman ia membentangkan selimutnya agar sampai bawah lantai menutupi keberadaan Banu. Tepat setelah itu Cakka pun datang.

"Mau ngapain lo?!" tanya Andra tak bersahabat.

Cakka hanya menyunggingkan bibir sambil mengigit tusuk gigi. Ia melangkah menuju lemari pakaian Andra.

"Mau cari apalagi? Gua udah gak punya barang berharga. Lo salah merampok orang," jawab Andra santai.

Cakka menghentikan kegiatannya mencari barang berharga milik Andra. Ia pun melangkah mendekatkan wajahnya ke wajah Andra.

"Baru juga uang lo gua ambil. Udah gak bisa bertahan hidup lo?"

"Muka lo pucet amat! Mau mati kah?" ledek Cakka.

"Gimana gua mau bertahan hidup. Semua yang gua punya udah lo rampas! Jadi orang mikir!" pekik Andra kesal.

Tetapi ucapan Andra tak didengarkan Cakka ia melangkah ke dalam kamar mandi membasuh wajah dengan air keran.

"Lo ngomong sama gua?" Andra mengepal tangan kuat. Matanya memerah ingin marah.  ia sudah sangat muak melihat Cakka ingin sekali rasanya memukul orang itu.

"Mana kunci motor? Motor di depan itu pasti Papa yang beliin kan?"

Kali ini Andra yang tertawa. "Papa? Beliin gua motor? Ketiban bintang apa gua sampe Papa beliin gua motor?"

"Gak usah bohong deh lo! Mana kunci motornya!"

"Gua bilang gak ada ya gak ada! Itu motor temen gua!"

"Dia nitip di sini sebentar soalnya lagi ada urusan!"

"Ya udah mana kunci motor temen lo?"

"Ya di bawa temen gua lah!"

"Udah sana pergi. Ngapain di sini? Gua gak punya barang yang bisa lo rampas lagi!" hardik Andra. Ia mendorong tubuh Cakka untuk keluar dari kamarnya dan mengunci pintu kamar.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Tumbuh Layu
448      290     4     
Romance
Hidup tak selalu memberi apa yang kita pinta, tapi seringkali memberikan apa yang kita butuhkan untuk tumbuh. Ray telah pergi. Bukan karena cinta yang memudar, tapi karena beban yang harus ia pikul jauh lebih besar dari kebahagiaannya sendiri. Kiran berdiri di ambang kesendirian, namun tidak lagi sebagai gadis yang dulu takut gagal. Ia berdiri sebagai perempuan yang telah mengenal luka, namun ...
Pulang Selalu Punya Cerita
1209      771     1     
Inspirational
Pulang Selalu Punya Cerita adalah kumpulan kisah tentang manusia-manusia yang mencoba kembalibukan hanya ke tempat, tapi ke rasa. Buku ini membawa pembaca menyusuri lorong-lorong memori, menghadirkan kembali aroma rumah yang pernah hilang, tawa yang sempat pecah lalu mengendap menjadi sepi, serta luka-luka kecil yang masih berdetak diam-diam di dada. Setiap bab dalam buku ini menyajikan fragme...
May I be Happy?
630      380     0     
Inspirational
Mencari arti kebahagian dalam kehidupan yang serba tidak pasti, itulah kehidupan yang dijalani oleh Maya. Maya merupakan seseorang yang pemalu, selalu berada didalam zona nyamannya, takut untuk mengambil keputusan, karena dia merasa keluarganya sendiri tidak menaruh kepercayaan kepada dirinya sejak kecil. Hal itu membuat Maya tumbuh menjadi seperti itu, dia tersiksa memiliki sifat itu sedangka...
Premonition
779      449     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Matahari untuk Kita
1066      548     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Selepas patah
207      169     1     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Rembulan
1235      696     2     
Romance
Orang-orang acap kali berkata, "orang yang gagal dalam keluarga, dia akan berhasil dalam percintaan." Hal itu tidak berlaku bagi Luna. Gadis mungil dengan paras seindah peri namun memiliki kehidupan seperti sihir. Luna selalu percaya akan cahaya rembulan yang setiap malam menyinari, tetapi sebenarnya dia ditipu oleh alam semesta. Bagaimana rasanya memiliki keluarga namun tak bisa dianggap ...
MAKE ME NEGATIVE THINGKING
1830      780     4     
Humor
Baru tahun ini aku mengalami hari teristimewa yang membuatku merasa bahagia beralih kesifat P E S I M I S. kalian ingin tahu kenapa?
Aku Ibu Bipolar
51      44     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...
Cinta Pertama Bikin Dilema
5228      1434     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...